Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Saling Serang dan Ancam Iran–Israel, Muslim Harus Kompak

×

Saling Serang dan Ancam Iran–Israel, Muslim Harus Kompak

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : Ahmad Barjie B
Pemerhati Agama

Israel telah berulangkali memancing permusuhan dengan Iran. Membunuh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang sedang menjadi tamu kehormatan saat pemakaman Presiden Iran Ibrahim Raisi Mei 2024, dan membunuh sejumlah orang penting dan petinggi Iran lainnya, baik militer, sipil maupun ilmuwan, ditambah agen Israel Mossad, yang sangat aktif menyusuf ke Iran untuk menyerang dari dalam, hanya beberapa di antara indikator permusuhan itu.

Kalimantan Post

Israel memang telah lama menjadikan Iran sebagai bebuyutannya, minimal sejak bergantinya rezim pemerintahan di Iran, 1979. Kala itu, Mohammad Reza Pahlevi yang pro Amerika dan Israel, berhaluan sekuler, bahkan ingin mengembalikan Iran ke era Parsi sebelum datangnya Islam, terguling oleh Revolusi Islam Iran pimpinan Ayatullah Ruhollah Khomeiny. Sejak itu sampai sekarang (2025), sekitar 45 tahun, keadaan Iran berubah 180 derajat.

Israel dan Amerika serta sekutu-sekutunya di Barat sangat kecewa dengan pergantian rezim, sehingga mereka mengembargo secara politik, ekonomi dan militer terhadap rezim para mullah tersebut. Mereka memprovokasi negara-negara lain agar sama-sama memusuhi Iran, revolusi Iran akan menjalar dan program nuklirnya akan membahayakan dunia. Di saat negara-negara Islam di Timur Tengah yang berhaluan Sunni dan Wahabi diam saja melihat kekejaman Israel atas Palestina, boleh dikata hanya Iran yang membantu secara langsung dan tak langsung, melalui proxi-proxi perlawanan, seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman, Apalagi Iran bertransformasi menjadi negara ideologis, Republik Islam Iran yang anti Israel dan sekaligus anti Amerika, dengan Islam Syiah Itsna ‘Asyriyah (Ja’fariyah) sebagai anutannya. Negara-negara muslim lain, bersikap ambigu, ada yang anti Israel tapi bermesraan dengan Amerika. Padahal menurut KH Zainuddin MZ, Amerika adalah Israel besar, dan Israel adalah Amerika kecil.

Hanya Nuansa

Syiah Istna Asriyah (Kelompok 12) adalah satu mazhab dalam Syiah yang paling banyak pengikutnya di seluruh dunia. Penganut terbanyak berada di Iran, Irak, Syria, Lebanon, Pakistan, Yaman, Palestina, Mesir dan banyak lagi. Diperkirakan saat ini mereka berjumlah sekitar 500 juta orang. Mereka meyakini dua belas imam yang istimewa, turunan dari Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah, dimulai dari Imam Ali sendiri (1), Imam Hasan bin Ali (2), Husein bin Ali (3), Imam Ali Zainal Abidin (4), Imam Muhammad al-Baqir (5), Imam Ja’far al-Shadiq (6), Imam Musa al-Kazim (7), Imam Ali ar-Ridha (8), Imam Muhammad al-Jawad (9), Imam Ali an-Naqi (10), Imam Hasan al-‘Askari (11), dan Imam Muhammad al-Mahdi (12) sebagai The Hidden Imam (Imam Tersembunyi yang akan datang di akhir zaman).

Baca Juga :  MIMPI DI PARANG TRITIS

Syiah 12 imam ini sering pula disebut dengan Ja’fariyah, Di segi akidah dekat dengan Asy’ari, dan fikih dekat dengan Sunni. Mereka lebih menyandarkan kepada Alquran dan hadits yang diriwayatkan oleh Ahlul Bayt (keturunan Rasulullah). Para imam di atas umumnya adalah ulama terkenal, alim, wara’, lebih mengutamakan kehidupan rohani dan menjadi tokoh tarekat muktabarah (tarekat yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah SAW).

Konferensi Amman Yordania, yang digagas oleh Raja Abdullah II bin al-Hussein 9 November 2004 yang dihadiri lebih dari 200 ulama besar dari 50 negara dunia, telah mengeluarkan Deklarasi atau Risalah Amman, yang memutuskan bahwa berbagai mazhab dalam Islam, dalam hal ini Sunni, Syiah, Salafi/Wahabi, dan beberapa yang lain, dianggap sah dalam Islam. Putusan ini diperkuat lagi dengan pertemuan puncak negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Makkah, Desember 2005. Ulama yang menyepakati hal tersebut bukan kaleng-kaleng, melainkan besar ulama dunia yang terkenal kealiman dan reputasinya, seperti Syekh Yusuf al-Qardhawi, Syekh Mahmoud Syaltout, Syekh Ali Thantawi, Ayatollah Ali Chameny, dan banyak lagi, termasuk dari Indonesia seperti Prof Dr M Quraisy Shihab. Risalah Amman juga berpesan, sesama umat Islam tidak boleh mengkafirkan golongan yang lain, hanya karena berbeda mazhab, aliran dan ulama anutannya.

Sikap merasa benar sendiri dan menyalahkan golongan lain sebagai kafir atau sesat hanya memperlemah posisi umat Islam. Di antara yang sangat menguras energi selama ini adalah meletakkan Sunni – Syiah pada posisi berlawanan, sehingga kedua pihak tenggelam dalam perdebatan berkepanjangan yang tidak habis-habisnya. Bukan saja perdebatan akademis dan konflik di akar rumput, tapi juga memutus ukhuwah sesama mereka.

Harus Bersatu

Mendiang Ayatollah Khomeiny (wafat 3 Juni 1989) menyatakan, Islam adalah Islam, bukan timur bukan barat, Islam la syarqiyyah wa la gharbiyyah, yang seharusnya bersatu tanpa perlu mempersoalkan mazhab. Permusuhan Syiah dengan Sunni dan golongan lainnya, bukanlah kehendak pihaknya, melainkan diciptakan oleh Amerika dan sekutunya yang tidak ingin melihat umat Islam bersatu dan lebih ingin umat Islam lemah dan pecah selamanya. Akibatnya banyak agenda-agenda besar umat Islam dalam membangun dan memajukan dirinya jadi terhambat, termasuk membebaskan tanah Palestina dari pendudukan Israel yang sudah berlangsung hampir ¾ abad lamanya.

Hal sama ditegaskan kembali oleh Ayatollah Ali Chameny, pimpinan tertinggi Iran saat ini, bahwa sesama umat Islam apapun mazhab dan alirannya hendaknya bersatu. Mereka sebenarnya punya ajaran agama yang sempurna, punya potensi, kekayaan, dan banyak kelebihan, sehingga negara yang satu bisa membantu yang lain. Sekiranya umat Islam bersatu, kita telah lama menjadi kuat, dan bisa membebaskan Palestina dan tidak akan berada di bawah ketiak, dominasi dan ketergantungan dengan negara-negara besar. Klaim ini tidak berlebihan, terbukti Iran yang diembargo sekian lama, mampu hidup mandiri, bahkan memiliki kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk teknologi persenjataan, yang bahkan sebagian negara maju tidak mampu memilikinya.

Baca Juga :  Membincang Pendidikan tanpa Biaya

Hari-hari ini kita menyaksikan Iran dan Israel saling serang dengan kekuatan dahsyat, menghancurkan dan mematikan. Hampir semua sudut dunia tercengang. Israel yang selama ini sangat semena-mena terhadap Palestina, melakukan berbagai kejahatan perang dan genosida, dan seperti mengganggap mereka bukan manusia, menyombongkan diri dan mengklaim sebagai negara yang terkuat militer dan persenjataannya di Timur Tengah, ternyata tidak sekuat yang diduga. Israel hanya sukses membunuhi rakyat Palestina tak berdosa yang sudah di atas 50 ribu jiwa dan beberapa pemimpin lain yang dimusuhinya. Israel juga berobsesi membunuh pemimpin tertinggi Iran. Dikiranya dengan cara itu Israel tidak lagi dimusuhi dan masalah akan selesai, padahal masalah sebenarnya terletak pada Israel sendiri.

Pihak Iran dan Israel sama-sama menderita kerugian, dari hancurnya infrastruktur sampai nyawa yang tidak terhitung jumlahnya. Meski ada gencatan senjata, ancaman meletusnya perang kembali dan eskalasinya tetap membayang yang akan menyeret banyak negara. Israel sendiri kelihatannya sudah terdesak, banyak rakyat yang memaki Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan ingin agar ia segera diganti. Bahkan mantan PM Ehud Olmert mengatakan, musuh Israel sebenarnya bukan Hamas bukan Iran, tapi Netanyahu yang sengaja menyeret negara dalam perang. Kini banyak rakyat dan pemuka agama Yahudi memelas agar Iran menghentikan perang dan memaafkan kesalahan para pemimpin negeri mereka, meskipun sikap diskriminatif, misalnya tidak mengizinkan penduduk Muslim dan Kristen ikut bersembunyi dalam bunker, masih ada.

Dalam kondisi demikian, tentunya tidak perlu lagi ada yang menganggap perang ini main-main, sandiwara, atau Iran tidak mewakili umat Islam dunia, karena mazhabnya berbeda. Pesan Habib Hanif bin Abdurrahman al-Atthos, semua pihak hendaknya memberikan Iran dukungan, dengan apa saja yang dimiliki, minimal dengan doa. Jangan sampai bersikap nyinyir, dengan mempersoalkan Syiah, Sunni dan sebagainya yang tidak perlu, yang dapat melemahkan semangat perjuangan melawan Israel dan membebaskan Palestina. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan