Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Sejarah dan Keberagamaan Bangsa

×

Sejarah dan Keberagamaan Bangsa

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : Ahmad Barjie B
Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel

Beberapa tahun lalu tepatnya Jumat 27 Mei 2022, Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif MA, biasa dipanggil Buya Syafii, tutup usia dan dimakamkan di Maqbarah Husnul Khatimah Kulon Progo Yogyakarta. Ikut bertakziah dan shalat jenazah saat itu presiden bersama beberapa menteri yang sengaja terbang dari Jakarta. Shalat jenazah bergiliran, diantaranya diimami Ketum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nasir, Menko Polhukkam Prof Dr Mahfud MD, dan lainnya.

Kalimantan Post

Buya Syafii kelahiran Sumpurkudus Sumatra Barat 31 Mei 1935, meninggal karena sakit dan usia tua jelang ulang tahunnya ke-87. Ia tokoh yang aktif melontarkan pemikiran untuk kebaikan bangsa dan negara, bahkan hingga ujung-ujung usia. Buya taat beragama dan aktif bersilaturahim dengan semua, dari atas hingga masyarakat akar rumput. Buya juga seorang yang dermawan dan senang menolong orang. Ia tidak mau terlalu ditokohkan, suka tampil sederhana, senang berada sejajar dengan rakyat kebanyakan. Walau bicaranya sering tegas, kritis dan menyengat, kesehariannya santun dan rendah hati. Mungkin karena sikap hidup begini, ia tidak pikun hingga usia senja.

Belajar Sejarah

Banyak hal perlu digarisbawahi dari ketokohan Buya Syafii. Di luar perannya di Muhammadiyah dengan posisi puncak Ketua Umum Pimpinan Pusat periode 2000-2005 menggantikan Prof Dr Amien Rais, yang pascareformasi sibuk memimpin PAN dan Ketua MPR, Buya seorang pakar sejarah dan peradaban Islam. Ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan dan kiprahnya sebagai akademisi dan cendekiawan. Buya beroleh gelar MA dalam ilmu sejarah dari Universitas Ohio 1980 dan PhD bidang pemikiran Islam dari Universitas Chicago AS 1982, di bawah bimbingan tokoh pemikir Islam internasional asal Pakistan, Prof Dr Fazlur Rahman. Sekembalinya ke tanah air, Buya menjadi dosen dan guru besar sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta, dosen tamu di Universitas Iowa AS dan Universitas Kebangsaan Malaysia.

Lantas apa pendapat Buya tentang sejarah?. Bagi Buya, sejarah semua bangsa, termasuk Indonesia, sudah dikisahkan dalam berbagai cerita masa lampau, tertulis dalam buku-buku sejarah maupun terpatri dalam ingatan sebagian anak bangsa. Masa lampau yang dikisahkan sejarah adalah memori kolektif yang kaya akan contoh-contoh, terpuji dan tercela. Yang terpuji untuk diteladani dan yang tercela untuk dihindari.

Baca Juga :  GELAS-GELAS KACA

Pendapat Buya ini menuntut kita yang hidup hari ini untuk tidak melupakan sejarah masa lalu sebagai cermin melangkah ke masa depan. Bung Karno sebagai seorang pendiri bangsa juga mengatakan, Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ini sejalan pendapat Allan Nevins dalam The Gateway of History (1962), “sejarah adalah jembatan penghubung masa silam dan masa kini, dan sebagai petunjuk arah ke masa depan”. Muhsin Mahdi dalam The Ibn Chaldun’s Philosophy of History (1971) mengatakan pula, salah satu fungsi sejarah mengajari manusia sebagai pelaku jabatan publik (di masa sekarang) tentang bagaimana orang-orang di masa lalu bertindak dalam keadaan khusus, tentang pilihan-pilihan yang dibuatnya, juga tentang keberhasilan dan kegagalan mereka”.

Mengacu sejarawan barat (Eropa) dan timur (muslim) di atas, dapat ditegaskan, tanpa mengenal sejarah, orang-orang yang memiliki tanggung jawab dan memegang jabatan publik akan kehilangan arah dan acuan dalam menjalankan kebijakannya. Kalau sudah demikian, sangat mungkin akan terjadi apa yang dinamakan “jatuh ke lubang yang sama dua kali bahkan berkali-kali”. Peribahasa Perancis: le histoirie se repete, sejarah selalu berulang.

Sebelum menjadi NKRI sekarang, bangsa Indonesia sudah melewati berbagai episode kesejarahan. Ada masa kerajaan Hindu-Budha seperti era Sriwijaya dan Majapahit, dan masa Islam seperti era Kesultanan-kesultanan Nusantara. Setelah episode penjajahan yang sangat lama dan menyedihkan, bangsa Indonesia merdeka. Di era kemerdekaan ini pun banyak nuansa sejarahnya, sejak era kepemimpinan Bung Karno (Orde Lama), Pak Harto (Orde Baru) dan seterusnya hingga era reformasi sekarang. Kita sudah memiliki tujuh presiden, belum termasuk para perdana menteri dan presiden di era darurat perang.

Semua orde dan era dengan sejumlah pemimpin dan gaya kepemimpinannya yang tidak sama, memberikan pengalaman yang sangat berharga. Mereka semua memiliki kelebihan dan kekurangan. Mengacu kepada makna sejarah, seharusnya kita dapat mengambil hal-hal baik dan membuang hal-hal buruk.

Baca Juga :  HUKUM ALLAH

Persatuan Universal

Hal penting yang juga sering ditekankan Buya Syafii adalah perlunya bangsa ini bersatu dalam NKRI yang berfalsafah Pancasila dengan dasar UUD 1945. Buya ingin agar pilar-pilar berbangsa dan bernegara yang sudah dicetuskan para pendiri bangsa terus diperkuat dan dipelihara.

Pemelihara utama kesatuan dan persatuan bangsa tidak lain adalah umat beragama. Karena itu Buya berpesan agar semua pemeluk agama mengedepankan kebersamaan, menonjolkan persamaan, dan menjadikan perbedaan yang ada pada ranah akidah, ibadah dan budaya sebagai khazanah bangsa. Jangan perbedaan itu menjadi penyebab retaknya persatuan dan memicu konflik horisontal. Perbedaan harus menjadi lem perekat kebangsaan. Buya ingin keislaman senafas dengan keindonesiaan dan kemanusiaan.

Menurut Buya, agama pada tingkatannya yang murni dan agung menawarkan keamanan dan fondasi spiritual yang kokoh dalam kehidupan. Fondasi religius ini akan melahirkan peradaban dan mendasarkan filsafat hidupnya pada keimanan kepada Tuhan, sehingga terwujud kehidupan yang asri, anggun dan adil. Peradaban ini tidak dapat ditawarkan oleh peradaban sekuler. Kehidupan dan peradaban seperti inilah yang menjadi kerinduan semua umat manusia.

Dalam perjalanan hidupnya, Buya Syafii juga kerap menuai kritik, karena berani berpendapat berbeda, dan memang tidak ada manusia sempurna. Begitu juga para pemimpin kita kemaren dan hari ini, di pusat dan daerah, selain ada kelebihan banyak kekurangan. Kekurangan itu sebenarnya dapat ditutupi dan diatasi dengan terbuka terhadap kritik konstruktif, sebab lawan pendapat adalah kawan berpikir. Jadi masalah apabila seseorang sudah merasa benar dan tidak mau dikritik lagi.

Banyak belajar sejarah, baik peristiwanya maupun kehidupan para tokohnya sangat manfaat. Sejarah adalah simpulan berbagai peristiwa nyata, informasi dan ilmu masa lalu. Agama menyuruh kita melihat masa lalu agar dapat mengambil pelajaran untuk kebaikan dan keselamatan masa depan. Tak hanya masa depan di dunia, bahkan sampai ke akhirat. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan