Oleh : Marlina, S.Pd
Pemerhati Sosial Pembangunan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan penurunan kawasan kumuh sampai dengan 28,65 persen dalam lima tahun ke depan, seiring pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029. (diskominfomc.kalselprov.go.id, 22/05/2025)
Kawasan kumuh yang menjadi tempat tinggal masyarakat memang masalah lama yang belum teratasi secara tuntas. Memang sudah seharusnya pemerintah hadir untuk menyelasaikan masalah tersebut. Jika disuruh memilih pastinya masyarakat akan memilih tempat yang layak huni jika mereka mampu.
Menelisik kembali masalah kawasan kumuh di berbagai daerah khususnya di Kalimantan Selatan. Masalah tersebut tidak hanya terbatas pada teknis atau tata kota, melainkan akibat dari kegagalan sistem sekuler kapitalis yang mengabaikan keadilan sosial dan tanggung jawab negara kepada rakyat miskin.
Bagaimana tidak, angka kemiskinan berdasarkan data BPS sekitar 24,06 juta penduduk Indonesia terkategori miskin. Sedangkan menurut bank dunia 60,3 % penduduk Indonesia atau 171,8 juta jiwa tekategori miskin. Dengan banyaknya warga miskin, ketidakmampuannya untuk membangun atau membeli rumah layak membuat terpaksa untuk tinggal di kawasan kumuh.
Penguasaan sumber-sumber ekonomi termasuk penguasaan terhadap tanah oleh korporasi membuat tidak terdistribusinya pertanahan dengan adil kepada rakyat. Belum lagi, mahalnya harga bahan bangunan dan harga tanah membuat warga miskin terpinggirkan dan kesulitan.
Rumah adalah kebutuhan papan bagi rakyat. Bagi umat Islam, rumah bukan hanya untuk tempat tinggal tapi tempat untuk menjalankan syariat Islam berkaitan dengan keluarga, aurat, dan kamar/privasi. Sehingga Negara harus hadir untuk memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi.
Meskipun ada program rumah subsidi, tapi tetap saja perusahaan dan bank yang untung. Terbukti rumah subsidi tetap sulit dijangkau dan banyak terbengkalai. Negara juga kesulitan mengatur tata ruang tata wilayah, mengatur daerah pemukiman dan menyediakan sarana pemukiman yang layak. Karena penguasaan kapitalis.
Islam sebagai ideologi memberikan solusi menyeluruh dari ekonomi, sosial, hingga hukum yang menuntut negara hadir sebagai pelindung dan pemelihara kesejahteraan rakyat secara adil. Tanpa perubahan sistemik menuju penerapan syariah dan Khilafah, kawasan kumuh akan terus ada sebagai luka sosial yang tak terselesaikan.
Islam memiliki konsep tata kelola perumahan yang jika diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafah mampu menjamin rakyat mengakses rumah layak huni, nyaman, harga terjangkau, dan syar’i. Negaralah yang bertanggung jawab menjamin tersedianya rumah layak huni, nyaman, harga terjangkau, dan syar’i.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam riwayat Bukhari, “Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya”. Khalifah bertanggung jawab untuk mengurusi urusan rakyat, termasuk menjamin tersedianya rumah layak huni, nyaman, harga terjangkau, dan syar’i. Tanggung jawab ini tidak diserahkan kepada operator, baik kepada pengembang maupun bank-bank.
Ketika ada rakyat miskin yang membutuhkan rumah layak huni, negara harus mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menjamin akses rumah yang dibutuhkan tersebut. Bahkan negara bisa memberikan gratis rumah layak huni kepada rakyat miskin tanpa syarat, tanpa harus mengikuti otonomi daerah, dan tanpa melalui operator. Berbagai kemudahan yang diberikan negara dalam sistem kehidupan Islam meniscayakan terwujudnya pengentasan rumah kumuh.