Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Massa “Ngluruk” ke Pemprov Kalsel

×

Massa “Ngluruk” ke Pemprov Kalsel

Sebarkan artikel ini
1 utama 5 klm 6 cm meratusssss
OLAK - Massa Alinasi Meratus yang aksi di depan Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru, menyatakan menolak Taman Nasional Pegunungan Meratus, Jumat (15/8). (ISTIMEWA )

Perlu ditetapkan peraturan Gubernur dan Bupati terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat serta wilayah adatnya.

BANJARBARU, KP – Massa Alinasi Meratus “Ngluruk” ke Pemprov Kalsel, Jumat (15/8) tolak Taman Nasional Pegunungan Meratus.

Kalimantan Post

Aksi di depan Kantor Gubernur Provinsi Kalsel untuk menyatakan sikap atas penolakan tersebut.

Aksi diikuti masyarakat adat dari berbagai wilayah Kalsel.

Antara lain, Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar, Kotabaru dan Tanah Bumbu.

Turut dalam massa aksi, mahasiswa, GMPD, TBBR, DAD, ormas adat dan organisasi komunitas lainnya ada ratusan orang.

Dalam aksi, Aliansi Meratus yang dikoordinatori Walhi Kalsel dan PW AMAN Kalsel menuntut sikap dan komitmen Gubernur Kalsel terhadap pengusulan Taman Nasional yang diinisiasi Dishut Kalsel bersama Pemprov Kalsel.

Namun, di hadapan masyarakat adat Dayak Meratus dan masyarakat lainnya, Muhidin menolak menandatangani pernyataan mendukung penolakan Taman Nasional Pegunungan Meratus dengan alasan-alasan yang lepas dari konteks dan cenderung memaksakan adanya Taman Nasional.

Seperti yang diketahui, Pegunungan Meratus membentang melintasi 9 Kabupaten di Kalsel.

Meratus juga menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem alamnya hingga Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

Di sana bukan hanya ada hutan dan alam liar saja, atau flora dan fauna saja, tetapi ada subjek masyarakat adat dan wilayah adat yang belum diakui oleh negara.

Rencana penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus merupakan preseden buruk bagi Pemprov Kalsel karena mengabaikan hak atas tanah ulayat bagi masyarakat adat.

Konsep Taman Nasional merupakan konsep yang diimpor dari luar dan kerap menggusur hak-hak masyarakat adat. Sementara, sepanjang zaman masyarakat adat telah terbukti mampu mengelola dan melestarikan Meratus dengan pengetahuan lokal dan konsep tata ruang serta konservasinya sendiri.

Baca Juga :  Fenomena Bulan Berwarna Darah 'Blood Moon' Bisa Disaksikan Hari Ini Pukul 23.27 WIB

Seharusnya konsep dari masyarakat adat itu yang diakui dan ditetapkan sebagai kebijakan yang lahir dari bawah/masyarakat akar rumput, bukan kebijakan dengan pendekatan top-down yang menimbulkan potensi konflik baru.

Desakan terhadap Ggubernur Kalsel antaranya:

  1. Menarik kembali usulan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel.
  2. Meminta Kementerian Kehutanan menghentikan seluruh proses penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalsel.
  3. Mengimplementasikan Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Gubernur Kalsel juga harus berkomitmen mendesak dan meminta Presiden dan DPR RI:

  1. Mengesahkan Undang-undang Masyarakat Adat dalam masa sidang Tahun 2025.
  2. Melakukan revisi total Undang-undang Kehutanan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI.
  3. Mencabut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dari poin-poin tersebut, Gubernur Kalsel tidak menentukan kejelasan sikap atas tuntutan Aliansi Meratus dalam aksi damai.

Ia tidak menandatangani komitmen dukungan terhadap masyarakat adat Meratus berdasarkan poin tuntutan di atas.

“Artinya disebut Gubernur Kalsel hanya ingin “bersilat lidah”, konteks tanpa dasar komitmen yang jelas untuk menghentikan segala proses penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus,” kata Raden Rafiq.

Ia mengatakan bahwa komitmen Gubernur Kalsel bisa dinilai saat aksi.

“Janji ya hanya janji, buktinya ia (Gubernur Kalsel) memilih untuk tidak menandatangani surat komitmen mendukung masyarakat adat,” tegasnya lagi dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan masyarakat adat harus mengawal pernyataan sampai penetapan TN Pegunungan Meratus benar-benar dibatalkan.

Ketua Pengurus Wilayah AMAN Kalsel, Rubi mengatakan bahwa Meratus bukan tanah kosong, ada subjek yang harus diakui terlebih dahulu, bukan malah ingin menetapkan Taman Nasional.

“Perjuangan mendorong lahirnya Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat saja sepuluh tahun lamanya. Jangan ujuk-ujuk ingin menetapkan Taman Nasional” jelasnya.

Baca Juga :  Kawal Percepatan Pembangunan Infrastruktur Strategis, Komisi III DPRD Kalsel Bahas Bersama BPJN di Jakarta

Ia juga menambahkan perlu ditetapkan peraturan Gubernur dan Bupati terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat serta wilayah adatnya, sebagai langkah implementasi Perda Provinsi Kalsel Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Aliansi Meratus tetap pada komitmen menolak usulan penetapan Taman Nasional Meratus dan mendesak agar masyarakat adat diberikan hak penuh untuk mengelola wilayahnya sendiri.

Dukungan morel dari publik masih mengalir bagi perjuangan Aliansi Meratus, dibuktikan dengan petisi online penolakan TN Meratus yang masih bertambah jumlahnya.

Pasca aksi, petisi telah mengantongi 618 dukungan publik.

“Kita harus kawal bersama rencana penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus ini sampai prosesnya berhenti total,” tutupnya. (tim/K-2)

Iklan
Iklan