BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Di tengah deretan bangunan modern, satu bangunan kolonial berdiri dengan keanggunan yang pudar. Ia bukan sekadar rumah tua, melainkan saksi bisu dari masa ketika sungai-sungai Banjarmasin mengalirkan kekayaan bumi Kalimantan ke pasar dunia.
Bangunan itu adalah NV Handel Maatschappij Oentjeng, yang masih bisa dijumpai di kawasan Sungai Baru, Banjarmasin Tengah, tepat di tepi Sungai Martapura. Walau termakan usia dan banyak bagian yang rusak, ia tetap bertahan, menjadi penanda bahwa Banjarmasin pernah berjaya sebagai kota dagang sungai.
Sejarawan FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Dr Mansyur M.Hum, menyebutkan, kantor dagang ini dahulu berperan besar sebagai perusahaan ekspor-impor hasil bumi dari Borneo, terutama karet, rotan, damar, dan hasil hutan lainnya.
“Perusahaan ini berafiliasi dengan Bank Nederlandsche Handel Maatschappij (Factorij) dan Nationale Handelsbank,” ungkap Dr Mansyur.
Menurutnya, pusat perusahaan berada di Batavia (Jakarta), dengan cabang di Banjarmasin dan Sampit, serta agen penjualan di Semarang, Surabaya, hingga Singapura.
Dalam sejumlah arsip iklan di surat kabar Nieuwsgier dan Java Bode pada 1953, tercatat bahwa kantor Oentjeng di Banjarmasin beralamat di Jalan Klenteng Nomor 1. Jalan itu dahulu berbatasan dengan Schans van Thuyl weg—yang kini berganti nama menjadi Jalan Sungai Baru. Sementara kantor pusat di Jakarta beralamat di Jalan Kopi 73, bahkan tercatat dalam buku ABC 5th Edition Bantley’s Complete Phrase Indonesia sebagai alamat telegram resmi perusahaan.
Tak hanya aktif dalam perdagangan, perusahaan ini juga tercatat menjadi sponsor kegiatan komunitas Tionghoa, sebagaimana disebut dalam Buku Peringatan Ulang Tahun Ke-5 Chung Hua Tsing Nien Hui Djakarta. Fakta tersebut menegaskan posisi Oentjeng sebagai salah satu pemain penting dalam jaringan dagang era kolonial.
Namun, denyut sejarah itu perlahan terkikis oleh pembangunan kota. Kawasan Sungai Baru yang dulu dipenuhi rumah lanting—ikon budaya sungai Banjarmasin—kini nyaris tak berbekas. Pembangunan siring dan proyek modernisasi membuat identitas bahari kota tua semakin terdesak.
Meski begitu, keberadaan bangunan tua NV Handel Maatschappij Oentjeng tetap menjadi pengingat. Ia bukan sekadar bangunan tua yang dibiarkan rapuh, tetapi simbol bahwa identitas bahari dan jejak kolonial Banjarmasin sepatutnya dijaga di tengah arus modernisasi yang kian deras. (sfr/KPO-4)