Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Potret 80 Tahun Kemerdekaan dan The Real Piece

×

Potret 80 Tahun Kemerdekaan dan The Real Piece

Sebarkan artikel ini

Oleh : Noor Dewi Mudzalifah
Aktivis Dakwah

Peringatan 80 tahun kemerdekaan RI diliputi dengan ironi. Berbagai persoalan terjadi di segala lini. Tak ayal, suara kekecewaan pun kian nyaring berbunyi. Salah satu ekspresinya adalah pemasangan bendera bajak laut ala anime One Piece di sejumlah wilayah menjelang 17 Agustus ini. Bendera ini dianggap mewakili suara mereka yang sedang terdzalimi dan merindukan sebuah keadilan, kedamaian.

Kalimantan Post

Pemerintah memberikan respon negatif terkait pemasangan bendera ini. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa pengibaran simbol-simbol tersebut diduga mengindikasikan adanya gerakan sistematis untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. (kompas.com 01/08/2025)

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan juga merespon aksi tersebut sebagai bentuk mencederai kehormatan bendera Merah Putih. Menurut Budi, tindakan tersebut telah melanggar Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang melarang pengibaran bendera lain di bawah bendera negara. (humasndonesia.id 04/08/2025)

Ironi 80 Tahun Kemerdekaan

Usia 80 tahun tentu bukan lagi usia yang muda. Untuk sebuah negara yang berstatus merdeka, harusnya sudah jauh langkahnya ke arah kemajuan. Namun miris, kondisi negeri ini seakan makin jauh ke arah kemunduran. Saking banyaknya persoalan seakan tak cukup waktu untuk disebutkan. Sebagai gambaran, kita sebut saja sebagian kecil di antaranya, hutang luar negeri yang makin naik, kini menjadi Rp7.144,6 triliun, meningkatnya angka pengangguran, kasus kriminalitas menjadi konsumsi harian, pergaulan bebas dan dunia remaja seakan makin tak terpisahkan.

Hal ini belum ditambah dengan banyaknya kebijakan-kebijakan dzalim terbaru dari negara yang semakin tak masuk akal, seperti pemblokiran 122 rekening dormant meski kini pemblokiran telah dibuka, rencana penyitaan tanah yang menganggur selama 2 tahun oleh negara, meski kini telah diklarifikasi bahwa itu hanya candaan, sungguh candaan yang tak pantas disampaikan oleh seorang pejabat negara, dan tak ketinggalan kebijakan kenaikan pajak bumi bangunan (PBB) di berbagai wilayah yang makin membuat rakyat sengsara. Itulah potret kecil dari negara yang telah 80 tahun menyandang status merdeka.

Baca Juga :  DISKUSI BUKU DEMOKRASI DI ATAS KAPAL KARAM

One Piece dan The Real Piece

Bendera anime One Piece adalah bendera yang menampilkan gambar tengkorak sedang tersenyum lebar memakai topi jerami dengan tulang bersilang dibelakangnya. Menurut pembuatannya lambang ini memiliki makna yang mendalam, yakni semangat yang diwariskan untuk sebuah kebebasan. Di dalam anime ini, terdapat banyak kisah yang menunjukkan kedzaliman dan perlawanan. Itulah yang membuat beberapa anak bangsa merasa suara kekecewaannya terhadap ketidakadilan di negeri ini mampu diwakili dengan bendera One Piece.

Namun sebagai manusia yang hidup di alam nyata bukan alam anime, selayaknya kita mampu menganalisa lebih jeli, jika kebebasan yang diinginkan adalah seperti yang diwakili oleh lambang One Piece, maka itu berarti adalah kebebasan mutlak. Padahal, kebebasan yang tidak memiliki batasan jelas justru hanya akan menimbulkan ketidakadilan. Terlebih, kita tahu anime tersebut berasal dari Jepang yang peradabannya tak lain adalah sekuler, agama tak akan dipakai dalam standar kehidupan.

Sebagai seorang muslim, selayaknya kita hanya tunduk kepada aturan illahi. Sebagaimana makna dari muslim itu sendiri, yaitu orang yang berserah diri. Aturan yang diturunkan Allah Ta’ala sang Pencipta pasti adalah aturan terbaik yang dengannya akan tegak keadilan. Allah Ta’ala berfirman, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. Al-An’am: 57).

Islam tidak memberikan peluang kepada manusia untuk menetapkan hukum. Manusia, baik rakyat atau khalifah, semuanya berstatus sebagai mukalaf yakni pihak yang mendapat beban hukum yang wajib tunduk dan patuh pada sang Pembuat hukum yakni Allah Ta’ala. Ketika manusia telah melaksanakan aturan-Nya, maka kedamaian hakiki “the real peace” yang akan didapatkan. Allah Ta’ala berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,”. (QS Al-A’raf:96).

Baca Juga :  Menutupi Keaiban

Peace Dalam Perjuangan

Tak ada satupun manusia yang ingin hidup di masa penuh kedzaliman, hadirnya masa ini adalah qadha atau keputusan dari Allah Ta’ala yang tidak akan dipertanggungjawabkan oleh manusia. Namun seperti apa sikap manusia di masa ini, itulah yang kelak akan dipertanggungjawabkannya. Dengan memahami konsep ini, seorang muslim akan menjadi muslim yang sabar, bukan artinya diam namun terus berusaha. Dia akan giat belajar Islam agar tak salah dalam melangkah, bersama jamaah melakukan muhasabah kepada sesama termasuk penguasa, serta terus melangitkan doa. Dengan ini kedamaian “peace” akan didapatkan olehnya. Insyaa Allah.

Iklan
Iklan