Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Derap Nusantara

Gizi inklusi, saatnya pikirkan MBG anak berkebutuhan khusus

×

Gizi inklusi, saatnya pikirkan MBG anak berkebutuhan khusus

Sebarkan artikel ini
IMG 20251007 162239

Oleh Cahaya Manthovani*)

PROGRAM makan bergizi gratis (MBG) perlu dirancang lebih inklusif agar anak-anak berkebutuhan khusus pun bisa mendapatkan hak gizi yang aman dan setara.

Kalimantan Post

Sebab di tengah perhatian publik yang kerap berfokus pada pendidikan dan akses layanan kesehatan, kebutuhan akan makanan sehat dan aman bagi kelompok ini sering kali terpinggirkan.

Padahal, bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, asupan makanan yang tepat bukan sekadar soal kenyang, melainkan bagian penting dari tumbuh kembang dan kesehatan jangka panjang mereka.

Kesadaran inilah yang melatarbelakangi lahirnya kolaborasi antara Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB) dalam melakukan inspeksi berkala guna menjamin standar keamanan program MBG sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Banten.

Program ini dijalankan sebagai bagian dari kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dan telah berjalan sejak April 2025. Pendekatannya cukup berbeda dari banyak program serupa karena menempatkan pengawasan, keamanan pangan, dan transparansi digital sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan.

Saat ini, program tersebut menjangkau 18 sekolah khusus, baik negeri maupun swasta, di lima wilayah Banten, yaitu Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, dan Kota Cilegon.

Sebanyak 12 pelaku usaha kecil menengah di daerah tersebut terlibat dalam penyediaan makanan untuk lebih dari dua ribu siswa dan guru. Mereka bukan hanya menerima pesanan, tetapi juga dibimbing dan diawasi agar memenuhi standar kebersihan, gizi, dan keamanan pangan yang ketat.

Program itu berjalan bersama mitra pemerintah daerah secara rutin yang melakukan inspeksi lapangan untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai prosedur.

Inspeksi dilakukan di dapur mitra usaha, termasuk di Omah Kulina yang menjadi salah satu penyedia makanan, serta di sejumlah sekolah penerima manfaat seperti Sekolah Khusus Assalam 01 dan 02.

Selain itu, kegiatan juga dilanjutkan ke pusat pemantauan program berbasis teknologi yang berfungsi untuk mengawasi proses distribusi secara real-time.

Pengawasan Ketat

Pengawasan ketat menjadi hal penting karena banyak anak berkebutuhan khusus memiliki pantangan atau sensitivitas terhadap jenis makanan tertentu.

Baca Juga :  HUT ke-80 TNI, Prabowo Saksikan Aksi 80 Penerjun, ada Penerjun Satwa

Kesalahan kecil dalam penyediaan makanan bisa berdampak besar terhadap kesehatan mereka. Karena itu, program ini dirancang dengan sistem end-to-end, mulai dari pengadaan bahan, proses pengolahan, hingga distribusi, semuanya tercatat dan dapat dipantau secara digital.

Program ini juga menekankan pentingnya kerja sama lintas pihak, termasuk dukungan dari dinas kesehatan dan dinas pendidikan di tingkat kota dan kabupaten.

Semua yang terlibat berupaya memastikan bahwa setiap penyedia makanan memahami prinsip kebersihan, keselamatan kerja, dan nutrisi yang sesuai.

Pendampingan dilakukan sejak tahap awal, termasuk edukasi tentang pengolahan bahan makanan, penanganan alergi, serta tata cara penyimpanan dan pengantaran yang aman.

Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa program sosial dapat berjalan selaras dengan peningkatan kapasitas ekonomi lokal, sebab para pelaku UMKM yang terlibat turut memperoleh peningkatan kompetensi dalam praktik bisnis yang lebih sehat dan profesional.

Ketua Pembina YIPB, Maya Miranda Ambarsari, melihat bahwa pengalaman ini dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk memperkuat kebijakan inklusif di bidang gizi.

Menurutnya, peran swasta dalam penyelenggaraan kegiatan sosial bisa diarahkan untuk melengkapi kerja pemerintah, bukan menggantikannya.

Ia menilai pentingnya inovasi berbasis teknologi dan pengawasan berbasis data agar setiap inisiatif memiliki ukuran keberhasilan yang objektif.

Melalui cara ini, pengelolaan bantuan pangan tidak hanya bersifat karitatif, tetapi juga memiliki dampak sistemik terhadap tata kelola dan ketahanan pangan di tingkat daerah.

Dalam penyelenggaraannya, program ini menerapkan tiga pendekatan utama yaitu pemanfaatan teknologi digital untuk transparansi, penerapan protokol keamanan dan gizi berdasarkan rekomendasi ahli, serta pemberdayaan pelaku usaha lokal.

Ketiga aspek ini saling melengkapi. Teknologi memungkinkan proses pelaporan yang cepat dan akurat, protokol kesehatan menjaga kualitas makanan, sementara pemberdayaan lokal memastikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat di sekitar sekolah.

Kecerdasan Buatan

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dalam sistem pemantauan menjadi hal yang menarik untuk dicermati. Sistem ini memungkinkan pengawasan real-time terhadap suhu makanan, waktu distribusi, hingga kondisi sanitasi penyedia.

Baca Juga :  HUT ke-80 TNI, Prabowo Saksikan Aksi 80 Penerjun, ada Penerjun Satwa

Jika ditemukan ketidaksesuaian, sistem dapat memberikan peringatan dini agar segera dilakukan perbaikan.

Dengan cara ini, pengawasan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada tenaga manusia di lapangan, tetapi juga memanfaatkan data untuk pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat.

Pendekatan seperti ini memperlihatkan bahwa digitalisasi dapat memperkuat efektivitas program sosial jika digunakan dengan tepat.

Bukan untuk menggantikan empati manusia, tetapi untuk memastikan empati itu diwujudkan melalui mekanisme yang terukur, aman, dan berkelanjutan.

Dalam konteks anak-anak berkebutuhan khusus, keandalan sistem distribusi makanan menjadi bentuk perlindungan yang sangat nyata. Ia bukan sekadar kebijakan, tetapi jaminan rasa aman bagi anak-anak, guru, dan orang tua.

Kegiatan inspeksi berkala yang dilakukan bersama berbagai pihak memperlihatkan pentingnya konsistensi dalam menjaga standar mutu.

Dalam setiap tahap, aspek keselamatan dan gizi menjadi prioritas, sementara pelibatan UMKM lokal memberi ruang bagi ekonomi daerah untuk tumbuh.

Hubungan timbal balik antara sosial dan ekonomi inilah yang menjadikan program ini relevan, membantu anak-anak dengan cara yang sekaligus memperkuat fondasi ekonomi masyarakat sekitar.

Kolaborasi lintas sektor seperti ini sesungguhnya menghadirkan cermin bagi arah pembangunan sosial Indonesia ke depan. Isu-isu inklusi tidak cukup dijawab dengan niat baik, tetapi harus disertai sistem yang transparan dan akuntabel.

Di titik inilah teknologi dan tata kelola menjadi kunci. Apa yang dilakukan di Banten melalui program MBG Swasta menunjukkan bahwa perubahan sosial tidak harus menunggu kebijakan besar, tapi sejatinya bisa tumbuh dari inisiatif lokal yang berpihak, terukur, dan terus dievaluasi.

Dalam jangka panjang, keberhasilan program seperti ini tidak hanya diukur dari jumlah makanan yang tersalurkan, tetapi dari seberapa besar bisa menumbuhkan kesadaran bersama bahwa inklusi dimulai dari hal-hal paling sederhana.

Memastikan anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan makanan yang aman dan bergizi mungkin tampak sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan langkah besar menuju masyarakat yang lebih adil, beradab, dan berperi kemanusiaan. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)

*) Penulis adalah Ketua Pelaksana Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB).

Iklan
Iklan