JAKARTA, Kalimantanpost.com – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Sigit Sambodo menegaskan dugaan adanya politisasi dan kriminalisasi terhadap Menteri Perdagangan periode 2015-206 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dalam kasus dugaan korupsi importasi gula merupakan klaim sepihak.
Pasalnya, kata dia, penyidik maupun penuntut umum Kejaksaan, yang telah diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan proses penyelidikan dan penuntutan, sudah melakukan proses penyelidikan dan penuntutan secara profesional dalam perkara itu.
“Dalil penasihat hukum maupun terdakwa dalam nota pembelaannya ini sangat tidak benar dan tidak berdasar, serta hanya merupakan klaim sepihak dari terdakwa yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam persidangan,” kata JPU dalam sidang pembacaan replik alias tanggapan terhadap nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
JPU menjelaskan proses penanganan perkara khusus untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada awalnya telah melalui serangkaian tahapan penyelidikan dan penyidikan.
Proses tersebut, yakni mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan ahli, pengumpulan barang bukti, hingga ditemukan alat bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), baru lah seseorang dapat dijadikan sebagai tersangka.
“Sehingga penetapan tersangka dalam perkara ini telah dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan,” tuturnya.
Terlebih, sambung JPU, Tom Lembong maupun penasihat hukum sebelumnya telah mengajukan proses praperadilan untuk menguji legalitas keabsahan tindakan penyidikan dalam hal penangkapan, penahanan, penyitaan, serta penetapan tersangka.
Dalam putusan praperadilan, dikatakan bahwa Majelis Hakim Praperadilan menilai penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah sesuai dengan prosedur dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan persyaratan penetapan tersangka.
Dengan demikian dalam kesimpulan akhirnya, lanjut JPU, Majelis Hakim menilai langkah penegak hukum yang diambil penyidik Kejaksaan telah sesuai dengan prosedur sebagaimana dalam hukum acara pidana.
Adapun Tom Lembong terseret menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015—2016.
Pada kasus itu, ia dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Dia juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant/KPO-3)