BANJARMASIN, kalimantanpost.com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pemotongan bonus atlet dan pelatih National Paralympic Committee (NPC) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Selasa (7/10/2025).
Dua terdakwa, SD selaku Ketua NPC HSU dan FR selaku Sekretaris NPC HSU, kembali menjalani persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Ariyas Dedy, SH, dengan anggota Arif Winarno, SH, dan Herlinda, SH. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri HSU diwakili oleh Asis Budianto, SH, MH.
Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan nota keberatan atau eksepsi oleh penasihat hukum terdakwa FR, yakni Muhammad Rizky Hidayat, SH, M.Kn, dan Budi Setiawan, SH.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum menegaskan bahwa bonus untuk atlet dan pelatih telah sepenuhnya dicairkan dan menjadi hak pribadi para penerima. Oleh karena itu, dana tersebut tidak lagi termasuk dalam kategori keuangan negara.
“Setelah dicairkan, dana itu sudah menjadi hak pribadi atlet dan pelatih. Jadi, tidak tepat jika dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Rizky Hidayat dalam sidang.
Ia menambahkan, bila ada sebagian dana yang dikembalikan oleh atlet atau pelatih kepada pengurus NPC, hal tersebut merupakan urusan perdata atau pidana umum seperti penggelapan atau pemerasan, bukan tindak pidana korupsi.
Dalam eksepsi tersebut, Rizky juga menilai dakwaan JPU tidak lengkap dan kabur (obscuur libel).
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa berdasarkan Surat Tanda Penerimaan STP/F/3/VIII/2024 tertanggal 8 Agustus 2024 yang ditandatangani penyidik Ditreskrimsus Polda Kalsel, terdakwa FR telah mengembalikan uang tunai sebesar Rp75 juta beserta dokumen rekening koran Bank Kalsel sebagai bentuk pengembalian kerugian negara.
“Pengembalian tersebut dilakukan secara sukarela sebagai wujud tanggung jawab moral dan itikad baik klien kami,” jelasnya.
Menurutnya, dengan pengembalian itu, negara tidak lagi mengalami kerugian. Tujuan utama hukum pemberantasan korupsi untuk memulihkan keuangan negara (restitutio in integrum) pun dianggap telah tercapai.
Ia menilai langkah kliennya sejalan dengan prinsip keadilan restoratif yang lebih menekankan pada pemulihan dan pertanggungjawaban sosial ketimbang pembalasan.
“Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan eksepsi ini dan menyatakan surat dakwaan JPU kabur serta batal demi hukum,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pada waktu mendatang dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.