Oleh : AHMAD BARJIE B
Tadabbur alam artinya merenungkan, memikirkan dan menyaksikan alam semesta dengan penuh perhatian. Selain Al Quran yang berisi ayat-ayat suci firman Allah (ayat qauliyah), alam dengan segala isinya pada dasarnya juga merupakan ayat atau tanda kebesaran Allah (ayat qauniyah). Pada kebanyakan sekolah Islam terpadu, tadabbur alam dijadikan salah satu metode pendidikan agar anak didik cinta alam sekaligus merenungi kemahabesaran Allah yang menciptakannya.
Allah menyuruh manusia lebih fokus memikirkan ciptaan Allah, bukan memikirkan zat-Nya. Diantaranya surat al-Ghasyiyah (80) ayat l7-20, tentang bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi dihamparkan. Walaupun ciptaan Allah teramat banyak, baik organis maupun anorganis, yang nyata maupun ghaib, namun tulisan ini coba mengupas empat ciptaan saja sebagai pelajaran bagi manusia, itu pun hanya sepintas lalu, karena cakupannya teramat dalam.
Unta (jamal/camel) adalah makhluk padang pasir yang unik. Besar sekali jasanya dalam kehidupan manusia sejak ribuan tahun silam. Banyak keunikan pada makhluk yang satu ini. Di antara keunikan unta, jalannya selalu istiqamah menuju tempat yang dituju. Mampu menyimpan minuman dalam jumlah besar, sehingga dapat dijadikan bekal air untuk perjalanan jauh. Seekor unta yang hamil bila minum air di sebuah oase, anak yang lahir nanti akan mampu menuju tempat air itu sendirian. Unta sangat penurut dan bila tuannya harus menyembelih sebagai qurban atau keperluan lain, unta akan pasrah menyerahkan lehernya dipotong, tidak berontak seperti binatang lain.
Yang unik, unta adalah hewan yang sangat pemalu dalam urusan hubungan intim jantan – betina. Tidak seperti kucing, ayam, itik atau kambing yang suka pamer ketika berintim ria, unta tidak akan mau bersenggama bila dilihat orang. Saat sunyi dan aman betul dari mata orang, barulah mereka kawin. Kalau dilihatnya ada orang mengintip, unta akan marah, dan suatu saat orang itu akan ditendang keras.
Tuan dari segala tuannya manusia adalah Allah. Manusia seharusnya selalu menaati Allah dan Rasul-Nya, sam’an wa tha’atan. Apa yang disuruh jalankan dan apa yang dilarang jauhi. Allah dan Rasul hanya menghendaki kebaikan manusia, bukan sebaliknya. Bila manusia sesat di dunia dan akhirat, pada dasarnya itu kemauan manusia sendiri. Allah ingin sekali memasukkan manusia ke surga, namun banyak manusia yang enggan. Keengganan itu ditunjukkan dengan selalu melawan hukum. Kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul ditolak dengan beragam alasan, sementara kebenaran berlapis kepalsuan dan kemunafikan yang diadopsi dari barat atas nama demokrasi dan kebebasan dibela habis-habisan.
Rasa malu sesungguhnya bagian dari iman. Bila malu hilang, iman pun ikut melayang. Dewasa ini rasa malu manusia semakin tipis. Aksesori seksual wanita cenderung dipamerkan dan dijadikan komoditas. Tidak hanya sebagian artis, pemeran iklan dan sejenisnya, tapi di kalangan sebagian gadis remaja dan ibu rumah tangga juga cenderung tabarruj, menonjolkan wilayah terlarang yang menjadi aurat privatnya. Orang yang ingin meluruskan dianggap mengekang kebebasan dan hak asasi. Agama tidak lagi dijadikan ukuran. Nilai kebenaran sepertinya diukur dari selera, hasil polling, dukungan, demo dan antidemo. Eksistensi manusia diukur dari keberhasilan materi, popularitas dan kekuasaan.
Dalam urusan seks sudah lama Indonesia menyimpan masalah. Selain trend seks bebas di kalangan anak muda, mahasiswa dan perselingkuhan orang dewasa, praktik prostitusi di negeri ini juga merupakan yang terbesar angkanya di Asia Tenggara. Bila kita keliling kota agak malam, kita tidak akan sulit melihat pasangan ilegal bermesraan sambil “memanaskan mesin” menuju hubungan intim. Bila diukur dari tingginya rasa malu unta, berarti manusia begini lebih rendah. Rasa malunya sudah hilang, yang melihat justru malu. Wallahu A’lam.
