Oleh : Ahmad Barjie B
Pemerhati Sosial Keagamaan
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keamanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS. At Taubah : 128).
Allah SWT sendiri menyebut Nabi kita sebagai uswatun hasanah, teladan terbaik. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyaka menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 21). Allah SWT juga memuji Nabi Muhammad saw sebagai pemilik kepribadian sejati. Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung. (QS. Al-Qalam : 4).
Walaupun Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang luar biasa, namun perikehidupan yang beliau jalani bukan untuk beliau sendiri, melainkan untuk diteladani oleh semua orang sesuai dengan keadaan dan kompetensinya. Bagi ulama meneladani Rasulullah dari segi kealiman, kecerdasan dan ketawadhuan, bagi umara meneladani Rasulullah dari segi kezuhudan, perhatian, keadilan dan kedekatan pada rakyatnya dan seterusnya. Agama Islam itu sendiri, menurut pendapat banyak ahli adalah al-risalah wa daulah, suatu agama sekaligus sistem pemerintahan. Karena itu Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau, terutama khalifah yang empat juga telah menjalankan kedua misi tersebut, yaitu misi agama dan pengelolaan pemerintahan. Mereka sebagai ulama sekaligus umara. Rasulullah memiliki wahyu, dengan sifat tabligh wahyu itu telah disampaikan kepada umat. Kemudian dengan sifat siddiq, amanah, fathonahnya beliau juga cerdas dalam memimpin masyarakat. Begitu juga para Sahabat, mereka banyak yang hafal Alquran, sekaligus mampu menjalankan pemerintahan.
Sekarang kita tentu sulit mencari ulama sekaligus umara, sebab kondisi, kebutuhan dan jenjang pendidikannya sudah berbeda-beda. Ada sekolah agama seperti pondok pesantren sampai Perguruan Tinggi Islam, yang muaranya ingin mencetak ulama. Dan ada sekolah-sekolah dan Perguruan tinggi umum yang muaranya mencetak umara dan praktisi berbagai profesi lain. Oleh karena itu di masa sekarang ini kita tidak perlu memaksakan diri, dalam arti ulama harus menjadi umara, atau sebaliknya umara harus menjadi ulama. Allah SWT tidak membebani kita di luar kesanggupan. Yang penting seseorang bertugas sesuai keahliannya. Bila seseorang mengemban tugas tidak sesuai keahliannya, dikhawatirkan akan berakibat gagalnya suatu urusan. Nabi SAW memperingatkan, jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya. (HR al-Bukhari).
Penting sekali masing-masing pihak menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Bila keduanya baik, insya Allah masyarakat juga akan menjadi baik. Di dalam sebuah hadits diterangkan: Artinya: Ada dua golongan di antara manusia, jika keduanya baik baiklah seluruh manusia (rakyat) dan jika keduanya buruk maka buruklah seluruh rakyat, itulah ulama dan umara (HR Abi Naim).
Banyak Ulama
Daerah Kalimantan Selatan yang kita cintai ini amat banyak memiliki ulama, guru-guru agama, tokoh agama atau pemimpin agama di masyarakat. Hal ini karena sejak puluhan tahun silam di berbagai pelosok daerah kita ini telah berdiri banyak Madrasah, pondok pesantren atau sekolah-sekolah dan Perguruan tinggi agama, besar atau kecil, yang semua itu telah melahirkan banyak ulama dan pemuka agama yang selalu berperan di masyarakat dari masa ke masa.
Menteri Agama di era Orde Baru, Alamsyah Ratuperwiranegara, menyebut para ulama sebagai informal leader di tengah masyarakat. sedangkan pejabat pemerintah dalam berbagai jajarannya disebut sebagai formal leader. Bagi masyarakat yang cukup agamis dan paternalistis menurut Alamsyah, peranan informal leader lebih kat dan berpengaruh daripada foral leader, karena kedekatan mereka dengan masyarakat atau umatnya. Ulama dan guru agama sering dimintakan peranannya untuk mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan dan keumatan. Mulai dari memberikan nasihat-nasihat agama, memimpin upacara-upacara keagamaan, membagikan harta warisan, bahkan sampai mengatasi percekcokan rumah tangga dan juga sering diminta memberi air penawar untuk suatu penyakit atau penerang hati. Ini menunjukkan peran ulama sangat vital dan sentralistis.
Ulama yang mampu dijadikan rujukan semua kalangan tersebut tentunya ulama yang mampu menjaga netralitasnya, sehingga posisinya betul-betul berada di tengah-tengah masyarakat tanpa tersekat oleh kubu-kubu partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan. Dengan kata lain, ulama itu tidak ke mana-mana, tetapi ada di mana-mana. Apabila hal ini bisa kita sadari bersama, insya Allah posisi ulama tersebut senantiasa terhormat sepanjang masa.
Sebaliknya bila ulama terlalu memihak kelompok, partai dan kepentingan politik tertentu, sehingga ulama terjun dalam politik praktis, maka masyarakat akan terpecah-belah, karena masyarakat juga akan terkotak-kotak. Memang politik bukan sesuatu yang jelek, tetapi politik itu sendiri dipahami masyarakat dengan bermacam-macam pandangan. Tidak jarang masyarakat menilai ulama telah mendapatkan sesuatu, padahal sesungguhnya tidak demikian, ulama hanya menerima baik semua orang. Kalau pun ada yang diberikan pada ulama, biasanya juga digunakan untuk kepentingan umat.
Tetap Sederhana
Rasulullah SAW sendiri ketika menjalankan misi kerasulan beliau, seringkali ditawari dengan berbagai tawaran dan godaan. Beliau pernah ditawari jabatan tinggi, harta kekayaan dan wanita cantik, baik tawaran langsung maupun lewat paman beliau Abu Thalib, tetapi beliau tetap konsisten untuk lebih mengutamakan tugas dakwahnya. Beliau mengatakan, Hai paman, demi Allah, Andaikan mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku. agar aku berhenti berdakwah, sungguh tidak akan kutinggalkan, sampai nati Allah membuktikan keberhasilan usahaku atau aku akan binasa karenanya”.
Prinsip Nabi ini sangat agung dan mahal harganya dewasa ini, sebab sekarang ini semakin banyak godaan harta benda duniawi, yang tidak jarang dapat melunturkan prinsip beragama kita. Itulah sebabnya para ulama sufi dahulu mengajarkan konsep zuhud, yaitu kita tidak tergoda atau merasa bahagia berlebihan dengan harta atau kedudukan, dan tidak pula bersedih bila tidak memilikinya. Orang yang zuhud merasakan kedekatan kepada Allah di atas segala-galanya. Maqam zuhud ini tentu sangat berat, tetapi kita yakin dan percaya, masih banyak orang yang mampu memegang dan mengamalkannya secara nyata. Sekarang ada istilah sufi berdasi, mereka bisa berupa pejabat atau pengusaha, namun hatinya tetap dekat dengan Allah, kekayaan dan kedudukannya hanya dijadikan sarana menjunjungtinggi perintah Allah.
Memang sekarang ini ulama juga dituntut berwawasan politik, tetapi peran strategis ulama lebih ditekankan pada pencerahaman dan pembinaan masyarakat. misalnya bagaimana criteria pemimpin yang baik, bagaimana cara memilih dan membantu tugas pemimpin di masyarakat dan seterusnya. Bukan pada politik praktis dengan mendukung, menolak atau menduduki suatu jabatan politik tertentu, karena bila itu dilakukan dikhawatirkan tanggung jawab akan umat akan terabaikan.
Kita harapkan pemimpin kita dapat diandalkan untuk menjalankan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Mengacu kepada Rasulullah sebagai figure teladan, hendaknya kita mampu memilih pemimpin menyintai rakyat dan dicintai rakyatnya, yang dekat dengan rakyat, penuh perhatian, adil, jujur, amanah dan bijaksana. Sekarang ini banyak rakyat masih miskin, pekerjaan sulit, harga-harga barang dan jasa mahal, pendidikan dan kesehatan relatif mahal, dan berbagai problema sosial ekonomi lainnya. Semua ini sangat membutuhkan pemimpin daerah yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan, disiplin dalam menggunakan anggaran, sehingga betul-betul mampu mensejahterakan masyarakat secara optimal. Pemimpin yang baik dan adil akan beroleh pahala yang berlipat ganda, karena banyak orang yang merasakan kebaikan dan manfaatnya. Sebaliknya pemimpin yang tidak adil dan pendukungnya, juga akan beroleh siksa yang berlipat ganda, sebab banyak orang yang terlibat di dalamnya.