BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Banjarmasin, kota yang dikenal dengan julukan Kota Seribu Sungai, selalu menawarkan pengalaman yang berbeda bagi siapa saja yang berkunjung.
Di antara banyak destinasi, pasar terapung di atas Sungai Martapura menjadi magnet utama. Namun, di balik riuhnya tawar-menawar di atas perahu, tersimpan kisah manusia yang menghangatkan hati.
Pagi buta, saat kabut tipis masih menggantung di atas sungai, perahu-perahu kecil atau jukung sudah berjejer.
Di salah satu perahu, tampak Ibu Siti, seorang pedagang sayur yang sudah puluhan tahun berjualan di pasar terapung. Dengan senyum ramah, ia menawarkan dagangan sambil mengayuh perlahan mendekati perahu wisatawan.
“Kalau tidak begini, tradisi bisa hilang. Saya ingin anak cucu masih bisa lihat pasar terapung,” ujarnya lirih, sembari menyodorkan ikatan kangkung segar.
Interaksi sederhana itu seringkali membuat wisatawan terkesan, seorang pengunjung dari Surabaya, mengaku perjalanan menyusuri sungai memberi pengalaman tak terlupakan.
“Bukan hanya belanja atau lihat pemandangan, tapi rasanya seperti masuk ke kehidupan mereka. Ada kedekatan yang tidak bisa dibeli,” katanya sambil menikmati secangkir kopi hitam yang dibeli dari perahu penjual.
Suasana sungai di pagi hari memang menghadirkan pesona tersendiri. Pantulan cahaya matahari di permukaan air, deretan rumah panggung, hingga tawa anak-anak yang mandi di tepi sungai, semuanya menghadirkan cerita tentang kehidupan masyarakat Banjar yang lekat dengan air. Bagi para pedagang, sungai bukan hanya sumber nafkah, tetapi juga ruang sosial yang menjaga kebersamaan.
Pasar terapung bukan sekadar destinasi wisata, melainkan cermin budaya yang terus bertahan di tengah modernisasi. Dari sapaan hangat pedagang, tawar-menawar penuh senyum, hingga aroma kuliner khas seperti ketupat kandangan dan kue apam yang mengepul dari dapur perahu, semua menyatukan pengalaman yang sarat nilai kemanusiaan.
Menyusuri sungai Banjarmasin sambil singgah di pasar terapung bukan hanya perjalanan melihat keindahan alam, tetapi juga menelusuri jejak kehidupan dan ketulusan hati masyarakatnya. Di situlah letak keajaibannya: sederhana, hangat, dan selalu meninggalkan rindu untuk kembali. (sfr/KPO-4)