Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Rekam Jejak Komunisme

×

Rekam Jejak Komunisme

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis beberapa buku sejarah dan budaya Banjar

Sejak runtuhnya hegemoni komunisme di beberapa negara seperti Uni Soviet, Polandia, Albania, Rumania, dan sejumlah negara lain di Eropa Timur, boleh dikatakan ideologi ini sudah bangkrut, out of date dan tiba waktunya masuk museum sejarah. Sedangkan negara-negara yang pernah didominasi ideologi komunisme seperti Afghanistan dan Yugoslavia hanya membuahkan konflik dan disintegerasi serta perang saudara yang tidak berkesudahan. Keadilan, kemakmuran dan kesetaraan antarkelas sebagaimana dicita-citakan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, hanyalah mimpi di siang bolong.

Kalimantan Post

Memang saat ini RRC sebagai negara komunis terbesar di dunia masih berdiri kokoh. Tapi sesungguhnya negeri ini bukanlah penganut ideologi komunisme tulen. Sejak mangkatnya Mao Zedong yang komunis konservatif, 9 September 1976, negeri ini umumnya dikendalikan oleh para reformis. Deng Xiaoping, salah seorang pemimpin besar Cina pasca Mao, memodifikasi komunisme dengan kapitalisme.

Setelah era Mao, Deng tanpa ragu melakukan politik keterbukaan (kaifang) dan program reformasi (gaige). Masuknya modal asing dan pemilikan oleh swasta yang semula diharamkan, dibuka lebar-lebar, sehingga melahirkan hasil konkret kesejahteraan dan kemajuan RRC seperti kita lihat sekarang. Itu sebabnya Deng sering dijuluki pemimpin negeri komunis sekaligus penganjur kapitalisme malu-malu. Deng mangkat 19 Februari 1997.

Apresiasi RRC terhadap HAM pun makin membaik. Pasca tragedi di lapangan Tiananmen awal Juni 1989, pelanggaran HAM sudah makin berkurang. Kalau pun di sini masih sering diberlakukan hukuman mati, namun korbannya umumnya para penjahat, pelaku kriminal, koruptor bukan oposan politik.

Lain lagi dengan Kuba, meskipun berideologi sosialis komunis, negeri ini tidak antidemokrasi. Bahkan Kuba di bawah kepemimpinan Fidel Castro yang pernah menjadi tuan rumah KTT negara-negara Selatan, amat berpihak kepada negara-negara kecil dan berkembang korban arogansi negara adidaya. Permusuhan bebuyutan Kuba dengan AS juga membuatnya dekat dengan sejumlah negara yang memang masih banyak tidak senang terhadap negara ”Paman Sam” AS.

Tampak bahwa ideologi komunisme yang bertahan hidup, tidak murni lagi. Bagi yang ngotot seperti Korea Utara lebih menonjol kekuatan senjata nuklirnya ketimbang kesejahteraan rakyatnya. Negeri peninggalan Kim Il Sung ini justru tergantung pada bantuan negara-negara nonkomunis. Hal sama juga pernah dialami induk semangnya Rusia, yang juga banyak ditinggalkan oleh negara-negara yang dulu menjadi anaknya.

Baca Juga :  EMPAT KEBAHAGIAN PADA MUSLIM

Karena itu ide nyeleneh Gus Dur (alm) mencabut TAP Nomor XXV/MPRS/ 1966 tentang pelarangan PKI serta ideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme, dapat disamakan keinginan membongkar kuburan orang mati jadi hantu. Gus Dur seperti ingin mengangkat batang terendam yang tak lagi populer di tengah kebangkrutan komunisme internasional.

Mengingat komunisme menyimpan bahaya laten (tersembunyi), kita tetap harus waspada. Walau ideologi ini sudah bangkrut, tak mustahil ia bangkit lagi, apalagi jika ada yang memperjuangkan. Ideologi sesat dan menyesatkan sekalipun jika ketemu lahan subur akan besar kembali. Tak mustahil kebenaran akan dikalahkan olehnya, terlebih karena orang-orang komunis sangat lihai mengubah penampilan dan bergerak di bawah tanah. Gembong PKI DN Aidit dkk ketika merasa G-30-S PKI 1965 akan gagal sempat bertekad untuk mengubah bentuk seperti hantu.

Record Buruk

Pada September-Oktober 1917 misalnya meletus Revolusi Bolsyevik di Rusia. Tsar Nocholaas II sekeluarga dikudeta dan dibunuh tanpa jelas di mana kuburnya hingga sekarang. Kaisar terakhir Wangsa Romanov ini memang mewarisi dinasti yang korup dan banyak memiliki musuh, termasuk dari negeri-negeri Islam yang bernaung di bawah dinasti Turki Usmani. Ketika Turki Usmani menjadi The Sick Man of Europe, banyak negeri Islam yang diperangi dan dijajah oleh Rusia. Karenanya para pejuang Islam selalu mencari-cari kesempatan untuk membebaskan diri.

Tibalah saatnya Lenin dkk menggerakkan revolusi. Semua kalangan anti kaisar dirangkul, termasuk kalangan Islam, untuk suksenya revolusi. Tapi setelah revolusi sukses, Lenin, Stalin dan penguasa selanjutnya bukan saja kembali memusuhi, tapi menggulung hampir semua negeri Islam di Asia Tengah, seputar Laut Baltik dan Balkan. Tak terhitung berapa rakyat yang jadi korban mati sia-sia, dibuang dan dikarantina, merana di kamp-kamp kerja paksa. Ribuan masjid dan sarana peribadatan hancur atau berubah fungsi. Negeri-negeri Islam yang sempat berjaya di abad pertengahan mengalami kemunduran berabad-abad ke belakang.

Ketika Mao Zedong dan kawan-kawan menggerakkan revolusi besar untuk mendirikan RRC, 1949, kembali berbagai komponen bangsa dirangkul, termasuk kalangan nasionalis pimpinan Chiang Kai Shek. Setelah revolusi sukses mestinya terjadi power sharing dengan golongan nasionalis Koumintang ini. Tapi yang terjadi, Chiang Kai Shek justru digulung dan diusir dari daratan Cina, sehingga terpaksa lari ke pulau Formusa (Taiwan) sekarang.

Mao dan istrinya Jiang Qing selama Revolusi Kebudayaan juga melakukan pembasmian agama secara besar-besaran. Tak terhitung tempat-tempat peribadatan Islam, Kristen, Budha dan lainnya dimusnahkan atau dialihfungsikan sesuai kehendak Politbiro Partai Komunis Cina. Baru di bawah kepemimpinan Deng dan para penggantinya, hal demikian mulai berkurang dan keberadaan agama kembali diakui.

Baca Juga :  KALIMANTAN UNTUK INDONESIA

Menuhankan Partai

Di Indonesia pun rekam jejak komunisme selalu merah. Di masa awal pergerakan Islam mereka menumpang pada Sarekat Islam. Setelah ketahuan belangnya mereka membentuk partai sendiri, PKI. Merasa diri kuat, mereka tak segan mengkhianati pemerintah yang sah. Kalangan beragama dan pemimpinnya selalu dimusuhi dan difitnah. Ideologi Pancasila dianggap tidak ada. Bahkan dalam salah satu HUT PKI, DN Aidit dengan bangga berkata, Pancasila tidak diperlukan lagi.

Organisasi atau partai yang mencoba menggoyang PKI akan lebih dahulu diganyang. Melalui bujuk rayu PKI, Masyumi dibubarkan tahun 1960. Ini karena Masyumi termasuk partai yang paling gigih melawan PKI. Dalam Kongresnya di Surabaya 23-27 Desember 1954, Masyumi menegaskan bahwa filsafat komunisme bertentangan dengan iman, dan perjuangan komunisme senantiasa memusuhi Islam dan kaum muslimin. Masyumi memfatwakan komunisme hukumnya kufur dan pengikut yang secara sadar memasukinya dihukumkan kafir. Keputusan ini dikuatkan pula oleh Muktamar Alim Ulama se Indonesia di Palembang, 8-11 September 1957.

Menjelang meletusnya G-30-S PKI, DN Aidit sempat pula memerintahkan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) sebuah organisasi onderbouw PKI, untuk membubarkan HMI awal September 1965. Namun usaha ini tidak kesampaian karena generasi muda Islam melakukan demo besar-besaran menentang Aidit, 19 September tahun yang sama.

Tampak bahwa bagi penganut komunisme, partai adalah segala-galanya. Cosmas Batubara mengatakan, salah satu keunggulan PKI adalah para aktivis dan massanya militan, manajemennya rapi dan didukung dana yang kuat. Kesetiaan kepada partai adalah di atas yang lain. Hubungan darah sekalipun adalah musuh partai jika tidak menganut ideologi yang sama.

Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta Timur merupakan saksi betapa banyaknya bekas kekejaman G-30-S PKI 1965. Karena kelicikan dan kekejaman yang luar biasa itulah, rakyat Indonesia menyimpan trauma terhadap PKI, terutama yang mengalami, menyaksikan dan mengetahui tragedi itu. Tak heran jika pasca G-30-S PKI, terjadi pembasmian besar-besaran terhadap orang-orang PKI dan yang diindikasikan menjadi pendukung dan simpatisannya. Sejarah kelam ini jangan sampai terulang lagi.

Iklan
Iklan