Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Waspadai Transaksi Rumah di Luar Prosedur Resmi (SOP)

×

Waspadai Transaksi Rumah di Luar Prosedur Resmi (SOP)

Sebarkan artikel ini

Oleh : Cikra Wakhidah Nur Fitrotun Aziza
Asisten Ombudsman Kalimantan Selatan

Awal 2025, seorang warga Banjarmasin datang melapor ke Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam transaksi pembelian rumah yang melibatkan oknum pejabat Perumnas di daerah. Dalam laporannya, warga tersebut mengaku telah menyerahkan uang pembayaran secara tunai dan bertahap kepada Plt Manajer Regional Perumnas setempat. Namun, ia hanya menerima kwitansi yang ditandatangani dan dibubuhi stempel instansi.

Baca Koran

Sekilas, bentuk kwitansi tersebut tampak resmi. Akan tetapi, setelah ditelaah, ternyata dokumen itu tidak memenuhi standar administrasi dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) perusahaan. Artinya, secara kelembagaan, transaksi itu tidak dapat dianggap sah atau terikat secara administratif oleh perusahaan.

Penyimpangan Prosedur

Perumnas, sebagai perusahaan umum milik negara, telah menetapkan prosedur yang baku dalam proses penjualan unit rumah kepada masyarakat. Dalam Dokumen Prosedur Penanganan dan Pengendalian Penjualan Nomor PR-SAR08-003, terutama pada poin 7.2.1.3.c, ditegaskan bahwa setiap pembayaran uang muka hanya boleh dilakukan dengan metode resmi seperti tunai, cek, kartu kredit, atau transfer ke rekening yang ditunjuk oleh perusahaan. Selain itu, setiap transaksi harus disertai Surat Pesanan (SP) yang dibuat secara urut (prenumbered), dan disesuaikan dengan identitas unit yang telah disetujui.

Sayangnya, dalam kasus ini, seluruh ketentuan tersebut diabaikan. Tidak ada Surat Pesanan, tidak ada penomoran resmi, dan pembayaran dilakukan secara langsung kepada individu, bukan ke rekening resmi perusahaan. Kondisi ini tentu berisiko tinggi bagi konsumen, karena tidak ada perlindungan hukum yang kuat jika kemudian terjadi sengketa atau proyek tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Yang lebih memprihatinkan, transaksi tersebut terjadi karena korban percaya sepenuhnya pada status pelaku sebagai pejabat formal di perusahaan milik negara. Ini menjadi peringatan serius bagi publik bahwa jabatan resmi bukan jaminan integritas pribadi, dan transaksi yang tampak meyakinkan bisa saja menyalahi prosedur jika tidak dilakukan melalui jalur administratif yang benar.

Baca Juga :  Indonesia Mantap Menuju Swasembada Pangan

Perumnas sebagai instansi penyelenggara program perumahan nasional seharusnya menjadi contoh dalam hal tertib administrasi dan akuntabilitas publik. Sebagai perusahaan yang mengemban mandat sosial sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2015 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional. Perumnas tidak hanya dituntut menghasilkan produk, tetapi juga memastikan bahwa setiap proses berjalan sesuai hukum dan prinsip perlindungan konsumen.

Penyelesaian

Ironisnya, dalam kasus ini, Perumnas menyampaikan bahwa karena transaksi dilakukan di luar prosedur resmi dan tanpa pencatatan internal, maka solusi yang ditawarkan kepada korban adalah melalui jalur pengadilan. Artinya, konsumen harus menempuh gugatan hukum perdata sendiri untuk menuntut ganti rugi, meskipun pelaku adalah pejabat perusahaan. Pendekatan ini tentu sangat membebani masyarakat, dan menunjukkan minimnya upaya tanggung jawab internal dari lembaga.

Oleh karena itu, Perumnas tidak boleh lepas tangan. Ketika terjadi pelanggaran SOP oleh pejabat internal, apalagi jika berujung merugikan masyarakat, maka penegakan disiplin internal dan pemulihan kerugian konsumen harus menjadi prioritas. Bila tidak, kepercayaan publik terhadap lembaga akan luntur, dan misi sosial perusahaan pun kehilangan makna.

Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pembelajaran penting. Jangan tergiur oleh iming-iming cepat akad, potongan harga, atau kedekatan personal dengan pejabat. Dalam urusan pembelian rumah yang merupakan keputusan finansial besar, pastikan semua proses berjalan sesuai prosedur resmi, lengkap dengan dokumen pendukung seperti Surat Pesanan, bukti transfer ke rekening perusahaan, dan salinan perjanjian tertulis.

Jika ragu, masyarakat dapat berkonsultasi atau melapor ke lembaga pengawas seperti Ombudsman atau instansi perlindungan konsumen. Sedikit kehati-hatian di awal akan menyelamatkan dari potensi kerugian besar di kemudian hari. Rumah bukan sekadar bangunan fisik, tetapi juga hak hukum yang harus dilindungi dengan proses yang benar.

Iklan
Iklan