Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

FILSAFAT HUKUM ISLAM

×

FILSAFAT HUKUM ISLAM

Sebarkan artikel ini

Oleh : CAKRAWALA BINTANG

Jika melihat kepada buku karangan Amad azhar Basyir MA, yang merupakan dosen Fakultas hukum UGM dan UII Yogyakarta, maka akan ditemui bahwa philosiphia yang merupakan ketergabungan dari philia dan sophia, yang maksudnya adalah cita kebijaksanaan. Menurut Plato(427-348)SM,bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Menurut Aristoteles(382-322)SM, bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Bahkan kalau menurut Descartes (1590-1650), bahwa filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Begitu juga dengan apa yang dikatakan Immanuel Kant (1724-1804), bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup dalam empat persoalan, yaitu : 1). Apakah yang dapat kita ketahui? (Maka jawabnya Metafisika); 2). Apakah yang seharusnya kita ketahui? (Maka jawabnya Etika); 3). Sampai dimanakah harapan kita? (Maka jawabnya agama); 4). Apakah yang dinamakan manusia? (Maka jawabnya Antropologi).

Kalimantan Post

Kemudian apa yang dikatakan DC Mulder, bahwa filsafat adalah merupakan salah satu bentuk cara berpikir. D mana maksudnya filsafat adalah cara berpikir secara ilmiah, mencakup : a). Menentukan sasaran pemikiran (gegenstand) tertentu; b). Bertanya terus sampai batas terakhir sedalam-dalamya; c). Selalu mempertanggungjawabkan dengan bukti-bukti; d). Harus sistematik. Bertitik tolak dari batasan filsafat yang diberikan CD Mulder itu, maka Azhar Basyir merumuskan jika Filsafat Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematik, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang Hukum Islam.

Pemikiran terhadap hukum Islam dengan segala konsekwensinya telah lahir sejak awal umat Islam itu ada. Semuanya itu karena memang dorongan daripada Al-Qur’an dan hadist, dimana agar manusia itu menggunakan pikirannya untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup dan kehidupan. Apalagi jika itu mengenai masalah yang fundamental, yang menyangkut masalah aqidah atau keyakinan agama Islam. Sebagaimana, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban”.(QS. Al Isra : 3). Semuanya itu tidak ubahnya seperti seorang saksi. Dimana seorang saksi itu apa yang dialami, didengar serta dilihat, serta apa yang diketahui akibat daripada semuanya itu.

Baca Juga :  Pustaka di Layar Kaca

Jika kalimat Syahadat itu, “Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah,serta Aku bersaksi jika Muhammad adalah Rasul Allah”. Semua kesaksian itu tentunya melibatkan apa yang disebut penglihatan, pendengaran, serta apa yang dialami.Semuanya sangat berhubungan dengan sebab akibat, serta mempunyai landasan pemikiran, sistematis, serta didukung oleh bukti-bukti. Kerangka berpikir, yang dimulai tentang pengetahuan Tauhid, serta percaya apa yang dibawa Muhammad sebagai Rasul terakhir, kemudian logika logika hukum Islam dan segala aspeknya. Sehingga semua itu merupakan bangunan yang kokoh, yang berakar pada Tauhid. Serta daun-daun yang berharap juga pada Tauhid. Tidak ubahnya sebuah kalimat, “Kita ini dari Allah dan akan kembali kepada Allah”. Karena itu janganlah berpegang pada alasan yang tidak jelas. Dimana amalan dilakukan tanpa mengerti dasar-dasar hukumnya. Karena semua itu ada pertanggungjawabannya.

Iklan
Iklan