Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

SEMANGAT LANSIA

×

SEMANGAT LANSIA

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Menurut KH Husin Naparin, Lc, MA (2003: 15), usia 40 tahun mendapat sorotan tajam dalam Al Quran. Allah menyuruh manusia di usia ini memperbanyak syukur, zikir, amal saleh, memikirkan dan menyiapkan generasi mendatang agar lebih baik, banyak bertaubat dan memantapkan keislaman. Usia ini merupakan batas puncak kematangan akal pikiran dan perjalanan hidup, selanjutnya seseorang akan berjalan menurun.

Kalimantan Post

Intinya, yang punya diri harus lebih waspada, tahu diri bahwa usianya tidak muda lagi. Sudah saatnya ia banyak memikirkan hari depan (kematian, kubur dan akhirat). Dan bagi anggota keluarga yang lebih muda, harus berusaha untuk hidup mandiri, karena suatu saat ayah atau ibunya yang beruban itu pasti akan semakin tua dan meninggakannya.

Syekh Musthafa al-Manfaluthi ketika berusia 40 tahun meratapi usia mudanya yang telah pergi, telah berlalu masa bermain dan bersenang-senang. Ia merasa telah sampai ke puncak kehidupan, dan selanjutnya menuruni lereng kehidupan sebelahnya. Ia tidak tahu, apakah dapat turun dengan selamat ataukah akan tergelincir dan jatuh.

Kerisauan al-Manfaluthi tentu merupakan kerisauan kita semua. Meski usia harapan hidup sudah cukup tinggi, kita tidak pernah tahu sampai di mana limit usia kita, sebab ajal merupakan misteri kehidupan, dan peristiwa kematian merupakan pemandangan harian. Adanya uban, harus dijadikan indikator lebih separo umur sudah dilewati. Jarang orang sekarang berumur 80-an tahun.

Seyogianya orang-orang yang berada dalam posisi sebagai orangtua dan lansia tetap dapat berperan dengan baik, sebab ada kalanya anak-cucunya, istrinya, dan masyarakatnya masih membutuhkan perannya. Jadi tidak ada istilah istirahat dan pensiun dalam menjalankan peran tersebut. Di dalam Al Quran, “(dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar)”. (QS. An Nisa : 9).

Baca Juga :  Menghidupkan Kearifan Lokal: Belajar dari Pedalaman untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia

Ayat ini menjelaskan bahwa setiap orangtua harus mengupayakan agar anak-anak keturunannya hidup sejahtera. Itu artinya orangtua, termasuk yang lansia sekalipun tetap harus memikirkan agar-anak-anaknya atau cucunya memiliki jaminan hidup sampai kelak anaknya bisa hidup mandiri. untuk itu orang yang lansia tetap harus bisa memberikan jalan keluar, nasihat-nasihat dan bimbingan agar anak cucunya bisa hidup mandiri, bukan justru menunggu belas kasihan dari anak-cucunya.

Di dalam surah at-Tahrim ayat 6 diterangkan: “(Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan)”.

Ayat ini menunjukkan bahwa para orangtuya, termasuk yang lansia sekalipun tetap bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak dalam agama. Untuk itu mereka harus pula aktif memberikan bimbingan dan nasihat-nasihat, kisah-kisah kehidupan, yang dapat dijadikan pelajaran bagi anak cucu agar mereka dapat menjalankan agama dengan baik. Sebagaimana cerita dalam cerita serial “Ipin-Upin”, di situ oma/opa (nenek) dan atu (kakek), sebagai orang yang sudah lansia tetapi tetap berperan dalam membimbing dan mendidik anak cucunya.

Agar orang yang lansia tetap dapat memberikan perannya, maka mereka tentu harus relatif sehat secara jasmani dan rohani, jauh dari sifat pikun. Salah satu amalan yang oleh para ahli psikologi diakui dapat mencegah pikun bagi kalangan lansia adalah rajin beribadah, bersilaturahim, termasuk membaca dan menghafal Al Quran.

Di samping itu mereka tetap harus memiliki semangat yang tinggi dan tidak menyerah dengan usia lansia yang mendatanginya. Ada ungkapan indah dari Dr. Joseph Murphy, PhD, DDLLD, yang dikutip dari buku Ir. H.M. Said “Buah Pena Bung Mantan” (l998) yang berbunyi, “Buanglah jauh-jauh pikiran bahwa usia 65, 67 dan 85 adalah sinonim untuk akhir usia. Usia tersebut merupakan awal suatu pola kehidupan yang mulia, aktif dan paling produktif, barangkali melebihi yang pernah dialami selama ini. Orang Insya Allah akan tetap sehat dan kuat, sepanjang ia yakin dirinya sehat dan kuat, dan ia akan berharga sepanjang ia yakin dirinya berharga. Kita akan betul-betul tua bila kita kehilangan gairah terhadap kehidupan, bila kita telah berhenti bermimpi, bila kita berhenti memikirkan kebenaran baru dan bila berhenti mencari gagasan baru yang akan direbut. Tubuh manusia memang makin lama makin bertambah lamban, tetapi pikiran sadarnya dapat dibuat semakin kreatif, semakin awas, semakin hidup dan semakin cepat oleh inspirasi pikira
n bawah sadarnya. Rambut yang beruban menandakan kebijaksanaan, kematangan, kemahiran dan pengertian yang lebih banyak tentang kehidupan. Jagalah agar pikiran kita tidak pernah pensiun, sebab pikiran itu sebenarnya tidak pernah tua”.

Baca Juga :  80 Tahun Merdeka: Pendidikan dan Kesehatan Masih Jauh dari Asa

Jadi, di usia lansia orang harus tetap bersemangat, bukan untuk mengumpulkan harta, tetapi beramal ibadah dalam arti seluas-luasnya, sehingga membawa manfaat bagi orang lain. Benjamin Franklin mengatakan, jika anda tidak ingin dilupakan orang sesudah meninggal dunia, berbuatlah sesuatu yang berguna bagi orang, atau tulislah sesuatu yang patut dibaca orang. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan