Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Demokrasi; Bisul “Merantan” Pecah

×

Demokrasi; Bisul “Merantan” Pecah

Sebarkan artikel ini
IMG 20250111 WA0003
Noorhalis Majid

oleh: Noorhalis Majid

BISA dipahami kenapa rakyat marah sejadi-jadinya, hingga melakukan aksi serempak di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Ada banyak tumpukan pemicu kekecewaan rakyat, mulai dari pernyataan pejabat yang menuding guru beban negara; ancaman soal pemblokiran rekening; perampasan tanah; pemberlakuan aneka pajak yang memberatkan; kenaikan tunjangan DPR di tengah himpitan kemiskinan; respon berjoget ria anggota DPR yang memalukan; ucapan anggota DPR yang arogan; tindakan Aparat Penegak Hukum yang brutal hingga menewaskan pejuang keadilan Affan Kurniawan; semua itu mengakibatkan kemarahan tak terkendali.

Kalimantan Post

Kemarahan tersebut suatu ekspresi gugatan ketidak adilan yang sudah lama disuarakan. Jadi kalau ada yang berkata, kenapa harus aksi, kenapa tidak diskusi dan menyampaikan pernyataan saja.

Kalau sekeder pernyataan, rasanya sudah habis kata-kata untuk disampaikan, bahwa semua pemangku negara harus bersungguh-sungguh dalam mengelola negeri ini, jangan sampai tidak adil, diskriminati dan “kuluh”, hanya mementingkan diri sendiri, bukan untuk mensejahterakan seluruh warga.

Akibatnya, tidak bisa disesali. Terjadilah situasi yang tidak menguntungkan bagi seluruh warga bangsa. Bila pemerintah juga tidak sabar, dapat saja menjadikannya alasan untuk memberangus kebebasan sipil dan demokrasi, sehingga demokrasi bukan tambah maju, justru sebaliknya mendorong munculnya pemerintahan yang otoritarian.

Situasi ini, seperti orang yang sudah lama menderita penyakit bisul. Bisul yang sudah lama itu pun kemudian “merantan”, mencapai puncak untuk meletus dan akhirnya menunggu momentum meletus. Terjadilah letusan tersebut. Akibatnya tak terhindarkan, ada pendarahan, ada luka, ada sakit yang dirasakan. Tapi setelahnya pasti akan pulih.

Para ahli kesehatan pasti sangat paham, bahwa penyakit bisul diakibatkan oleh darah kotor. Begitu pula dengan sistem dan cara pengaturan negeri ini, bila dikelola secara kotor, pasti akan melahirkan bisul-bisul, yang pada satu waktu akan meletus. Mestinya, kelolalah pemerintahan ini secara bersih, sehingga tidak menimbulkan bisul kekecewaan. Uruslah negeri ini untuk mencapai cita-citanya, mencerdasakan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan umum. Dengan begitu, tidak akan ada bisul, karena dikelola secara sehat dari dan untuk semua.

Baca Juga :  SEMANGAT KEBANGSAAN

Sebab itu, momentum kemarahan warga yang berujung pada tindakan aksi dan kebrutalan ini, kalau mau belajar, haruslah menjadi awal perubahan perbaikan bagi seluruh lembaga negara, DPR, pemerintah, partai politik, serta aparat penegak hukum.

Tiga pemangku kepentingan yang seharusnya berperan dengan baik, yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR) dan Yudikatif (Penegak Hukum), hendaknya berbenah dengan sebenar-benarnya, agar menjalankan fungsinya dengan benar.

Selama ini pemerintahan diselimuti korupsi yang bergitu parah dan tidak bekerja dengan benar. Sistem birokrasi yang memberikan kesempatan kepada semua orang yang berprestasi, disandera praktik politik jahat. Sementara legislatif yang seharusnya mengawal dan melahirkan regulasi yang memaksa pemerintah bekerja membangun kesejahteraan bersama, justru hanya membangun kesejahteraan dirinya sendiri. Pun lembaga yudikatif, bukannya menegakkan keadilan, yang terjadi malah memperdagangkan keadilan itu sendiri.

Karena praktik pemerintahan seperti itulah yang menyebabkan kemarahan rakyat tak terhindarkan. Apalagi dipertontonkan tanpa sungkan, tanpa rasa malu. Kesenjangan mengangga begitu lebar, tanpa sadar dan mengerti hal tersebut sangat membahayakan.

Sekali lagi, kondisi-kondisi ketidak adilan yang terbuka di ruang publik, laksana bisul yang merantan, dan satu waktu pasti meledak. Mana kala meletus, tak terhindarkan menimbulkan rasa sakit tiada tara, tapi begitulah yang harus terjadi, tidak ada yang disesali. Buah dari apa yang sudah dilakukan semua pengelola negeri, yang membiarkan kesenjangan mengagga, bahkan dipertontonkan dengan sombong.

Bila memahami segala latar dari situasi yang terjadi, pastilah turut mengapresiasi segala bentuk aksi yang bertujuan menyuarakan ketidak adilan. Berharap semuanya belajar untuk memperbaiki keadaan, agar menjadi baik dan terus lebih baik.

Bukan perkara gampang dapat terlibat dalam satu aksi, karena resistensi, perlawanan dan tunggang-menunggang terjadi dengan segala banyak kepentingan. Sejauh fokus pada tujuan awal, pastilah dukungan terhadap aksi akan terus bergulir dari berbagai kalangan.

Baca Juga :  SEMANGAT LANSIA

Sebesar apapun api semangat aksi bergelora, yang tidak boleh diabaikan, tetap mengutamakan keselamatan diri, anak istri, keluarga, serta banua tercinta, agar demokrasi tetap berjalan dengan damai.

Begitu juga dengan aparat keamanan, tetap bekerja dan dan bertindak secara profesional serta terukur, dengan mengutamakan keselamatan warga. Tetaplah diingat, bahwa yang sedang melakukan aksi ini adalah warga yang harus dilindungi. Bukan penjahat, apalagi pelaku terror yang harus ditembak dan diburu. Ini adalah aksi anak bangsa yang sedang menuntut keadilan. Ini adalah ekspresi demokrasi yang selama ini dimanipulasi, sehingga tidak pernah berjalan secara substansial. Demokrasi selama ini hanya prosedural, untuk melayani oligarki yang menjarah kekuasaan secara rakus.

Bila mau benar-benar belajar dan berefleksi dari kemarahan warga sekarang ini, tidak ada pilihan, demokrasi juga harus dibenahi sedemikian rupa. Terutama Pemilu, mulai dari penyelenggara hingga proses dan aturan mainnya, dibuat sebagaimana mestinya, sehingga memungkinkan semua orang baik dan berkualitas terpilih tampil mengurus negara dan pemerintahan.

Kalau tidak menjadi pembelajaran. Yakinlah, aksi yang sudah memakan banyak korban, baik harta, materi mau pun jiwa, pasti akan melahirkan aksi-aksi berikutnya yang boleh jadi akan semakin besar dan membahayakan.

Tentu saja kita tidak ingin negeri ini jatuh pada perang saudara. Tidak ingin menjadi terpecah-pecah karena ketidak percayaan yang sudah semakin akut. Kita ingin aksi ini cukup menjadi pembelajaran untuk berbenah, dan pasti semua pihak mau berbenah. Mau memperbaiki diri. Sebab, bila kemudian muncul bisul yang lebih besar, maka resiko merantan dan meletusnya akan lebih sakit dari apa yang terjadi sekarang. (nm)

Iklan
Iklan