Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kelaparan Gaza dan Kepemimpian Umat

×

Kelaparan Gaza dan Kepemimpian Umat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sala Nawari
Pemerhati Generasi

Pernyataan Menteri Warisan Budaya Israel, Amichai Eliyahu, yang menyepelekan kelaparan di Gaza, memperlihatkan betapa rendahnya nilai kemanusiaan di mata para penguasa Zionis. Bahkan, ia menyatakan Israel akan “berlomba-lomba” menghapus Jalur Gaza. Pandangan seperti ini menunjukkan bahwa penderitaan warga Gaza bukanlah akibat insiden atau bencana alam, melainkan bagian dari strategi yang disengaja—genosida dengan kelaparan (genocide by starvation).

Kalimantan Post

Blokade total sejak 2 Maret 2025, penutupan pintu Rafah dan Kerem Shalom, penghancuran lahan pertanian, serta penyerangan titik distribusi bantuan, telah menjadikan Gaza salah satu wilayah dengan tingkat kelaparan paling parah di dunia. Ini bukan ancaman di masa depan—ini adalah kenyataan hari ini.

Senjata Politik

Blokade yang diberlakukan pihak Zionis kerap dibungkus alasan keamanan, seolah untuk mencegah bantuan jatuh ke tangan Hamas. Namun rencana distribusi bantuan yang mereka usulkan melalui lembaga Gaza Humanitarian Foundation (GHF) sebenarnya diarahkan untuk mengontrol aliran bantuan demi tujuan politik dan militer. Mereka menetapkan titik distribusi yang memaksa warga Gaza berpindah dari utara ke selatan, sejalan dengan skema pengosongan Gaza.

Fakta ini mengonfirmasi bahwa kelaparan digunakan bukan sekadar sebagai akibat perang, tetapi sebagai alat untuk memaksa eksodus dan melemahkan perlawanan rakyat Gaza.

Bukan Sekadar Kemanusiaan

Kesadaran global terhadap penderitaan Gaza memang terus tumbuh. Aksi massa, boikot, penggalangan dana, hingga March to Gaza menunjukkan kepedulian luas masyarakat dunia. Namun, mayoritas masih memandang persoalan ini sebatas isu kemanusiaan, sehingga solusi yang ditawarkan terbatas pada bantuan kemanusiaan.

Padahal, masalah Gaza adalah masalah politik—sebuah penjajahan yang berkelindan dengan konstelasi politik global. Mengakui atau melegitimasi keberadaan Israel, termasuk melalui solusi dua negara, justru memberi ruang bagi mereka untuk terus bertindak semena-mena.

Baca Juga :  Krisis Gaza (Pelaparan Sistemis) dan Momentum Kebangkitan Umat

Solusi Islam

Islam memandang bahwa mengusir penjajah dari seluruh tanah Palestina, termasuk Gaza, adalah kewajiban. Jalan untuk itu adalah jihad—perjuangan bersenjata dalam kerangka meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Jihad bukanlah sekadar perang fisik, tetapi sebuah upaya menghilangkan kekuatan politik dan militer yang menghalangi manusia tunduk kepada aturan Allah.

Namun jihad yang efektif tidak dapat dilakukan secara sporadis atau oleh individu dan kelompok semata. Ia membutuhkan komando politik dan militer dari sebuah otoritas tertinggi umat—Khilafah Islamiah. Hanya dengan kepemimpinan umat ini, jihad dapat terorganisir secara strategis dan sah menurut syariat, sekaligus mengelola sumber daya untuk membangun kembali negeri-negeri yang dibebaskan.

Sebagaimana yang pernah ada, Khilafah Islamiah akan menjadi aktor utama yang memerintahkan pengiriman pasukan untuk menghentikan kezaliman Zionis, sekaligus mengelola anggaran negara untuk menolong korban perang dan membangun kembali Gaza. Menggantungkan harapan pada negara-negara Barat atau lembaga internasional hanya akan memperpanjang penderitaan, karena sistem yang mereka bawa adalah sistem sekuler yang menempatkan kepentingan politik di atas nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, umat Islam perlu mengarahkan energi dan potensinya pada upaya membangun kembali kekuatan politik globalnya. Hanya dengan kembalinya kepemimpinan Islam, umat akan memiliki kekuatan untuk melindungi kehormatan, darah, dan tanah airnya—termasuk membebaskan Gaza dan Palestina sepenuhnya.

Iklan
Iklan