BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Di balik kemenangan telak Timnas Putri Indonesia U-16 atas Timor Leste dengan skor 6-0 di Stadion Manahan Solo, Rabu (20/8/2025) malam, terselip kisah seorang gadis belia dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Namanya Indira Fatima, pemain kelahiran Banjarmasin, 30 November 2011, yang malam itu untuk pertama kalinya tampil sebagai starter tim nasional.
Indira hanya bermain di babak pertama, namun ia berhasil menorehkan kontribusi penting berupa assist yang melahirkan gol ketiga Jezlyn Kayla Azkha. Di balik permainan tenang dan percaya dirinya, ada jejak panjang perjuangan yang penuh keterbatasan.
Ayahnya, Indra Syafruddin, masih ingat betul bagaimana anaknya mulai mengenal sepak bola. “Indira sudah mulai latihan privat sejak usia enam tahun, karena tidak ada sekolah bola khusus putri di sini, dia harus terbiasa main dengan anak laki-laki, kadang lawannya usianya lebih tua dua tahun, tiga tahun, tapi dia berani dan bisa mengimbangi,” ceritanyaz Kamis (21/8/2025).
Satu-satunya anak perempuan di lapangan saat itu, Indira tidak pernah merasa minder. Sebaliknya, ia justru menemukan kepercayaan diri dari teknik dasar yang terus diasah. Dukungan keluarga membuatnya semakin yakin melangkah.
Seiring waktu, bakat itu membawanya ke turnamen-turnamen nasional. Dari turnamen sepakbola di Palangkaraya (Kalteng), Bandung (Jabar), hingga Solo (Jateng), Indira mencatat prestasi luar biasa. Saat masih berusia 12 tahun, ia bahkan dipilih memperkuat Asprov Jabar U-17. Bersama tim All Star Jabar, ia berhasil menjuarai turnamen sepakbola nasional kelompok umur hingga menarik perhatian para pencari bakat.
“Yang bikin saya bangga, Indira selalu berani mencoba posisi baru, gelandang, striker, sayap kiri, bahkan kanan dan dia punya tendangan bebas yang kuat, itu salah satu senjatanya.” ujar Indra yang juga pelatih futsal PWI Kalsel U-40 ke atas meraih medali emas di Porwanas 2024.
Namun, perjalanan ini bukan tanpa tantangan. Indira kini dihadapkan pada pilihan besar: tetap bersekolah di Banjarmasin atau pindah ke kota besar agar karier sepak bolanya bisa berkembang.
“Kami masih pikirkan, pendidikan tetap penting, tapi kalau ingin serius di sepak bola, anak saya ini harus punya atmosfer kompetisi yang lebih besar.” tambah sang ayah.
Meski begitu, satu hal yang selalu ia tekankan pada putrinya adalah menjaga kegembiraan. “Saya selalu bilang, nikmati saja prosesnya, jangan sampai kehilangan mood,
kalau hatinya bahagia, dia akan terus semangat.” tegas pegawai Kejari Banjarmasin ini.
Dari lapangan kecil di Banjarmasin hingga panggung internasional, kisah Indira Fatima adalah gambaran nyata mimpi besar bisa lahir dari tempat sederhana, selama ada tekad dan cinta yang menyertainya. (nug/KPO-3)