Banjarbaru, KP – Realisasi transfer pusat ke daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga Agustus 2025 tercatat mencapai Rp6,03 triliun.
Jumlah ini terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp2,87 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp2,98 triliun, serta pendapatan lain-lain yang sah mencapai Rp168,85 miliar.
Dari data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalsel menunjukkan tren peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir.
Pada 2021 silam, total pendapatan daerah mencapai Rp6,62 triliun, naik menjadi Rp8,15 triliun pada 2022. Kemudian naik lagi Rp9,87 triliun pada 2023 dan melonjak hingga Rp12,40 triliun pada 2024.
Namun begitu, dari sisi transfer ke daerah (TKD) pemerintah pusat masih terdapat “kurang salur” (jumlah dana yang disalurkan kurang dari jumlah yang seharusnya diterima). Bahkan dari anggaran tahun 2023.
Kepala Bapenda Kalsel, Subhan Nor Yaumil, mengatakan proses penyaluran dana pusat ke daerah dilakukan melalui tahapan rekonsiliasi dan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Untuk tahun 2023 sudah tertuang dalam PMK 2024. Sementara 2024 dan 2025 masih belum.
Nanti ada kurang salur setelah dilakukan rekonsiliasi, dituangkan dalam PMK, kemudian disalurkan. Memang pasti dibayar, tapi tetap menunggu kebijakan dari pemerintah pusat,” ucap Subhan disambungan seluler, Rabu (15/10)
Berdasarkan PMK dan hasil rekonsiliasi, sisa kurang bayar TKD Tahun 2023 ke Pemprov Kalsel sebesar Rp897,8 miliar. “TKD 2023 sudah tertuang dalam PMK, sehingga diketahui kekurangannya.
Sementara untuk TKD 2024 dan 2025 masih menunggu rekonsiliasi, baru ketahuan berapa kekurangannya. Alokasi tahun 2023 sebesar Rp4,9 triliun, tahun 2024 Rp6,5 triliun. Penyelesaian kurang salur TKD 2022 pada tahun 2024 kemarin, kurang lebih 2 tahun,” katanya.
Menurutnya, kekurangan salur tersebut tidak memberi dampak signifikan terhadap kondisi keuangan daerah.
Prinsipnya, belanja pemerintah daerah harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan yang ada.
“Seberapa pun ada keuangan, belanja daerah harus menyesuaikan.
Misal, kalau daerah mampunya hanya sekitar Rp8 triliun sampai Rp9 triliun, maka belanjanya juga harus sebesar itu.
Kalau lebih, ya harus dilakukan efisiensi,” ujarnya.
Subhan berkata jika penyesuaian anggaran biasanya dilakukan melalui APBD Perubahan, untuk memastikan struktur belanja tetap proporsional terhadap realisasi pendapatan.
Artinya, belanja daerah tidak boleh memaksakan. Pemda harus menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
“Untuk tahun 2026 nanti sudah bisa dipastikan kemampuan daerah, sehingga belanja juga disesuaikan dengan itu,” jelasnya.
Ia juga berkata, pemerintah daerah tetap menunggu dan menaati kebijakan pemerintah pusat dalam hal transfer dana, mengingat daerah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Harapannya, paling tidak yang 2023 kemarin dapat diselesaikan. Karena itu hasil provinsi Kalsel dari pajak PPN, PPh dan sumber daya alam. Tahun-tahun sebelumnya selalu disalurkan, jadi kami optimistis,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kalsel, Catur Ariyanto Widodo, menambahkan kerkurangan penyaluran ini nanti pastikan akan disalurkan.
“Kapan pembayarannya? Kami masih menunggu kebijakan pemerintah pusat. Karena ini memang salah satu prioritas,” singkat Catur.(mns/K-2)