Banjarbaru, KP – Sepanjang tahun 2025 terhitung sejak Januari hingga 20 Agustus, telah terjadi 164 kali kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dengan luasan lahan mencapai 358 hektare dengan jumlah titik api 2 ribu lebih.
Terdapat perbedaan penghitungan data luasan lahan terbakar.
Antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan pihak kementerian. Pihak kementerian berdasar hasil pencitraan satelit.
Sehingga ada perbedaan signifikan dengan data Karhutla BPBD Kalsel yang merupakan hasil pengamatan di lapangan.
“Sehingga wajar bila ada perbedaan, selain itu untuk Karhutla yang terjadi di wilayah konsesi pihak swasta di luar kewenangan BPBD Kalsel dalam penanganannya,” jelas Kabid Kesiapsiagaan Bencana BPBD Kalsel Bambang Dedi Mulyadi.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup, hingga 10 Agustus 2025, Kalsel menempati posisi keenam di bawah Kalimantan Barat.
Dengan lahan yang terbakar di Kalsel seluas 324,58 hektare lahan gambut. Sedangkan sisanya tanah mineral seluas 5.192,66 hektare.
Sementara luasan lahan terbakar perhitungan BPBD 358 hektar.
“Data tersebut hasil akumulasi Karhutla sepanjang 2025 mulai 1 Januari hingga 20 Agustus,” kata Bambang.
Untuk jumlah luas Karhutla tahun 2025, diperoleh berdasar data lapangan yang dilaporkan BPBD Kabupaten kota Se Kalimantan Selatan.
“Data kita kumpulkan berdasar pengamatan langsung kejadian Karhutla di lapangan oleh BPBD Kabupaten kota Se Kalsel,” kata Bambang.
Menurutnya, dengan luasan lahan terdampak Karhutla tersebut hingga saat, terjadi penurunan signifikan dibandingkan luas Karhutla tahun 2024.
Kondisi tersebut menunjukkan penanganan karhutla di Kalsel tahun ini lebih terkendali.
“Dampak Karhutla dapat ditekan seminimal mungkin, ini berkat kesigapan dan kolaborasi semua pemangku kepentingan dalam penanganan Karhutla, sesuai dengan arahan Gubernur Kalsel, kata Bambang
Selain itu, BNPB juga membantu melalui penyediaan helikopter waterbombing dan helikopter patroli udara yang sudah beroperasi sejak 18 Agustus 2025. Sementara Kementerian Lingkungan Hidup mendukung lewat operasi modifikasi cuaca (OMC) selama 10 hari untuk membasahi kawasan rawan terbakar.
“Dengan kombinasi penanganan karhutla melalui darat dan udara menjadikan langkah penanganan jauh lebih efektif dan efisien,” pungkas Bambang.(mns/K-2)