Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Derap Nusantara

Berapa Persentase Cadangan Ideal Beras Pemerintah?

×

Berapa Persentase Cadangan Ideal Beras Pemerintah?

Sebarkan artikel ini
IMG 20250821 WA0036

Oleh : Entang Sastraatmadja*)

PERUM Perum Bulog baru-baru ini memberikan penjelasan terkait polemik penguasaan stok beras nasional dan fisika dengan stabilitas harga di pasar.

Kalimantan Post

Penjelasan ini menjadi penting karena muncul pertanyaan publik mengenai tingginya harga beras di berbagai daerah, padahal data menunjukkan ketersediaan beras secara nasional berlimpah.

Pertanyaan yang mengemuka adalah apakah penguasaan stok beras oleh pemerintah yang saat ini sekitar 8 persen sudah cukup ideal untuk menjaga kestabilan harga dan menjamin ketahanan pangan nasional.

Hingga kini, belum ada standar baku mengenai berapa persen cadangan beras idealnya yang dikuasai suatu negara.

Namun, Badan Pangan Nasional (NFA) mengacu pada definisi swasembada pangan dari FAO yang menyebutkan bahwa suatu negara dianggap swasembada bila mampu memenuhi minimal 90 persen kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri.

Berdasarkan proyeksi neraca pangan nasional 2025, Indonesia memperkirakan total produksi beras dalam negeri mencapai 32,29 juta ton, dengan stok awal tahun sebesar 8,1 juta ton.

Dengan demikian, total ketersediaan beras nasional diperkirakan mencapai 40,95 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi tahunan sekitar 30,97 juta ton.

Angka ini menunjukkan adanya surplus sekitar 10 juta ton yang seharusnya menjadi ruang bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan beras tetap aman.

Pemerintah melalui Bulog memiliki mandat untuk menyerap minimal 3 juta ton beras setara gabah pada panen raya untuk mengisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang saat ini mencapai sekitar 4,2 juta ton.

Namun, dari total ketersediaan beras nasional, hanya 8 persen yang dikuasai pemerintah, sedangkan 92 persen lainnya berada di tangan swasta, baik penggilingan besar, pedagang, maupun distributor.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar yakni dengan porsi penguasaan yang relatif kecil, sejauh mana pemerintah memiliki kendali efektif terhadap harga beras di pasar?

Fakta menunjukkan bahwa melimpahnya produksi beras dan cadangan pemerintah tidak otomatis membuat harga di pasar terkendali.

Dalam beberapa pekan terakhir, harga beras di berbagai daerah tercatat meningkat cukup signifikan. Pemerintah sendiri berupaya menghadapi tantangan untuk menurunkannya kembali ke tingkat yang wajar.

Hal ini menandakan adanya faktor-faktor struktural yang mempengaruhi pembentukan harga beras di pasar, di luar ketersediaan stok.

Harga beras

Setidaknya ada lima faktor utama yang menjelaskan fenomena harga beras yang tetap tinggi meskipun ketersediaannya cukup.

Pertama, adanya praktik manipulasi harga. Sebagian produsen besar dan pedagang dapat memanfaatkan situasi dengan menimbun stok beras untuk menciptakan kelangkaan semu, sehingga harga naik.

Baca Juga :  Urgensi Perbaikan Tata Kelola Beras di Indonesia

Kedua, peran perantara yang cukup dominan. Dalam rantai distribusi, banyak pedagang perantara menambahkan margin keuntungan besar sehingga harga di tingkat konsumen jauh lebih tinggi dibandingkan harga dari produsen atau petani.

Ketiga, keterbatasan akses informasi harga, baik di tingkat petani maupun konsumen. Minimnya transparansi membuat sebagian pihak diuntungkan, sementara petani dan konsumen menjadi pihak yang dirugikan.

Keempat, efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengatur harga beras masih perlu diperkuat. Kebijakan stabilisasi harga dan distribusi yang ada belum sepenuhnya mampu membatasi penahanan harga di pasar.

Kelima, faktor ekonomi. Sebagian pedagang dan investor melakukan pembelian besar-besaran dan menimbun stok sebagai bagian dari strategi spekulasi, yang berakibat pada naiknya harga secara cepat.

Dalam konteks ini, pemerintah memiliki pekerjaan rumah besar untuk menyusun strategi komprehensif dalam mengendalikan harga dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan transparansi harga beras melalui sistem informasi berbasis digital yang dapat diakses petani, pedagang, dan konsumen secara real-time.

Hal ini akan meminimalisir praktik manipulasi harga sekaligus membantu masyarakat memahami kondisi pasar secara objektif. Selain itu, pemerintah perlu mendorong penyederhanaan rantai distribusi beras agar peran perantara dapat dikurangi dan harga menjadi lebih efisien.

Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan beberapa strategi untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras.

Pertama, meningkatkan produksi beras nasional melalui program intensifikasi pertanian, penggunaan varietas unggul, dan pembangunan infrastruktur pertanian yang memadai.

Kedua, mengelola cadangan beras pemerintah (CBP) secara efektif untuk menjamin ketersediaan beras dan menurunkan gejolak harga. Ketiga, memperketat pengawasan harga di sebabkan pasar agar penayangan harga tidak terjadi tanpa yang jelas.

Keempat, memastikan distribusi beras berjalan efisien dan merata ke seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil yang sering mengalami harga lebih tinggi karena kendala logistik.

Kelima, memperkuat kerja sama dengan para pemangku kepentingan, mulai dari petani, penggilingan, pedagang, hingga industri pangan, agar rantai pasok beras lebih terintegrasi dan stabil.

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan strategi jangka panjang untuk meningkatkan penguasaan stok beras nasional.

Salah satunya dengan memperluas kapasitas Bulog dalam menyerap beras dari petani, sehingga cadangan pemerintah lebih kuat dan dapat digunakan sebagai instrumen stabilisasi harga ketika terjadi gejolak.

Baca Juga :  Tanda Anak Cacingan dan Pengobatannya

Pengelolaan stok

Peningkatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) juga harus diikuti dengan pengelolaan stok yang efisien, termasuk sistem rotasi stok agar kualitas beras tetap terjaga dan tidak menimbulkan kerugian negara.

Dengan cadangan yang memadai, pemerintah memiliki ruang lebih besar untuk melakukan intervensi pasar secara tepat waktu dan efektif.

Kebijakan pengelolaan stok beras dan stabilisasi harga tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Diperlukan koordinasi yang erat dengan pemerintah daerah untuk memetakan kebutuhan, mengoordinasikan pergerakan harga, dan memastikan distribusi berjalan lancar.

Pada saat yang sama, kolaborasi dengan sektor swasta perlu diarahkan pada model strategi kemitraan, bukan sekadar transaksi pasar biasa. Dengan membangun kepercayaan dan insentif yang seimbang, pemerintah dapat menciptakan ekosistem pangan yang sehat, kompetitif, dan berkeadilan.

Lebih jauh lagi, kebijakan harga beras juga harus memprioritaskan kesejahteraan petani sebagai produsen utama.

Selama ini, harga tambahan sering kali tidak memberikan dampak positif yang signifikan bagi petani karena keuntungan lebih banyak dinikmati pedagang besar dan rantai distribusi.

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan stabilisasi harga tidak hanya berfokus pada konsumen, tetapi juga memberikan insentif yang bermanfaat bagi petani untuk terus meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen.

Pertanyaan tentang berapa persen idealnya cadangan beras yang dikuasai negara memang masih terbuka dan belum memiliki satu jawaban pasti.

Namun yang jelas, penguatan cadangan pemerintah menjadi salah satu kunci untuk menjaga ketahanan pangan dan menstabilkan harga.

Semakin besar peran pemerintah dalam menguasai stok, semakin besar pula kemampuannya dalam menjaga keseimbangan pasar.

Pembahasan tentang porsi ideal ini seharusnya menjadi bagian dari pembahasan kebijakan nasional agar strategi yang diambil tidak hanya berdasarkan asumsi, tetapi berlandaskan data dan analisis yang komprehensif.

Pada akhirnya, keberhasilan menjaga stabilitas harga beras bukan hanya soal angka stok, tetapi juga soal kebijakan manajemen, integrasi data, kolaborasi antar pihak, dan keberanian melakukan inovasi.

Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, petani, pelaku pasar, dan konsumen, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan.

Semoga pembahasan ini menjadi refleksi bersama untuk menemukan strategi terbaik dalam memastikan beras, sebagai komoditas strategis bangsa, tersedia secara adil, terjangkau, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)

*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

Iklan
Iklan