Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kerusakan Alam Imbas Pertambangan

×

Kerusakan Alam Imbas Pertambangan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Puspita Indah Ariani
Aktivis Muslimah Kalsel

Pertambangan menjadi polemik di setiap daerah, dampak bagi alam dan juga rakyat menjadi sorotan negara.Ekosistem alam tidak seimbang dan semakin rusak, ditambah belum ada solusi tuntas yang diberikan.

Kalimantan Post

Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Provinsi Kalimantan Selatan melakukan kunjungan kerja ke Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen OTDA) Kementrian Dalam Negeri RI, pada Kamis 3 Juli 2025. Tujuan kunjungan ini adalah memperdalam materi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang tengah disusun. Ketua Pansus IV menyampaikan bahwa pentingnya konsultasi ini agar Raperda yang dibuat benar-benar bisa diimplementasikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan hanya selesai diatas kertas tanpa eksekusi nyata. (maknanews.com, Kamis, 3/7/2025)

Kalimantan Selatan diakui secara nasional sebagai lumbung batu bara. Kekayaan alamnya menjadi daya tarik bagi investor baik lokal maupun asing. Akan tetapi, di balik semua hal tersebut, keuntungan finansial yang diterima daerah sangat kecil meskipun pertambangan memberikan kontribusi PAD dan royalti, sedangkan beban ekologis yang harus ditanggung rakyat sangat besar. Gunung-gunung diratakan, sungai-sungai tercemar dan debu batubara bertebaran mengotori udara. Ironisnya, yang menjadi korban dan merasakan efek dari kerusakan akibat tambang adalah masyarakat di sekitar area pertambangan.

Area pertambangan batu bara awalnya adalah lahan dan hutan yang selama ini menjadi penopang hidup rakyat. Dampaknya, hilangnya sumber penghidupan masyarakat dan hancur pula keseimbangan ekosistem yang sebelumnya terjaga. Ancaman kesehatan akibat polusi air, udara dan tanah juga mengintai masyarakat. Sementara itu, keuntungan dari tambang dinikmati oleh segelintir korporasi besar yang menguasai perizinan dan modal.

Negara yang seharusnya sebagai pelindung dan penjaga ekosistem alam, justru abai dan tidak bisa menjadi pelindung rakyatnya dan ekosistem alam. Negara menjadi fasilitator investasi dalam pertambangan. Perizinan usaha pertambangan begitu mudah diberikan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh. Hal ini memperlihatkan bahwa sistem kapitalisme yang menjadi dasar pengelolaan sumber daya alam hanya menempatkan alam sebagai komoditas ekonomi semata, bukan sebagai amanah yang harus dijaga.

Baca Juga :  Antara Kemerdekaan Hakiki dan Kesepakatan Dagang Indonesia Amerika

Padahal, dalam Islam, sumber daya alam seperti tambang adalah milik umum, bukan milik individu atau swasta. Hasil dari tambang tersebut dikelola dan digunakan untuk kepentingan umat. Oleh karena itu, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada korporasi yang hanya mengejar keuntungan semata, namun harus diatur oleh negara dengan dilandasi prinsip keadilan, tanggung jawab dan tetap menjaga ekosistem alam.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia tidak boleh melakukan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-A’raf : 56)

Ayat tersebut adalah peringatan keras bahwa merusak alam adalah bentuk kezaliman dan pelakunya akan dimintai pertanggung jawaban. Negara berperan sebagai pengelola dan pengawas dalam pemanfaatan sumber daya alam. Negara tidak akan menyerahkan tambang kepada individu atau swasta, melainkan membentuk lembaga yang bertugas mengelola dan mendistribusikan hasil tambang untuk kemaslahatan umat. Keuntungan yang dihasilkan dari sumber daya alam seperti tambang harus digunakan untuk kepentingan umum seperti membangun insfrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Negara juga memberlakukan sanksi yang tegas dan menjerakan kepada oknum yang merusak ekosistem alam. 

Penambangan yang dilakukan harus berlandaskan pada prinsip keadilan, tanggung jawab dan kelestarian. Akan tetapi selama pengelolaan tambang masih dikelola oleh sistem kapitalis yang berlandaskan asas manfaat, alam dijadikan sebagai komoditas yang menguntungkan tanpa memperdulikan kerusakan yang terus terjadi. Saatnya kita bangun dan membuka mata kita, alam adalah amanah yang seharusnya dikelola dengan baik, bukan sekedar sebagai sumber eksploitasi semata.

Baca Juga :  SUTRADARA

Sistem Islam bukan hanya menyampaikan tentang tata kelola, tetapi juga membentuk paradikma bahwa alam adalah amanah, bukan komoditas. Sebagai khalifah di bumi, manusia berkewajiban menjaga ekosistem alam. Dalam Islam juga diajarkan prinsip taswir (pengelolaan secara terencana dan berkelanjutan) dan ‘adl (keadilan) dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam mengelola alam. Melalui sistem Islam yang adil, pengelolaan tambang dapat dikelola dengan baik tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan serta mengorbankan rakyat.

Kalimantan Selatan adalah salah satu contoh nyata bagaimana sistem ini gagal melindungi rakyat dan alam. Sudah saatnya kita menyadari bahwa solusi bukan sekedar perbaikan perbaikan teknis atau regulasi tambang yang ketat. Melainkan perubahan sistemik menuju tata kelola yang adil dan berkelanjutan. 

Kita jangan hanya berdiam diri melihat eksploitasi yang merugikan banyak pihak. Alam merupakan titipan Allah SWT yang harus kita jaga demi generasi mendatang,bukan warisan nenek moyang yang bebas diperjualbelikan. Hal tersebut dapat terwujud dalam sistem Islam yang menerapkan syariat secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan pengelolaan alam. Penerapan sistem Islam yang adil dan menyeluruh dapat menyelamatkan bumi, menjaga ekosistem serta memastikan kesejahteraan rakyat secara hakiki.

Iklan
Iklan