Oleh : Revina
Pemerhati Generasi
Hampir satu abad Indonesia merdeka. Namun, apa arti merdeka jika rakyat masih sulit mendapat pendidikan yang layak dan pelayanan kesehatan yang memadai? Mengapa keadilan sosial dalam bidang pendidikan dan kesehatan begitu sulit diwujudkan?
Adapun fakta di lapangan, laporan Kompas.id (16/8/25), kondisi ruang kelas di SD Negeri 084 Amballong, di Luwu Utara, Sulawesi Selatan jauh dari kata layak. Lantainya berupa tanah dengan dinding papan yang mulai rusak, serta papan tulis kayu yang sudah tua dan berlubang. Sementara itu, mengutip CNN Indonesia (14/8/25), Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyoroti rendahnya angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia yang hanya berada pada kisaran 30-40 persen untuk kelompok usia 19-23 tahun.
Di bidang kesehatan, Inilah.com (18/8/25) mencatat masih banyak persoalan: antrean panjang, kamar rawat inap sulit didapat, pemulangan pasien meski belum sembuh, pelayanan di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdalam) yang nyaris tidak terjangkau, sehingga ada ibu hamil yang harus ditandu sejauh 22 km karena akses jalan rusaksayang bayinya tak terselamatkan, serta program JKN yang masih terdapat banyak tantangan.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa:
- Layanan pendidikan dan kesehatan belum merata. Negara yang sudah tua, namun masih belum mampu menyelenggarakan layanan dasar yang memadai dan merata.
- Sistem kapitalisme yang dianut Indonesia hari ini meniscayakan pendidikan berkualitas tidak merata. Dikarenakan layanan pendidikan berkualitas acap kali disediakan swasta, alhasil hanya dapat diakses oleh golongan tertentu yang memiliki kemampuan finansial memadai. Adapun kapitalisme juga hanya mengutamakan daerah yang dianggap bernilai ekonomi, sementara daerah terpencil terabaikan. Hal ini terjadi karena kapitalisme sendiri adalah paham di mana pemilik modal dapat memiliki dan mengendalikan sesuatu secara bebas atau sesuai kepentingan, sehingga hanya fokus mencari keuntungan tanpa peduli aspek pemerataan kesejahteraan.
- Pendidikan dan kesehatan diperlakukan sebagai komoditas. Kapitalisasi pendidikan dan kesehatan adalah keniscayaan sebagai buah penerapan sistem kapitalisme. Kualitas sekolah ditentukan kemampuan finansial, sehingga diskriminatif yang kaya bisa mengakses pendidikan berkualitas, sedangkan yang miskin diberi pendidikan acak-adul. Demikian juga layanan kesehatan sulit didapat dan ribet bagi rakyat miskin. Sehingga orang miskin di negeri ini yang menerapkan kapitalisme sebagai ideologi negara ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.
Adapun solusi tepat yang dapat menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menerapkan kembali sistem Islam seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Dalam Islam, negara diposisikan sebagai rain (pengurus/periayah), sehingga berkewajiban melayani kebutuhan dasar rakyat termasuk pendidikan dan kesehatan, yang merupakan sektor krusial pembentuk SDM berkualitas dan kunci kemajuan suatu bangsa.
Islam juga memosisikan pendidikan dan kesehatan sebagai hak publik yang mendasar. Sehingga negara Islam menjamin pendidikan dan kesehatan gratis, merata, dan berkualitas bagi semua warga tanpa diskriminasi. Sarana prasarana publik (jalan, jembatan, transportasi) dibangun negara demi mendukung akses pendidikan dan layanan kesehatan.
Semua itu dapat diwujudkan oleh negara Islam karena memiliki sumber dana sangat berlimpah yang bersumber dari pengelolaan kekayaan alam oleh negara melalui Baitul Maal yang dikelola berdasarkan syariat Islam. Sehingga sumber daya alam kita yang melimpah bukan lagi dicolong asing tapi menjadi kewajiban negara untuk mengelolanya sendiri, dengan keuntungan diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, apalagi yang diragukan dari sistem Islam yang berasal dari Pencipta, yang benar-benar memahami kita? Tidak seperti hukum buatan manusia yang tentunya tidak sempurna karena fitrah manusia yang serba kurang, salah, dan memiliki hawa nafsu. Maka, mustahil kita berharap kesejahteraan dari hukum cacat tersebut. Mari sama-sama kita beralih menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, sehingga meraih ridha-Nya dan keberkahan, alih-alih kesempitan hidup seperti hari ini.
Wallahu a’lam bis-sawab.