Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Kalteng

Mengapa Harta Rakyat yang diblokir, Mengapa Bukan Harta Koruptoryang Dirampas?

×

Mengapa Harta Rakyat yang diblokir, Mengapa Bukan Harta Koruptoryang Dirampas?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ade Hermawan
Dosen Universitas Borneo Lestari

Akhir-akhir ini, kita kerap mendengar kabar yang memilukan. Rekening masyarakat biasa, bahkan pensiunan, tiba-tiba diblokir oleh pihak berwenang. Alasannya beragam, mulai dari dugaan pinjaman daring illegal (pinjol), investasi bodong, hingga kasus-kasus lain yang seringkali tak kunjung usai. Sementara itu, kita melihat para koruptor besar masih bisa menikmati aset mewah mereka. Mereka dipenjara, tetapi kekayaan hasil curian mereka tampak aman dan tenteram.

Kalimantan Post

Mengapa penegak hukum terkadang tampak begitu cepat dalam memblokir aset masyarakat biasa. Ada beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap fenomena ini, yang sebagian besar berkaitan dengan perbedaan dalam kompleksitas kasus dan prosedur hukum.

Untuk kasus-kasus yang melibatkan masyarakat biasa, seperti dugaan penipuan dalam jumlah kecil, pinjaman online ilegal, atau kasus perdata lainnya, bukti yang dibutuhkan seringkali lebih sederhana dan mudah didapat. Transaksi keuangan bisa dilacak dengan cepat melalui sistem perbankan. Uang yang ditransfer melalui rekening bank, dompet digital, atau aplikasi pembayaran meninggalkan jejak digital yang mudah diidentifikasi. Bank dan lembaga keuangan memiliki prosedur standar untuk merespons permintaan blokir dari penegak hukum, terutama jika permintaan tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan.

Penegak hukum seringkali dihadapkan pada ribuan laporan dari masyarakat yang menjadi korban. Kasus-kasus ini, meskipun nilainya mungkin tidak besar, berdampak langsung pada banyak orang. Oleh karena itu, ada dorongan untuk bertindak cepat demi menenangkan korban dan mencegah kerugian lebih lanjut. Meskipun nilai kerugian per individu kecil, total kerugian dari ribuan orang bisa menjadi sangat besar. Hal ini membuat kasus-kasus tersebut mendapat perhatian serius. Masyarakat yang merasa dirugikan akan menuntut tindakan cepat dari pihak berwajib. Ini menciptakan tekanan bagi penegak hukum untuk segera mengambil langkah nyata, salah satunya adalah pemblokiran rekening.

Regulasi perbankan dan otoritas keuangan memungkinkan penegak hukum untuk memblokir aset dengan relatif mudah, asalkan ada surat perintah yang sah. Kolaborasi antara penegak hukum, bank, dan lembaga keuangan telah terjalin dengan baik untuk kasus-kasus seperti ini. Lembaga keuangan diwajibkan untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Ini memudahkan penegak hukum untuk mengidentifikasi dan memblokir rekening yang diduga terkait dengan kejahatan. Dengan adanya sistem pelacakan dan verifikasi yang terintegrasi, bank bisa segera menindaklanjuti permintaan blokir dari pihak berwajib tanpa harus melalui proses birokrasi yang panjang.

Mengapa perampasan aset dalam kasus korupsi triliunan rupiah begitu lambat dan berlarut-larut ? Jawabannya terletak pada kompleksitas dan tantangan yang jauh lebih besar dibandingkan kasus biasa.

Baca Juga :  DPRD Kalteng BahasRaperda Pertambangan

Para koruptor kakap biasanya tidak menyimpan uang hasil curian di satu tempat. Mereka menggunakan berbagai cara canggih untuk menyembunyikan kekayaannya agar sulit dilacak, seperti dana diputar melalui berbagai transaksi yang rumit, seperti mendirikan perusahaan fiktif, membeli aset dengan nama orang lain atau menginvestasikannya di luar negeri. Uang tunai diubah menjadi properti mewah, saham, obligasi, karya seni, hingga kripto. Masing-masing aset ini punya prosedur penyitaan yang berbeda dan rumit. Aset sering kali ditempatkan di luar negeri, terutama di negara yang dikenal sebagai surga pajak atau yang memiliki aturan kerahasiaan bank yang ketat. Untuk menyita aset di luar negeri, penegak hukum harus melewati birokrasi dan perjanjian ekstradisi antar negara yang panjang.

Proses hukum untuk merampas aset korupsi sangat berbeda dengan memblokir rekening biasa. Ini adalah proses yang panjang dan berlapis. Penegak hukum harus membuktikan bahwa aset yang disita benar-benar berasal dari tindak pidana korupsi. Ini membutuhkan tim penyidik forensik keuangan yang handal dan waktu yang tidak sebentar. Para koruptor biasanya memiliki tim pengacara terbaik yang akan memanfaatkan setiap celah hukum untuk menggagalkan penyitaan. Mereka bisa mengajukan banding, gugatan perdata, atau permohonan praperadilan. Seringkali aset korupsi sudah dialihkan ke pihak ketiga, seperti anggota keluarga atau rekan bisnis. Untuk menyita aset ini, penegak hukum harus membuktikan bahwa pihak ketiga tersebut terlibat atau setidaknya mengetahui asal-usul aset tersebut, yang kembali memakan waktu lama.

Penegak hukum seringkali terhambat oleh kewenangan yang terbatas, terutama dalam kasus yang melibatkan yurisdiksi internasional. Koordinasi antar lembaga penegak hukum di dalam negeri, seperti KPK, Kejaksaan, dan Polri, juga bisa menjadi tantangan. Indonesia belum memiliki undang-undang perampasan aset yang kuat dan komprehensif. Aturan yang ada saat ini masih terfragmentasi dan menyulitkan penegak hukum untuk mengejar aset secara efektif.

Kesenjangan dalam perlakuan penegakan hukum antara rakyat dengan koruptor sebagaimana yang diutarakan di atas, menciptakan rasa ketidakadilan yang mendalam. Rakyat yang terjerat masalah hukum seringkali tidak memiliki akses atau kekuatan untuk membela diri. Rekening yang diblokir bisa menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka. Dampaknya langsung terasa, kebutuhan sehari-hari terancam, cicilan rumah tak kunjung lunas, dan anak-anak tak bisa bersekolah. Sementara itu, para koruptor memiliki tim pengacara terbaik dan berbagai cara untuk menyembunyikan aset mereka.

Baca Juga :  UPR Dorong Prestasi Ilmiah dan Kewirausahaan

Penegakan hukum yang tidak diskriminatif bagi rakyat dan koruptor adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik dan menegakkan keadilan yang sejati. Sistem semacam itu harus berlandaskan pada prinsip-prinsip yang sama bagi semua orang, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau jabatan.

Prinsip utama dari sistem yang tidak diskriminatif adalah kesetaraan di mata hukum. Artinya, setiap individu, baik rakyat biasa maupun pejabat tinggi, harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Proses hukum harus berjalan objektif, tidak memihak, dan tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan atau uang. Hukuman atau sanksi yang ditetapkan untuk suatu tindak pidana harus diterapkan secara konsisten. Tidak boleh ada keringanan hukuman bagi koruptor besar hanya karena statusnya, sementara rakyat kecil dihukum maksimal untuk kesalahan yang lebih ringan. Sistem harus secara tegas memberantas budaya impunitas (kebal hukum) yang seringkali dinikmati oleh para koruptor. Setiap kejahatan, terutama yang merugikan negara, harus dikejar tuntas tanpa pandang bulu.

Sistem penegakan hukum yang tidak diskriminatif harus bekerja secara efektif dan cepat, baik untuk kasus rakyat biasa maupun kasus korupsi. Kecepatan dalam penanganan kasus tidak boleh menjadi alat diskriminasi. Seperti halnya rekening rakyat yang diblokir, aset para koruptor juga harus disita dengan cepat dan efisien. Diperlukan undang-undang perampasan aset yang kuat, yang memungkinkan penegak hukum untuk menyita aset koruptor tanpa harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ini akan memutus rantai kekayaan ilegal dan mengirimkan pesan kuat bahwa korupsi tidak akan menguntungkan. Pemanfaatan teknologi harus dimaksimalkan untuk melacak aset, baik di dalam maupun di luar negeri. Kolaborasi dengan lembaga keuangan dan penegak hukum internasional juga harus diperkuat.

Sebuah sistem yang adil harus beroperasi secara transparan. Masyarakat berhak tahu bagaimana proses hukum berjalan, terutama untuk kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik. Penegakan hukum, mulai dari penyelidikan hingga vonis, harus dilakukan secara terbuka. Hal ini akan meminimalisasi potensi suap, nepotisme, atau intervensi politik. Diperlukan lembaga pengawasan yang independen dan kuat untuk mengawasi kinerja penegak hukum. Lembaga ini harus mampu menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran atau diskriminasi yang dilakukan oleh aparat.

Marilah kita menuntut keadilan yang sejati. Jangan biarkan aset rakyat miskin kembali menjadi korban, sementara aset para koruptor tetap aman dan tenteram.

Iklan
Iklan