Oleh : Ade Hermawan
Thalibul’Ilmi
Dalam Islam, kata “jahil” memiliki makna yang lebih luas dan mendalam daripada sekadar “bodoh” dalam arti umum. Pada dasarnya, “jahil” berarti tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu. Ini bisa berupa ketidaktahuan alami (seperti seseorang yang belum mempelajari sesuatu) atau ketidaktahuan tentang hal-hal yang diwajibkan menurut hukum Islam, seperti rukun iman, rukun Islam, atau hukum-hukum dasar ibadah. Dalam konteks ini, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu agar terhindar dari ketidaktahuan ini. “Jahil” juga bisa berarti dosa karena ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman tentang hukum-hukum Allah. Misalnya, seseorang yang melakukan perbuatan terlarang karena tidak menyadari bahwa perbuatan tersebut dilarang dalam Islam. Namun, hal ini tidak selalu berarti mereka terbebas dari tanggung jawab, terutama jika ketidaktahuan tersebut disebabkan oleh kelalaian dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, agar mereka dapat mengenali kebenaran, menghindari kebatilan, dan mengamalkan ajaran sesuai tuntunan syariat.
Lawan dari jahil adalah alim. Alim berarti mengetahui atau berpengetahuan. Oleh karena itu, secara harfiah, seorang alim adalah orang yang berpengetahuan atau orang yang mengetahui. Dalam konteks Islam, makna alim jauh melampaui sekadar memiliki segudang informasi atau pengetahuan umum. Seorang alim adalah individu dengan karakteristik dan tanggung jawab khusus. Seorang alim memiliki pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang Al-Qur’an, As-Sunnah (hadits Nabi Muhammad), fiqih (hukum Islam), tafsir (penafsiran Al-Qur’an), ushul fiqih (metodologi penetapan hukum), aqidah (keyakinan), sirah nabawiyah (sejarah Nabi), dan ilmu-ilmu Islam lainnya. Ilmu mereka bukan sekadar hafalan, melainkan pemahaman yang matang tentang implikasinya.
Dalam Islam, kedudukan orang alim sangat mulia. Mereka diangkat derajatnya oleh Allah, sebagaimana firman-Nya, “…Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al Mujadilah : 11). Rasulullah juga bersabda, “Keunggulan orang-orang yang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keunggulan bulan atas semua bintang” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Hal ini menunjukkan betapa berharganya peran seorang alim yang dengan ilmunya mampu menerangi jalan bagi banyak orang. Singkatnya, seorang alim dalam Islam bukan sekadar gelar akademis, melainkan identitas spiritual dan intelektual yang mencerminkan kedalaman ilmu agama, kesalehan, amal saleh, dan komitmen untuk membimbing masyarakat. Mereka adalah mercusuar bagi masyarakat yang membutuhkan bimbingan.
Tanpa ilmu, terutama ilmu agama, kita akan kehilangan pemahaman akan tujuan penciptaan kita di dunia ini. Kita tidak akan tahu mengapa kita ada, apa yang Allah inginkan dari kita, dan bagaimana beribadah dengan benar. Ilmu agama membimbing kita untuk mengenal Allah, memahami syariat-Nya, dan menjalankan perintah-Nya sesuai petunjuk-Nya. Bagaimana kita bisa beribadah dengan khusyuk, berpuasa dengan benar, atau berinteraksi dengan orang lain secara Islami jika kita kekurangan ilmu? Dunia ini penuh dengan berbagai pemikiran, ideologi, dan godaan yang dapat menyesatkan kita. Dengan menjadi alim, kita memiliki landasan ilmu dan pemahaman yang kuat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Kita tidak mudah terombang-ambing oleh keraguan atau tertipu oleh ajaran sesat. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan kita dari kegelapan kebodohan dan kesesatan.
Banyak dosa dan kesalahan terjadi karena ketidaktahuan, yaitu ketidaktahuan akan hukum atau akibat dari suatu perbuatan. Orang yang tidak tahu bisa saja tanpa sadar melakukan hal-hal terlarang atau melalaikan kewajiban. Dengan ilmu, kita tahu apa yang harus dihindari dan apa yang harus dilakukan, sehingga kita dapat melindungi diri dari perbuatan dosa dan semakin dekat pada ketaatan.
Orang yang berilmu tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain. Ilmu yang dimilikinya dapat menjadi sumber bimbingan, nasihat, dan solusi bagi permasalahan masyarakat. Mereka adalah pewaris para nabi, yang memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran, membimbing masyarakat, dan mengajak kepada kebaikan. Dengan ilmu, kita dapat berkontribusi bagi kemajuan masyarakat dan menyebarkan kebaikan di muka bumi.
Ilmu adalah jalan menuju kebahagiaan sejati. Dengan ilmu, hati menjadi tenang, pikiran menjadi jernih, dan langkah menjadi mantap. Ilmu membimbing kita meraih kebahagiaan di dunia melalui kehidupan yang bermakna dan penuh berkah, serta kebahagiaan abadi di akhirat, insya Allah.
Oleh karena itu, menjadi orang yang berilmu (alim) adalah perjalanan suci dan kewajiban yang harus dijalani setiap Muslim. Ini adalah investasi terbaik bagi diri kita, keluarga kita, dan masyarakat kita, serta sarana untuk kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Janganlah kita terjerumus dalam kebodohan, karena kebodohan adalah kegelapan, sedangkan ilmu adalah cahaya.
Menjadi alim adalah cita-cita mulia bagi setiap muslim. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan ketulusan, kesabaran, dan dedikasi. Belajarlah semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, untuk mencari keridhaan-Nya, mengamalkan agama-Nya, dan meraih pahala di akhirat. Hindari mengejar ketenaran, pujian dari manusia, kekayaan, atau jabatan. Ilmu yang didasari niat yang tulus adalah berkah dan bermanfaat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya dicari karena Allah SWT, tetapi tidak mencarinya kecuali untuk kesenangan duniawi, maka ia tidak akan mencium harumnya surga pada Hari Kiamat.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Jangan terburu-buru mengejar ilmu tingkat tinggi sebelum menguasai dasar-dasarnya. Pelajarilah ilmu secara bertahap dan sistematis. Tingkatkan Bacaan dan Hafalan Al-Qur’an, pastikan tajwid yang benar dan mulailah menghafal ayat-ayat. Pelajari Bahasa Arab karena bahasa Arab adalah kunci untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung. Mulailah dengan nahwu (tata bahasa) dan sharaf (morfologi). Pelajari Ilmu Dasar (Fardhu Ain), kuasai ilmu tauhid (aqidah yang benar), fikih dasar (tata cara beribadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji), serta akhlak dan adab Islam. Ini adalah ilmu yang wajib diketahui setiap Muslim.
Ilmu agama tidak dapat dipelajari hanya dari buku atau internet. Sangat penting untuk belajar langsung dari seorang guru (ulama) yang memiliki mata rantai ilmu yang jelas, berakhlak mulia, dan kompeten di bidangnya. Guru tersebut akan membimbing Anda, meluruskan kesalahpahaman, menjelaskan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan berkah ilmu. Carilah majelis ilmu, masjid, atau pesantren yang dipimpin oleh ulama terkemuka.
Luangkan waktu khusus setiap hari untuk belajar, meninjau pelajaran, dan menghafal. Jangan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan, karena ilmu membutuhkan kesabaran. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Ilmu tidak akan memberimu sebagiannya kecuali kamu mencurahkan seluruh waktumu.” Ilmu ibarat mangsa, sedangkan hafalan adalah talinya. Ulangi pelajaran yang telah dipelajari sesering mungkin agar tidak mudah lupa. Buatlah catatan, ringkasan, atau peta konsep. Latihlah hafalanmu, terutama Al-Qur’an dan hadis.
Setiap ilmu yang diperoleh harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak hanya menunjukkan keikhlasan, tetapi juga akan memperkuat pemahaman dan keberkahan ilmu itu sendiri. Dengan beramal, ilmu akan lebih melekat dan bermanfaat.
Dalam menuntut ilmu, pasti akan ada ujian dan kesulitan. Entah itu kemalasan, kesibukan dunia, ejekan teman, atau ejekan orang lain. Hadapi semua ini dengan kesabaran dan keyakinan bahwa setiap kesulitan akan membawa pahala jika dihadapi dengan ikhlas. Ingatlah perjuangan para ulama terdahulu yang menghadapi rintangan yang jauh lebih berat. Selalu berdoa kepada Allah agar diberikan kemudahan dalam memahami ilmu, kekuatan untuk mengamalkannya, dan konsistensi dalam menuntutnya. Carilah ilmu yang bermanfaat dan berlindunglah dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Menuntut Ilmu agama di Majelis Ilmu
Menuntut ilmu agama merupakan kewajiban besar dalam Islam, dan menghadiri majelis-majelis ilmu merupakan salah satu cara terbaik untuk mencapainya. Banyak manfaat yang dijanjikan bagi mereka yang menghadiri majelis-majelis ini, baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat-manfaat ini mendorong kita untuk senantiasa menghadirinya dan mengambil manfaat darinya.
Salah satu manfaat terpenting adalah Allah akan memudahkan jalan menuju Surga bagi siapa pun yang menempuhnya. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalan menuju Surga baginya” (HR. Muslim). Ketika kita melangkah ke majelis ilmu, setiap langkah yang kita ambil tercatat sebagai ibadah yang mendekatkan kita kepada Jannatul Firdaus.
Majelis-majelis ilmu adalah tempat yang penuh berkah. Di dalamnya, para pencari ilmu akan merasakan Sakinah (Ketenangan). Hati menjadi tenang, pikiran menjadi jernih, dan jiwa merasakan kedamaian saat mendengarkan ayat-ayat Allah dan hadis Nabi yang dijelaskan.
Rahmat Allah akan turun atas majelis ilmu, menghapus dosa, dan mengangkat derajat mereka yang hadir. Para malaikat akan mengelilingi majelis ilmu, membentangkan sayap mereka sebagai tanda keridhaan dan perlindungan mereka. Hal ini menunjukkan keluhuran aktivitas mencari ilmu di sisi Allah dan makhluk-Nya. Rasulullah bersabda : “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka sendiri, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, rahmat akan meliputi mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (yaitu para malaikat)” (HR. Muslim).
Menuntut ilmu agama dalam majelis ilmu juga dapat digolongkan sebagai jihad fi sabilillah. Ini adalah bentuk jihad non-militer yang krusial untuk membela dan menyebarkan Islam. Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Tirmidzi). Hal ini menunjukkan betapa agungnya nilai ibadah dalam setiap upaya kita untuk menuntut ilmu Islam.
Rasulullah mengibaratkan menuntut ilmu dengan taman-taman Surga. Artinya, menuntut ilmu adalah tempat di mana hati merasakan kebahagiaan dan kenikmatan spiritual, serupa dengan surga. Di sinilah kita dapat merasakan manisnya iman dan ilmu.
Seringkali, menghadiri majelis ilmu dapat membawa pada pengampunan dosa seorang hamba. Dengan mendengarkan nasihat, bertaubat, dan memperbarui niat, seseorang dapat menerima ampunan dari Allah. Sebuah hadis menyebutkan keutamaan agung orang-orang yang datang ke masjid (atau majelis ilmu) semata-mata untuk belajar atau mengajarkan kebaikan. Mereka akan mendapatkan pahala layaknya pahala haji yang sempurna. Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang pergi ke masjid, bukan karena keinginannya melainkan untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, maka baginya pahala layaknya pahala haji yang sempurn” (HR. As-Suyuti).
Menghadiri majelis ilmu secara langsung memungkinkan kita untuk belajar dari para ulama yang memiliki rantai ilmu yang jelas. Hal ini penting untuk memastikan keaslian dan validitas ilmu yang kita terima. Lebih lanjut, berinteraksi langsung dengan para ulama akan menumbuhkan budi pekerti, akhlak, dan keberkahan dalam menuntut ilmu.
Dengan segala keutamaan luar biasa ini, sudah sepantasnya kita senantiasa antusias menghadiri dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk menimba ilmu agama di majelis-majelis ini. Inilah investasi terbaik bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.
Ilmu utama yang biasanya diajarkan di majelis ilmu agama adalah Tauhid, fiqih, dan Tasawuf. Ilmu Tauhid (Aqidah) membahas tentang keesaan Allah, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya, dan hal-hal yang berkaitan dengan iman kepada malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir, dan takdir. Manfaat ilmu ini adalah Membangun keimanan yang kuat dan sejati kepada Allahdan menjauhi kemusyrikan.
Ilmu Fiqih (Hukum Islam) membahas hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal), seperti ibadah (salat, puasa, zakat, haji) dan muamalah (hubungan sosial, ekonomi, pernikahan, dll.). Manfaat ilmu fiqih adalah Memastikan ibadah kita sah dan sesuai dengan tuntunan syariat, Mengatur interaksi sosial, ekonomi, dan keluarga agar sesuai dengan nilai-nilai Islam, menciptakan masyarakat yang rukun dan adil, dan Memahami hak dan kewajiban kita sebagai individu, anggota keluarga, dan bagian dari masyarakat.
Ilmu Akhlak dan Tasawuf (Tazkiyatun Nufus) membahas etika, akhlak, adab Islam, serta penyucian jiwa dari sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji. Manfaat tasawuf adalah Mengajarkan bagaimana menjadi pribadi yang berakhlak mulia, Membersihkan hati dari penyakit-penyakit seperti kesombongan, dengki, riya, congkak, ragu-ragu, dan lain-lain, dan Meningkatkan Kualitas Ibadah dan hubungan kita dengan Allah dan sesama.
Semua ilmu ini saling terkait dan membentuk kerangka pemahaman Islam yang komprehensif. Mempelajari ilmu-ilmu ini di majelis-majelis ilmu agama tidak hanya memperluas pengetahuan kita, tetapi juga membentuk karakter kita, meningkatkan ibadah kita, dan membimbing kita menuju jalan kebaikan di dunia dan akhirat.
Setelah Anda memiliki ilmu yang cukup, janganlah pelit untuk membagikannya kepada orang lain. Mengajarkan ilmu adalah cara terbaik untuk memperkuat pemahaman Anda sendiri dan juga merupakan sumber pahala yang berkelanjutan. Dakwah adalah konsekuensi dari ilmu yang Anda miliki.
Semoga Allah, Yang Maha Pengasih, senantiasa memudahkan jalan kita menuju majelis-majelis ilmu ini dan memberkahi setiap jengkal ilmu yang kita peroleh. Amin.