Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
OpiniTRI BANJAR

Menapak di Rawa, Bergerak untuk Bumi: Integrasi Lahan Basah dalam Pembelajaran PJOK Berkelanjutan

×

Menapak di Rawa, Bergerak untuk Bumi: Integrasi Lahan Basah dalam Pembelajaran PJOK Berkelanjutan

Sebarkan artikel ini
IMG 20251029 092405
Ariansyah (Kalimantanpost.com/Repro Pribadi)

Oleh : Ariansyah *)

MENAPAK di Rawa, Bergerak untuk Bumi: Integrasi Lahan Basah dalam Pembelajaran PJOK Berkelanjutan” mengandung makna simbolis yang mendalam tentang hubungan manusia, pendidikan, dan lingkungan.

Kalimantan Post

Frasa “Menapak di Rawa” secara literal menggambarkan seseorang yang berjalan atau beraktivitas di lingkungan lahan basah, namun secara simbolis melambangkan kedekatan manusia dengan alam, terutama dengan ekosistem lahan basah yang sering terabaikan. Ungkapan ini merepresentasikan langkah awal dalam mengenal, memahami, dan menghargai lingkungan sekitar sebagai bagian dari proses pembelajaran yang kontekstual. Sementara itu, “Bergerak untuk Bumi” menunjukkan bahwa aktivitas jasmani dalam pembelajaran PJOK tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kebugaran fisik, tetapi juga menjadi bentuk kepedulian dan aksi nyata dalam menjaga keberlanjutan bumi. Kalimat ini mengandung pesan tentang pentingnya gerakan kolektif menuju keberlanjutan dan tanggung jawab ekologis

Selanjutnya, “Integrasi Lahan Basah dalam Pembelajaran PJOK Berkelanjutan” menegaskan gagasan pendidikan jasmani tidak semata berfokus pada aspek fisik, melainkan turut mengintegrasikan nilai-nilai sosial, budaya, dan ekologis yang berkaitan dengan pelestarian lahan basah.

Istilah “berkelanjutan” dalam konteks ini menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya relevan untuk masa kini, tetapi juga berperan dalam menumbuhkan generasi yang peduli terhadap lingkungan dan mampu menjaga keseimbangan antara manusia dan alam di masa depan.

Outdoor education atau pendidikan luar ruang merupakan pendekatan pembelajaran yang menempatkan alam sebagai media utama proses belajar. Dalam konteks Pendidikan Jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK), outdoor education tidak hanya bertujuan mengembangkan keterampilan motorik dan kebugaran jasmani, tetapi juga menanamkan kesadaran ekologis, sosial, dan budaya melalui pengalaman langsung di lingkungan alam (Nasrulloh & Prasetyo, 2018).

Pendekatan ini menekankan pembelajaran kontekstual, di mana siswa diajak untuk berinteraksi dengan alam sekitar salah satunya ekosistem lahan basah yang menjadi ciri khas Kalimantan Selatan.

Outdoor education adalah pendekatan pembelajaran luar-ruang yang menempatkan alam sebagai “laboratorium” pendidikan jadi siswa belajar melalui pengalaman langsung, observasi, eksplorasi, dan aktivitas fisik di lingkungan alami. Pendekatan outdoor education menjadi strategi penting dalam memperluas makna pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK). Melalui kegiatan di luar kelas, siswa diajak tidak hanya berolahraga untuk meningkatkan kebugaran fisik, tetapi juga berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar.

Baca Juga :  Pemuda dan AI

Dengan mengintegrasikan aspek ekologi lahan basah, kearifan lokal melalui permainan tradisional Kalimantan Selatan, serta pendidikan mitigasi lingkungan, pembelajaran PJOK dapat menjadi wahana pembentukan karakter yang berorientasi pada kepedulian sosial dan tanggung jawab ekologis.

Kalimantan Selatan memiliki bentang alam yang kaya akan lahan basah seperti rawa, sungai, dan danau, yang berfungsi penting sebagai penyangga kehidupan. Lahan basah tidak hanya berfungsi secara ekologis sebagai penyedia air dan habitat berbagai jenis flora dan fauna, tetapi juga memiliki nilai sosial-budaya tinggi karena menjadi pusat aktivitas ekonomi, tradisi, dan permainan rakyat. (Rahman, 2020) dalam Jurnal Wahana Bioedukasi ULM.

Dalam konteks keberlanjutan ekologi, outdoor education menekankan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut dengan menumbuhkan pemahaman siswa terhadap pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Melalui aktivitas di luar ruang seperti pengamatan lingkungan, eksplorasi ekosistem rawa, dan permainan edukatif bertema konservasi, siswa tidak hanya belajar secara kognitif tetapi juga mengalami pembelajaran afektif dan psikomotorik secara langsung.

Integrasi kearifan lokal dan permainan tradisional Kalimantan Selatan menjadi jembatan penting antara aspek sosial-budaya dan ekologi. Permainan tradisional seperti balogo, bagasing, asinan, dan balumba dapat dimodifikasi dalam kegiatan PJOK berbasis outdoor education, dengan lokasi pembelajaran di sekitar lahan basah. Aktivitas ini mengajarkan nilai gotong royong, sportivitas, dan rasa kebersamaan sekaligus memperkenalkan siswa pada lingkungan ekologis tempat permainan itu berkembang. Hal ini sejalan dengan penelitian Putra et al. (2021) dalam Jurnal Pendidikan Olahraga ULM, yang menunjukkan bahwa integrasi budaya lokal dalam pembelajaran PJOK mampu meningkatkan motivasi belajar dan kepedulian lingkungan peserta didik.

Selain itu, pembelajaran di lahan basah dapat dihubungkan dengan mitigasi bencana seperti banjir atau kebakaran lahan, yang sering terjadi di kawasan rawa Kalimantan Selatan. Siswa dapat diajak untuk memahami konsep dasar mitigasi, mengenal faktor penyebab, dan melakukan simulasi aktivitas fisik yang berorientasi pada kesiapsiagaan lingkungan. Hal ini memperluas makna PJOK dari sekadar olahraga menjadi pendidikan yang holistik dan berorientasi pada keberlanjutan.

Kedua pilar penting sosial-budaya dan ekologi saling melengkapi dalam pembelajaran PJOK berbasis outdoor education. Pilar sosial-budaya menumbuhkan rasa identitas, tanggung jawab sosial, serta penghargaan terhadap warisan budaya daerah. Sementara pilar ekologi membentuk kesadaran lingkungan dan perilaku peduli terhadap keberlanjutan alam.

Baca Juga :  MBG Dan Jaminan Pangan Halal Thoyyib Di dalam Sistem Islam

Dengan demikian, pembelajaran PJOK tidak hanya berfokus pada peningkatan kebugaran fisik, tetapi juga membentuk manusia yang sadar lingkungan, berbudaya, dan bertanggung jawab terhadap bumi tempatnya berpijak.

Dalam konteks pendidikan jasmani modern, outdoor education tidak hanya berfungsi sebagai sarana pengembangan fisik, tetapi juga sebagai medium pembelajaran kontekstual yang menanamkan nilai keberlanjutan lingkungan dan sosial. Menurut Riyadi (2021) dalam Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta, pendekatan pembelajaran berbasis lingkungan membantu peserta didik memahami hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dan kelestarian alam. Melalui kegiatan fisik di alam terbuka, siswa belajar tentang tanggung jawab terhadap ekosistem yang menopang kehidupan, termasuk lahan basah yang memiliki fungsi ekologis penting.

Selain itu, Arifin dan Sulaiman (2020) dalam Jurnal Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Malang menekankan bahwa pembelajaran PJOK yang diintegrasikan dengan konteks lokal dapat memperkuat nilai karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Pendekatan ini sejalan dengan semangat pendidikan berkelanjutan (Education for Sustainable Development), yang menekankan bahwa pendidikan jasmani tidak hanya membangun tubuh yang sehat, tetapi juga kesadaran akan keberlanjutan bumi.

Secara keseluruhan, integrasi outdoor education dalam pembelajaran PJOK berorientasi pada pembentukan karakter siswa yang sehat secara jasmani, cerdas secara sosial, dan peduli secara ekologis. Dengan menjadikan lahan basah Kalimantan Selatan sebagai ruang belajar, siswa dapat memahami secara langsung keterkaitan antara aktivitas jasmani, keberlanjutan lingkungan, dan pelestarian budaya lokal. Pembelajaran seperti ini menumbuhkan kesadaran bahwa olahraga bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap bumi dan kehidupan sosial di sekitarnya.

Dengan demikian, “Menapak di Rawa, Bergerak untuk Bumi” bukan hanya sekadar judul simbolik, melainkan representasi nyata dari pendidikan jasmani yang kontekstual, berkarakter, dan berkelanjutan membentuk generasi yang tidak hanya kuat raganya, tetapi juga bijak menjaga alam dan budaya yang menjadi warisan mereka.

*) Ariansyah, mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Jasmani, Fakultas Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan

Iklan
Iklan