Oleh : Ade Hermawan
Dosen Universitas Borneo Lestari
Akal adalah anugerah terbesar yang dimiliki manusia, yang membedakannya dari makhluk lain. Akal adalah daya pikir yang memungkinkan kita untuk memahami, menalar, dan membedakan antara yang baik dan buruk. Kata “akal” berasal dari bahasa Arab, “al-‘aql,” yang secara harfiah berarti “mengikat” atau “menahan.” Pengertian ini sangat relevan, karena akal berfungsi untuk “mengikat” manusia agar tidak terjerumus pada perbuatan buruk yang didorong oleh nafsu. Orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan amarah dan mengendalikan hawa nafsunya.
Akal adalah kompas internal yang membimbing kita dalam setiap keputusan. Ia membuat kita mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan, mendorong kita untuk bersabar, dan bertanggung jawab atas pilihan yang diambil. Berkat akal, manusia tidak hanya sekadar hidup, tetapi juga bisa merenung, menciptakan, berinovasi, dan membangun peradaban.
Akal bukan hanya sekadar otak yang berpikir, melainkan sebuah kekuatan spiritual dan intelektual yang mengikat kita pada kebenaran dan menuntun kita menuju kehidupan yang lebih baik. Tanpa akal, manusia akan kehilangan esensi kemanusiaannya dan hidup hanya berdasarkan dorongan naluri semata.
Akal sangat penting bagi kehidupan manusia karena ia adalah pemandu utama yang membedakan kita dari makhluk hidup lain. Tanpa akal, manusia akan hidup hanya berdasarkan naluri, seperti hewan. Akal memungkinkan kita untuk tidak sekadar bertahan hidup, tetapi juga untuk berkembang, menciptakan, dan menjalani kehidupan yang bermakna.
Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai pilihan, dari yang sederhana hingga yang kompleks. Akal memungkinkan kita untuk menganalisis situasi, mempertimbangkan konsekuensi dari setiap pilihan, dan membuat keputusan yang logis serta bijaksana. Tanpa akal, kita mungkin akan bertindak impulsif, mengikuti emosi sesaat, dan sering kali menyesali keputusan kita di kemudian hari. Akal menuntun kita untuk berpikir jangka panjang dan memprioritaskan hal-hal yang benar-benar penting.
Akal memungkinkan kita untuk memecahkan masalah yang kompleks, menciptakan alat, membangun peradaban, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kemampuan untuk menalar, berinovasi, dan berpikir secara abstrak adalah anugerah akal yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling dominan di Bumi.
Akal berperan sebagai “rem” yang mengendalikan dorongan-dorongan tersebut. Ketika kita marah, akal akan membisikkan untuk menenangkan diri dan mencari solusi yang lebih baik daripada bertindak kasar. Ketika kita tergoda oleh nafsu, akal mengingatkan kita akan tanggung jawab dan konsekuensi. Tanpa akal, kita akan mudah terbawa arus emosi dan nafsu, yang bisa merusak diri sendiri maupun orang lain.
Akal memberi kita kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah. Berkat akal, kita bisa memahami konsep keadilan, empati, dan belas kasih. Akal adalah landasan bagi moral dan etika yang mengatur perilaku manusia dalam masyarakat. Dengan akal, kita menyadari bahwa tindakan kita memiliki dampak pada orang lain, sehingga kita berusaha untuk hidup secara harmonis dan saling menghormati.
Seluruh kemajuan yang kita nikmati saat ini, mulai dari teknologi, ilmu kedokteran, hingga seni dan budaya, adalah hasil dari penggunaan akal. Akal memungkinkan kita untuk belajar dari masa lalu, berinovasi untuk masa depan, dan terus-menerus memperbaiki kualitas hidup. Tanpa akal, manusia akan terjebak dalam siklus primitif tanpa adanya kemajuan dan peradaban.
Sebaliknya, Nafsu adalah kekuatan atau dorongan alami yang ada dalam diri manusia dan semua makhluk hidup. Nafsu adalah keinginan atau hasrat untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kenikmatan. Dorongan ini bisa berasal dari kebutuhan fisik, seperti makan dan minum, maupun kebutuhan psikologis, seperti ingin diakui atau dicintai.
Kata “nafsu” juga berasal dari bahasa Arab, “nafs,” yang berarti “jiwa,” “diri,” atau “keinginan.” Dalam konteks ini, nafsu sering diartikan sebagai dorongan-dorongan yang muncul dari dalam diri manusia, yang jika tidak dikendalikan, dapat menguasai akal.
Nafsu adalah bagian penting dari kehidupan yang mendorong kita untuk bertahan hidup dan berkembang. Nafsu Makan dan Minum adalah nafsu dasar yang memastikan tubuh kita mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Tanpa nafsu ini, kita tidak akan merasa lapar atau haus, yang bisa membahayakan kesehatan. Nafsu atau Keinginan untuk menjadi yang terbaik, sukses, atau diakui adalah bentuk nafsu yang positif. Ini mendorong kita untuk bekerja keras, belajar, dan mengembangkan potensi diri.
Namun, nafsu bisa menjadi berbahaya saat ia tidak terkendali dan mengabaikan akal sehat. Nafsu atau keinginan untuk memiliki barang-barang mewah secara berlebihan, meskipun tidak dibutuhkan, bisa menguras sumber daya dan menjebak kita dalam gaya hidup boros. Nafsu untuk memiliki kekuasaan yang tak terbatas sering kali mengarah pada kezaliman, korupsi, dan penindasan terhadap orang lain. Nafsu Amarah Jika tidak dikendalikan bisa menyebabkan kekerasan, permusuhan, dan merusak hubungan baik.
Nafsu manusia harus dikendalikan karena ia memiliki kekuatan yang sangat besar, seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, nafsu adalah pendorong untuk bertahan hidup dan berkembang, tetapi di sisi lain, jika tidak dikendalikan, nafsu bisa menjadi sumber malapetaka yang merusak diri sendiri dan orang lain.
Nafsu sering kali menuntut kepuasan instan. Ia membujuk kita untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan sekarang, tanpa memikirkan konsekuensinya nanti. Misalnya, nafsu amarah bisa mendorong kita mengucapkan kata-kata kasar yang merusak hubungan. Nafsu boros bisa membuat kita menghabiskan uang untuk hal yang tidak penting, sehingga kita kesulitan di masa depan. Dengan mengendalikan nafsu, kita mengambil keputusan yang bijaksana, yang membawa kebaikan dan mencegah penyesalan di kemudian hari.
Banyak tujuan besar dalam hidup, seperti meraih pendidikan tinggi, membangun bisnis, atau menjaga kesehatan, memerlukan kedisiplinan dan pengorbanan. Nafsu sering kali menjadi penghalang. Nafsu malas membuat kita menunda pekerjaan, nafsu makan berlebihan menghalangi kita untuk hidup sehat, dan nafsu bersenang-senang bisa membuat kita lalai dari tanggung jawab. Dengan mengendalikan nafsu, kita bisa fokus pada tujuan dan memiliki ketahanan untuk melewati tantangan demi mencapai impian yang lebih besar.
Nafsu yang tidak terkendali dapat merusak hubungan dengan orang lain. Nafsu ingin berkuasa bisa membuat kita sombong dan menindas. Nafsu cemburu bisa membuat kita curiga dan merusak kepercayaan. Sebaliknya, ketika kita mengendalikan nafsu, kita bisa menjadi pribadi yang lebih sabar, pengertian, dan peduli. Kemampuan untuk menahan diri dari amarah atau egoisme adalah kunci untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.
Mengendalikan nafsu adalah proses yang melatih kekuatan mental dan karakter. Setiap kali kita berhasil menahan godaan, kita melatih diri untuk menjadi pribadi yang lebih kuat, sabar, dan disiplin. Hal ini akan membentuk karakter yang kokoh dan tidak mudah goyah. Sebaliknya, orang yang terus mengikuti nafsunya akan menjadi pribadi yang lemah, mudah dipengaruhi, dan sulit dipercaya.
Dalam setiap langkah kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada dua kekuatan yang saling tarik menarik antara akal dan nafsu. Keduanya bagaikan kompas yang membimbing kita, tetapi seringkali menunjuk ke arah yang berbeda. Akal adalah cahaya yang menuntun kita kepada kebaikan dan kebijaksanaan, sementara nafsu adalah bara api yang menjanjikan kenikmatan sesaat tetapi dapat membakar segalanya.
Menyeimbangkan akal dan nafsu adalah tantangan seumur hidup yang dihadapi setiap manusia. Keduanya tidak bisa dipisahkan, tetapi harus ditempatkan pada posisi yang tepat. Akal ibarat nahkoda kapal, sementara nafsu adalah layarnya. Kita butuh layar (nafsu) untuk bergerak maju, tetapi kita butuh nahkoda (akal) untuk mengarahkan ke mana kapal akan berlayar agar tidak tersesat.
Untuk menyeimbangkan akal dan nafsu dalam kehidupan sehari-hari kita harus berlatih mengendalikan diri, mempraktikan kesadaran penuh, membangun kebiasaan baik, mencari teman dan lingkungan yang positif, dan memahami tujuan hidup.
Mengendalikan diri berarti menunda kesenangan instan demi kebaikan jangka panjang. Contohnya, ketika nafsu ingin makan makanan tidak sehat, akal mengingatkan akan pentingnya kesehatan. Dengan melatih disiplin diri, kita memperkuat kendali akal atas nafsu. Mulailah dari hal kecil, seperti menepati janji pada diri sendiri atau menyelesaikan tugas tepat waktu, meski nafsu ingin bermalas-malasan.
Kesadaran penuh berarti hadir seutuhnya pada momen ini, menyadari apa yang kita rasakan, pikirkan, dan inginkan. Ketika nafsu muncul, alih-alih langsung mengikutinya, cobalah untuk berhenti sejenak. Tanyakan pada diri sendiri, “Mengapa saya menginginkan ini? Apakah ini benar-benar yang terbaik untuk saya?” Proses ini memberi ruang bagi akal untuk berpikir dan menimbang, sehingga nafsu tidak langsung mengambil alih kendali.
Kebiasaan baik adalah benteng yang kuat melawan nafsu yang buruk. Jika kita terbiasa berolahraga setiap pagi, nafsu untuk bermalas-malasan akan lebih mudah diatasi. Jika kita terbiasa menabung, nafsu untuk berbelanja berlebihan akan lebih mudah dikendalikan. Kebiasaan yang baik akan menjadi “jalur otomatis” yang membuat kita melakukan hal yang benar tanpa harus berjuang keras setiap saat melawan nafsu.
Lingkungan sangat memengaruhi cara kita bertindak. Berada di lingkungan yang positif dan dikelilingi oleh teman-teman yang memiliki tujuan hidup jelas akan membantu kita menguatkan akal. Sebaliknya, berada di lingkungan yang penuh godaan dan teman-teman yang tidak peduli akan membuat kita lebih mudah terbawa arus nafsu.
Ketika kita memiliki tujuan hidup yang jelas, akal akan lebih mudah memimpin. Tujuan ini bisa menjadi kompas yang memandu setiap langkah kita. Ketika nafsu ingin mengajak kita menyimpang, akal akan mengingatkan, “Tujuanmu bukan ke sana.” Dengan demikian, nafsu tidak lagi menjadi sekadar keinginan tanpa arah, melainkan menjadi energi yang diarahkan oleh akal untuk mencapai tujuan tersebut.
Semoga Allah Subhana Wata’ala memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menggunakan akal dengan baik dan bisa mengendalikan nafsu.