BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Di pinggir sebuah jalan kota di Banjarmasin, tepatnya di samping Kantor DPRD Kalsel, sebuah spanduk putih berukuran besar terbentang mencuri perhatian siapa pun yang lewat. Huruf-huruf merah tebal di atas kain itu seakan berteriak: “7 Tuntutan Rakyat 7 Hari ke Depan.”
Spanduk tersebut bukan sekadar kain terbentang. Ia membawa pesan, suara yang ingin keluar dari ruang-ruang sunyi keresahan masyarakat. Tujuh poin yang tertulis menggambarkan kegelisahan akan kebijakan negara yang dianggap semakin menjauh dari rasa keadilan.
Pada baris pertama, masyarakat mendesak agar Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor segera disahkan. Pesan ini menegaskan betapa publik ingin korupsi diberantas hingga ke akar, tanpa ada celah bagi para pelaku untuk menikmati hasil curian uang rakyat.
Di poin berikutnya, tertulis tuntutan agar kenaikan tunjangan serta dana pensiun DPR dibatalkan. Kritik ini bukan tanpa alasan. Di tengah keluhan masyarakat soal kebutuhan hidup yang makin mahal, kenaikan fasilitas bagi wakil rakyat dianggap menambah luka ketidakadilan.
Tuntutan juga menyinggung soal pajak dan iuran BPJS. Dua hal yang sehari-hari bersentuhan langsung dengan rakyat kecil. Kalimat “Batalkan pajak yang mencekik rakyat” menggambarkan kekecewaan terhadap beban yang dirasa semakin berat, sementara desakan pembatalan kenaikan iuran BPJS memperlihatkan betapa pelayanan publik masih jauh dari kata memuaskan.
Lebih jauh, spanduk itu juga menyuarakan penolakan terhadap napi koruptor maupun keluarga anggota DPR yang diberi jalan menjadi pejabat BUMN. Bagi masyarakat, langkah semacam itu hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan terhadap institusi negara.
Tak ada nama organisasi atau individu yang tercantum sebagai penanggung jawab. Namun, pesan yang dibawa spanduk itu sudah cukup keras untuk dibaca publik. Ia menjadi simbol, bahwa ada suara-suara yang mungkin tak tersampaikan lewat jalur formal, tetapi mencari jalan lain agar tetap terdengar.
Spanduk di pinggir jalan ini seakan menjadi cermin keresahan: bahwa rakyat masih ingin didengar, bahwa ada harapan keadilan yang terus diperjuangkan, meski hanya lewat selembar kain yang berbicara lantang di antara hiruk-pikuk lalu lintas kota. (sfr/KPO-4)