Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Pemimpin yang Bersih, Tiada Pernah Akan Tersandera

×

Pemimpin yang Bersih, Tiada Pernah Akan Tersandera

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ade Hermawan
Dosen Universitas Borneo Lestari

Pemimpin yang bersih adalah pemimpin yang tidak melakukan korupsi, berintegritas dan memiliki karakter yang kuat.

Kalimantan Post

Seorang pemimpin yang bersih akan selalu berkata dan bertindak jujur, baik kepada rakyat, bawahan, maupun dirinya sendiri. Integritas berarti menyatunya antara perkataan dan perbuatan. Pemimpin seperti ini tidak akan mudah plin-plan atau berubah pendirian demi kepentingan sesaat. Mereka akan konsisten dengan nilai-nilai moral dan etika yang dianut, bahkan saat tidak ada yang mengawasi.

Pemimpin yang bersih tidak memiliki beban masa lalu. Rekam jejaknya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia tidak pernah terlibat dalam skandal, kasus korupsi, atau penyalahgunaan wewenang. Riwayatnya sebagai abdi negara atau publik menjadi cerminan bahwa ia benar-benar berdedikasi untuk melayani, bukan memanfaatkan jabatan.

Pemimpin yang bersih tidak akan takut membuat keputusan yang sulit, terutama untuk memberantas kejahatan atau praktik curang di lingkungannya. Karena tidak tersandera oleh kejahatan masa lalu, ia berani bersikap tegas kepada siapa pun, termasuk kepada para kroni atau kelompok yang mencoba menekan. Keberanian ini muncul karena ia merasa benar dan tidak ada yang bisa mengancatnya.

Seorang pemimpin yang bersih selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Setiap kebijakan yang ia buat didasarkan pada manfaatnya bagi banyak orang, bukan untuk memperkaya diri atau kelompoknya. Ia adalah pelayan publik sejati yang tulus ingin menyejahterakan masyarakat.

Kepatuhan pada hukum dan aturan adalah ciri khas pemimpin yang bersih. Ia tidak akan mencoba mencari celah atau memanipulasi hukum demi keuntungan pribadi. Sebaliknya, ia menjadi contoh teladan dalam menaati setiap aturan yang berlaku, sehingga menciptakan budaya hukum yang kuat dan adil di masyarakat.

Pemimpin seperti ini adalah aset berharga. Mereka tidak terbebani masa lalu yang kelam. Mereka dapat berdiri tegak, memandang semua orang setara, dan mengambil keputusan tanpa rasa takut. Mereka dapat memimpin dengan berani karena tak seorang pun dapat mengancam mereka.

Ketika seorang pemimpin bersih, mereka dapat fokus sepenuhnya membangun bangsa, menciptakan kebijakan yang adil, dan memberantas kejahatan tanpa pandang bulu. Mereka dapat menjadi contoh nyata bagi seluruh rakyatnya bahwa integritas dan kejujuran adalah yang terpenting.

Sebaliknya Pemimpin yang tidak bersih adalah pemimpin yang memiliki rekam jejak buruk seperti pernah terlibat korupsi. Pemimpin yang tidak bersih akan selamanya menanggung beban. Beban itu adalah potensi untuk disandera. Mereka tidak dapat mengambil keputusan yang murni demi kepentingan publik karena ada pihak-pihak yang dapat mengancam, mengungkit, bahkan menekan mereka. Misalnya, jika seorang pemimpin pernah melakukan korupsi saat menjabat di posisi lain, ia akan terus dihantui bayang-bayang masa lalu. Ketika ingin menindak tegas koruptor lain, ia mungkin diancam, Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama ? Pada akhirnya, alih-alih memberantas korupsi, mereka terpaksa melindungi atau berkompromi dengan para pelaku.

Baca Juga :  PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA

Seorang pemimpin yang tersandera adalah ibarat seseorang yang disandera dengan tali tak terlihat. Tali itu bisa berupa aib masa lalu, utang budi politik, atau bahkan ancaman dari pihak-pihak berkepentingan. Kondisi ini membuat mereka tidak bisa bertindak tegas, terutama dalam membuat keputusan penting yang seharusnya menguntungkan rakyat.

Pemimpin yang tersandera oleh aib atau kesalahan di masa lalu akan selalu berada di bawah bayang-bayang ancaman. Pihak yang mengetahui rahasia tersebut bisa menggunakan informasi itu sebagai alat pemerasan. Setiap kali sang pemimpin ingin bertindak tegas, misalnya menindak korupsi, pihak penyandera akan mengungkit kembali aibnya. Akibatnya, alih-alih bertindak, ia justru akan memilih bungkam atau berkompromi.

Dalam politik, tidak jarang seorang pemimpin terpilih berkat dukungan finansial atau lobi dari sekelompok orang atau korporasi. Dukungan ini menciptakan utang budi yang membuat pemimpin tersebut tidak bebas. Ketika ia harus membuat kebijakan yang merugikan kelompok pendukungnya misalnya, menolak proyek yang merusak lingkungan atau mencabut izin usaha yang tidak sah ia akan dihadapkan pada dilema. Ketegasan yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan publik akan luntur oleh tekanan untuk membalas budi.

Seorang pemimpin yang merasa dirinya tidak bersih cenderung memiliki rasa ragu dan kurang percaya diri. Ia tahu bahwa fondasi kepemimpinannya rapuh. Ketika dihadapkan pada situasi yang memerlukan ketegasan dan keberanian, ia akan bimbang karena takut integritasnya dipertanyakan. Keraguan ini membuatnya sulit mengambil keputusan yang berani dan revolusioner.

Fungsi utama seorang pemimpin adalah menegakkan aturan dan hukum. Namun, pemimpin yang tersandera seringkali tidak mampu melakukan hal ini secara adil. Jika ia ingin menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok pendukungnya, ia akan takut kehilangan dukungan. Sebaliknya, jika ia menindak pelanggaran dari pihak oposisi, tindakannya bisa dituduh tebang pilih dan tidak objektif. Lingkaran setan ini membuat penegakan aturan menjadi tidak efektif dan tumpul.

Ketidaktegasan seorang pemimpin yang tersandera pada akhirnya akan merugikan rakyat. Kebijakan yang seharusnya adil menjadi bias, penegakan hukum menjadi tumpul, dan kemajuan yang seharusnya bisa dicapai menjadi terhambat. Pemimpin yang bersih, bebas dari segala sandera, adalah satu-satunya yang bisa bertindak tegas demi kebaikan semua orang.

Lalu pertanyaannya adalah adakah pemimpin yang bersih dan tidak tersandera? Secara faktual, meskipun sulit untuk menemukan pemimpin yang 100% sempurna tanpa cacat, sejarah dan realitas politik menunjukkan adanya pemimpin-pemimpin yang memiliki integritas sangat tinggi dan berhasil memimpin tanpa tersandera. Bangsa Indonesia pernah memiliki pemimpin yang bersih dan tidak tersandera memang ada. Mereka adalah individu yang secara konsisten menunjukkan integritas, kejujuran, dan keberanian untuk menolak godaan kekuasaan. Kisah-kisah mereka menjadi bukti bahwa kepemimpinan yang bebas dari sandera adalah mungkin, dan bahwa integritas adalah modal utama untuk membangun kepercayaan publik dan membawa kemajuan yang sejati. Pemimpin yang dimaksud Contohnya adalah Mohammad Hatta (mantan Wakil PresidenRI), Jenderal Hoegeng Iman (mantan Kapolri), dan Baharuddin Lopa (mantan Jaksa Agung).

Baca Juga :  Perpustakaan: Kunci Sukses “Banua Bauntung”

Mohammad Hatta (Bung Hatta) Wakil Presiden pertama Indonesia ini dikenal luas sebagai simbol integritas dan kesederhanaan. Bung Hatta pernah marah ketika salah satu keponakannya ingin menggunakan mobil dinas wakil presiden untuk menjemput ibunya. Ia menegaskan bahwa mobil itu milik negara, bukan milik pribadinya. Saat pemerintah mengeluarkan kebijakan pemotongan nilai uang, Bung Hatta tidak memberi tahu keluarganya lebih dulu, bahkan istrinya. Akibatnya, tabungan sang istri yang sedianya untuk membeli mesin jahit ikut terpotong. Hal ini menunjukkan ia tidak pernah menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi atau keluarga. Kisah terkenalnya adalah tentang sepatu Bally. Ia menabung lama untuk membeli sepatu tersebut, tetapi hingga akhir hayatnya, ia tidak mampu membelinya. Ia tidak pernah berpikir untuk meminta atau menerima hadiah, bahkan untuk kebutuhan yang sangat pribadi.

Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Kapolri yang menjabat pada era 1968-1971 ini adalah contoh nyata pemimpin yang sangat bersih. Saat diangkat menjadi Kepala Jawatan Imigrasi, Hoegeng meminta istrinya menutup toko bunga mereka. Alasannya, ia tidak ingin orang-orang yang berurusan dengan imigrasi merasa wajib membeli bunga di toko istrinya sebagai bentuk suap atau gratifikasi. Ketika diangkat menjadi Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Sumatera Utara, ia menolak menempati rumah dinas yang sudah terisi barang-barang mewah dari bandar judi. Ia memerintahkan semua barang tersebut dikeluarkan ke jalan, menunjukkan ketegasan dan penolakannya terhadap suap.

Baharuddin Lopa Jaksa Agung yang dikenal sebagai algojo koruptor ini juga memiliki integritas yang luar biasa. Saat ingin membeli mobil pribadi, ia menolak tawaran harga teman yang jauh lebih murah dari pengusaha Jusuf Kalla. Lopa bersikeras membayar harga asli dan mencicilnya selama tiga tahun. Ia beralasan, Suatu saat kau atau temanmu punya urusan… saya tidak tegak lagi karena telah tersandera oleh pemberianmu waktu itu.”

Oleh karena itu, kriteria memilih pemimpin yang terpenting adalah memastikan rekam jejaknya bersih. Karena hanya pemimpin yang bersihlah yang akan benar-benar mandiri, tidak terbelenggu oleh siapa pun, dan dapat mengabdikan diri sepenuhnya untuk kemajuan bangsa. Pemimpin yang terbebas dari belenggu masa lalu adalah satu-satunya pemimpin yang dapat membawa kita menuju masa depan yang lebih baik.

Iklan
Iklan