Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

MENYAYANGI ORANG MISKIN

×

MENYAYANGI ORANG MISKIN

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh: AHMAD BARJIE B

Di antara akhlak mulia Rasulullah saw yang penting diteladani dan ditindaklanjuti adalah kasih sayangnya yang sangat tinggi kepada orang-orang miskin. Rasulullah tidak berwacana, tetapi langsung praktik. Ketika beristrikan Khadijah seorang wanita kaya saat itu, beliau hidup berada. Kekayaannya banyak dikorbankan untuk dakwah, termasuk memberi modal usaha dan menolong fakir miskin. Beliau mengharamkan diri, keluarga dan keturunannya menerima zakat dan sedekah. Apabila diberi hadiah, segera dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak. Ketika ada anak miskin ditinggal mati orangtuanya, beliau langsung menjadi orangtua asuh. Jika orang miskin mengundang, Rasulullah segera memenuhi hajat mereka tanpa ditunda sambil mencarikan solusi problema mereka.

Kalimantan Post

Perhatian Rasul tidak saja tertuju kepada sesama muslim, tetapi juga lintas agama. Ketika hijrah ke Madinah, seorang wanita Yahudi tua, buta, miskin dan hidup sebatang kara tinggal tidak jauh dari rumah Rasulullah. Terbawa fanatisme primordialisme kaumnya, wanita Yahudi ini ikut-ikutan menghujat dan menjelek-jelekkan Rasulullah. Tetapi di saat sama, Rasulullah setiap hari menjenguk wanita itu sambil membawakan makanan enak dan halus serta menyuapi wanita buta tsb. Hal itu dilakukan selama bertahun-tahun.

Ketika Rasulullah wafat, tugas itu diteruskan oleh Abu Bakar. Ternyata makanan dan suapan dari Abu Bakar terasa kasar, tidak seperti biasanya. Tanpa ragu wanita itu bertanya, siapa dan mana orangnya yang biasa memberi makan sebelumnya. Abu Bakar menjelaskan, orang itu adalah Rasulullah saw yang beberapa hari lalu wafat. Wanita Yahudi ini terkejut dan terperanjat, nyaris pingsan. Ia kemudian menyatakan menjadi muslimah sambil menyesali sikapnya yang selalu purbasangka kepada Rasulullah saw. Orang yang selama ini dihinanya justru sangat mulia dan menyayanginya tanpa pamrih.

Kisah ini mengandung banyak pesan. Ternyata Rasululah saw sangat memprioritaskan perhatian kepada orang miskin jauh melebihi keluarganya sendiri. Beliau tidak mau pilih kasih. Jika kita mengaku sebagai umat Nabi, hal sama mestinya j dilakukan. Patut disesalkan, kini pemuka agama pun menurun perhatiannya pada kalangan miskin. Kalau ada orang miskin meninggal, tidak banyak orang di rumah duka, padahal itulah kesempatan terakhir memperhatikan mereka, setelah selama hidup tidak pula diperdulikan. Begitu pula saat kalangan miskin berhajat, orang enggan datang dengan berbagai alasan. Tapi giliran pejabat atau orang kaya selamatan, di sana berjibun orang berdatangan, termasuk pemuka agama. Nyata sekali motif kita bergeser kepada materi, bukan mencari keredaan Tuhan.

Baca Juga :  Banjir Dulu dan Sekarang

Kini angka kemiskinan nasional semakin tinggi, BPS mencatat 16,5 %, Bank Dunia 49,5 % dan di Kalsel 31 %. Namun jumlah orang kaya dan mapan juga meningkat. Dalam kondisi demikian, potensi charity (kedermawanan) sosial hendaknya dialokasikan untuk kalangan miskin. Begitu juga kalangan pengusaha, hendaknya memfokuskan corporate social responsibility (CSR) untuk pemberdayaan rakyat miskin.

Terlebih pemerintah memegang tugas terdepan mengayomi rakyat miskin. Penting sekali membuat kebijakan yang memihak kalangan miskin. Bukan hanya dengan menyediakan bantuan langsung, yang setelah dua tahun berjalan lalu hilang, tanpa sempat memberdayakan kaum miskin. Justru yang lebih penting penyediaan lapangan kerja, kemudahan berusaha, bantuan permodalan tanpa agunan dan prosedur yang memberatkan serta menjauhkan pikiran pendek menaikkan harga BBM dan menghapus subsidi, sebab akan sangat memberatkan rakyat kecil. SDA yang kita miliki hendaknya dikelola sendiri oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Inilah yang dikehendaki pasal 33 UUD 1945 dan sesuai pula dengan kehendak agama.

Kisah di atas juga mempertegas cara Rasulullah yang tidak melihat sikap dan agama dalam menolong orang. Orang yang membenci dan tidak menyenangkan pun beliau ayomi. Berbeda dengan kebanyakan kita, menolong lebih karena rasa suka dan tidak suka. Tetangga jauh yang disenangi lebih diperhatikan, sementara tetangga dekat terabaikan. Padahal Aisyah ketika bertanya tentang siapa yang paling berhak diberi makanan, Rasulullah menjawab, tetangga yang paling dekat pintu rumahnya, sebab merekalah yang pertama mencium aroma masakan. Jadi, tak ada hubungannya dengan rasa suka atau tidak suka dengan tetangga dimaksud.

Saat memberi masyarakat kadang ingin mendapatkan balasan. Kadang juga enggan menolong, berzakat dan bersedekah kepada muslim yang fasiq, seperti jarang shalat atau puasa. Sikap ini keliru, dengan tidak ditolong mereka akan makin terperosok karena merasa tidak diperhatikan. Justru dengan adanya perhatian, suatu saat mereka sadar. Seorang aktivis dakwah biasa memberi warganya beras, lauk-pauk, uang dan sarana berusaha. Ternyata warga itu kemudian rajin shalat, mau hadir di majelis taklim dan terpanggil berpakaian menutup aurat untuk anak istrinya. Dalam dakwah berlaku prinsip ta’aruf (mengenali), taalluf (menyayangi), dan sesudah itu orang akan ta’alluq, artinya tunduk kepada yang mendekati. Ajakan kebenaran dengan mengandalkan kata-kata keras lebih banyak gagal daripada berhasil. Kelemahan dakwah Islam adalah sistem tabrak lari, sekali tembak ingin cepat berhasil.

Baca Juga :  Menakar Spiritualitas Ekologi

Islam mengajarkan, jangankan terhadap sesama muslim, nonmuslim pun patut ditolong sebagaimana praktik Rasulullah saw. Sultan Saladin juga pernah mengobati Raja Richard Leon Heart, padahal keduanya bermusuhan di medan perang. Kita hidup di tengah masyarakat pluralistik, jadi sewajarnya saling bersilaturahim dan menolong tanpa sekat agama. Lagi pula kalangan muslim pun sering ditolong orang yang berbeda agama. Setiap manusia diberi Allah kelebihan dan kekurangan, semua itu bukan untuk saling menjauh, melainkan melengkapi dan mendekati. Dari situ terjadi interaksi dan berbagi kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan yang bernilai tinggi melebihi kemauan saling berbagi.

Iklan
Iklan