Martapura, KP – Aksi pemilik dan ahli waris Condotel dengan mendatangi Grand Tan Banjar Selasa (30/9).
Mereka menagih hak yang tak kunjung dibayarkan sejak lama dan sertifikat yang tak dipecah.
“Aset ini kami beli pada tahun 2011 sampai 2013, ada 200 an unit yang sudah terjual namun kami tidak menerima sertifikat karena masih belum dipecah, masih sertifikat induk,” ujar Ketua Perkumpulan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPRS) Grand Banua, Kaharjo).
Kaharjo menuturkan pihaknya sempat diminta menandatangani surat persetujuan pengelolaan terhadap PT BAS selama 10 tahun.
Dengan tenggat waktu pada 30 Juli 2024.
Namun, hingga kini pihaknya tak kunjung menerima perkembangan baik dari sertifikat maupun dari hasil keuntungan.
Bahkan setelah condotel dengan nama guna Aston berakhir kontrak, condotel itu beralih nama menjadi Grand Tan tanpa persetujuan para pemilik.
Hal ini turut disayangkan oleh para pemilik condotel sebab merasa tak dilibatkan dalam pemilihan nama baru.
“Kami merasa ini seperti permainan mereka, sertifikat masih jadi satu. Itu menjadi pegangan mereka untuk mengakui Condotel kepemilikan itu milik PT BAS semuanya,” tutur Kaharjo.
Setelah terus didesak untuk segera memecah sertifikat, pihak PT BAS justru tak mengindahkan.
Belakangan, akhirnya diketahui oleh pemilik Condotel bahwa sertifikat tersebut telah digadaikan ke bank swasta.
“Kemudian kreditnya macet, hingga akhirnya unit dilelang oleh bank. Setelah itu unit yang dilelang dibeli oleh Christ Baby melalui Cessie, dan dari keterangan bank unit yang dilelang hanya 18,” sebut Kaharjo.
Namun, TAN yang menjadi kuasa dari Christ Baby menekankan seluruh aset hotel adalah miliknya dengan berlandaskan pada SHGB No. 452 yang masih atas nama PT BAS.
“Tetapi TAN tidak berani menunjukkan bukti pembelian cessienya,” ujar Kaharjo.
Pihak pemilik condotel sudah berupaya melakukan mediasi, pertemuan, hingga melayangkan pidana terhadap PT BAS.
Hasilnya, Polda Kalsel menetapkan dua orang direktur PT BAS sebagai tersangka. Kemudian melalui restorative justice, Direktur PT BAS menyatakan akan segera memecah sertifikat kemudian diserahkan kepada pemilik.
“Namun TAN tidak mengakui pernyataan itu, bahkan syarat lain melalui cek Rp500 juta juga tidak ada dananya. Ini bisa dibilang jebakan,” tegas Kaharjo.
Para pemilik Condotel sudah berulang kali mengajak TAN untuk berdiskusi, dan membicarakan mengenai hak unit yang belum diterima.
Namun, dari pihak TAN justru terus bersikukuh bahwa pemilik tidak memiliki hak atas bangunan, sebab sertifikat masih belum dipecah dan masih atas nama PT BAS.
“Berarti dengan begitu sampai kiamat pun hak kita sebagai pembeli tidak akan dipenuhi,” tutup Kaharjo.
Dengan aksi ini, Kaharjo mengharapkan adanya jalan keluar dan janji serta tenggat waktu dari pihak manajemen untuk memecah sertifikat serta menyerahkan hak-hak para pemilik.
Sementara itu, pengacara sekaligus kuasa hukum PT BAS Fauzan Remon mengatakan bahwa pihaknya telah melihat bukti-bukti yang dilampirkan para pemilik condotel.
Ia menilai dari bukti itu masih ada persoalan yang belum terselesaikan.
“Jadi ada bentrok, karena tidak ada kepastian.
Maka dari itu saya bertanggung jawab untuk memberikan kepastian, karena 179 (unit) itu harus diberikan kepastian,” ungkap Fauzan.
Sehingga, ia akan mengupayakan agar persoalan yang menyangkut kliennya PT BAS dan ratusan pemilik Condotel bisa segera selesai.
Yakni dengan cara memberikan sertifikat legal untuk masing-masing pemilik unit.
“Itu harus diberi legal sertifikatnya.
Apalagi yang diurus di BPN itu harus cepat selesai,” ucapnya. (*/net/K-2)