Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

DISKUSI BUKU DEMOKRASI DI ATAS KAPAL KARAM

×

DISKUSI BUKU DEMOKRASI DI ATAS KAPAL KARAM

Sebarkan artikel ini
andi nurdin lamudin1. FOTO SALAM
andi nurdin lamudin

Oleh : ANDI NURDIN LAMUDIN

Adalah merupakan hal yang sangat menarik dan kreatif,jika di Banjarmasin ini diadakan diskusi pada Gramedia jalan Veteran yang diadakan 5 Juli atau 9 Muharram,yang masih berhubungan dengan tahun baru Islam. Panitia pelaksana yang bekerja sama dengan Gramedia dan Forum Ambin Demokrasi, nampaknya ingin mengadakan agar para pembaca buku dan mereka yang haus ilmu pengetahuan, memang seharusnya mengadakan suasana diskusi. Karena buku memang harus dimengerti dengan adanya diskusi, selain juga akan menambah wawasan dan pemacu generasi muda untuk berkaya dalam tulisan.

Kalimantan Post

Ketika itu buku yang berjudul “Demokrasi di atas kapal karam” adalah kumpulan tulisan dalam tanggapan sosial politik dan permasalahan sosial masyarakat di Banua Banjar dan bersifat online oleh DR Mohammad Effendi. Dimana pada artikel ke-52, dikatakan bahwa gerakan kampus yang mulai bersuara nyaring menyikapi perkembangan politik nasional yang dianggap memprihatinkan ternyata ditanggapi secara menyakitkan oleh pihak istana. Juru bicara istana di depan para awak media menyampaikan bahwa sikap kampus yang mendeklarasikan berbagai pernyataan berisi kritik terhadap sikap dan kebijakan Presiden adalah bagian dari sikap partisan terkait dengan politik electoral. Hal itu, menurut Mohammad Effendy, menimbulkan reaksi keras dan memunculkan rasa marah para guru besar dan para akademisi. Karena penilaian itu jelas tidak bersandar pada nalar yang jernih. Dimana sebenarnya masyarakat kampus adalah komunitas yang selalu menjaga nilai-nilai kebenaran berdasarkan pikiran rasional serta diiringi dengan etika akademik.

Sebenarnya kritikan kalangan kampus semata-mata didasarkan pada rasa tanggung jawab terhadap masa depan bangsa yang dinilai kian menjauh dari cita-cita kemerdekaan. Kesenjangan sosial yang makin tajam, tingkat kemiskinan rakyat yang kian menyebar luas, serta rasa keadilan yang terkoyak-koyak mengusik rasa hati nurani. Kalangan kampus melakukan keberpihakan mereka adalah pada nilai-nilai kebangsaan yang ingin mewujudkan rasa keadilan, bukan pada jabatan politik dan jabatan pemerintahan.

Baca Juga :  BUMI YANG PENYABAR

Kalau kita kembali mengingat peristiwa Muharram, apalagi pada 10 Muharram, hal yang tidak terlupakan jika Husin sebagai cucu Rasulullah, shahid pada ketika bersamaan dengan 10 Muharram. Simbolik Husin,adalah penentang arti yang disebut tirani. Sehebat apapun dan sekuat apapun sebuah organisasi kejahatan, apalagi sampai disebut negara, namun dengan tidak berakar pada dasar kebenaran dan keadilan, apalagi bertentangan dengan wahyu, haruslah dilawan. Itulah makna syahidnya Husin, yang akan membawa sumber inspirasi pada genarasi berikutnya. Apalagi jika kesyahidan itu dikarenakan oleh tipu daya dan penipuan, yang dilakukan oleh seorang yang dapat dikatakan sebagai raja atau pimpinan tertinggi. Di mana pemerintahan atau negara dibangun dengan sistim penindasan,pada mereka yang tidak mendukung atau cenderung bertolak belakang saja. Oleh karena itu pada keturunan nabi pun mereka tetap ingin memaksakan keinginan untuk menjadi pemimpin yang membangun sebuah pemerintahan yang nampaknya mulai menyimpang dari arahan Al-Qur’an dan hadist.

Memang zaman selalu berubah seperti siang dan malam, kesuksesan dan tenggelam sebuah negara dan pemerintahan juga begitu.Amal kebajikan serta perjuangan selalu mengikutinya.

Iklan
Iklan