Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis buku Dr KH Idham Chalid Ulama Politisi Banjar di Kancah Nasional
Sudah cukup lama rakyat Indonesia memegang uang kertas pecahan bergambar DR KH Idham Chalid, salah seorang pahlawan nasional asal Banjar Kalimantan Selatan. Uang ini menggantikan pecahan Rp5.000 bergambar Tuanku Imam Bonjol yang beredar sebelumnya.
Bersama Idham Chalid ada sejumlah pahlawan nasional yang fotonya juga menghiasi mata uang yang dicetak dan diterbitkan oleh Bank Indonesia, yaitu Dr (HC) Ir Soekarno dan Dr (HC) Drs Mohammad Hatta sebagai gambar utama Rp100.000, Ir H Djuanda Kartawidjaja Rp50.000, Dr GSSJ Ratulangi Rp20.000, Frans Kaisiepo Rp10.000, Mohammad Hoesni Thamrin Rp2.000, Tjut Meutia Rp1.000, Mr I Gusti Ketut Pudja uang logam pecahan Rp1.000, Letjend Tahi Bonar Simatupang Rp500, Dr Tjipto Mangunkusumo Rp200, dan Prof Dr Ir Herman Djohanes Rp100.
Ditetapkannya sejumlah pahlawan nasional sebagai gambar mata uang rupiah adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada bagian depan uang kertas dan logam NKRI. Bagi Bank Indonesia penetapan gambar pahlawan nasional tersebut dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk persetujuan keluarga atau ahli waris.
Bank Indonesia menerbitkan uang Rupiah NKRI dengan desain tertentu sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang). Salah satu ciri uang tersebut memuat gambar pahlawan nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Penghargaan Pahlawan
Adanya sejumlah pahlawan nasional sebagai gambar mata uang, menunjukkan pemerintah semakin menghargai keberadaan pahlawan. Upaya ini sekaligus mengenalkan para pahlawan ke tengah rakyat Indonesia secara merata. Tak bisa dibantah, media sosialisasi pahlawan yang sangat efektif memang melalui mata uang, sebab uang selalu dicari, diminati dan dipegang hampir seluruh rakyat. Pengenalan melalui mata uang lebih efektif ketimbang melalui buku-buku sejarah, biografi, film dokumenter dan sebagainya yang selama ini terbatas.
Sampai sekarang (2024), jumlah pahlawan nasional sebanyak 207 orang, terdiri 191 laki-laki dan 16 perempuan. Belum lagi sejumlah pahlawan pejuang dan tokoh yang terus diperjuangkan oleh berbagai daerah untuk juga ditetapkan pemerintah melalui Dewan Gelar Kementerian Sosial RI agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Semoga pada Hari-hari Pahlawan 10 November yang akan datang kembali ada pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan, sehingga menambah jumlah dari 4 orang yang ada sekarang. Kita banyak punya stok calon pahlawan yang berjasa, karena sejarah perjuangan di daerah ini sangat panjang dan heroik.
Kita yakin, dari jumlah tersebut, masih sangat banyak rakyat Indonesia yang belum mengetahui dan hafal semua namanya. Hal ini disebabkan, masyarakat kita bukanlah tergolong reading society, malas membaca, bahkan cenderung bersikap ahistoris (melupakan sejarah). Namun dengan banyaknya mata uang yang selama ini beredar dan menggunakan gambar pahlawan nasional, secara bertahap mereka akan mengetahui dan mengenalinya.
Mengenali pahlawan penting, sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, artinya selalu mengingat jasa dan perjuangan para pahlawannya. Negeri ini tidak muncul dengan sendirinya, ada banyak pejuang dan pahlawan berjuang di zamannya masing-masing. Mulai dari pejuang melawan penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, para pahlawan revolusi, para tokoh pergerakan nasional, ulama dan pendidik dan masih banyak lapangan perjuangan lainnya. Semuanya perlu kita kenang dan apresiasi. Namun tentu tidak sebatas formalitas, yang lebih penting menghayati, meneladani dan meneruskan semangat perjuangan dan pengabdian para pahlawan.
Tokoh Kedua
Bagi masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, ditetapkannya Idham Chalid sebagai gambar mata uang, merupakan kali kedua. Sebelumnya Pahlawan Nasional asal Banjar yaitu Pangeran Antasari juga dijadikan gambar mata uang kertas pecahan Rp2.000. Semoga Brigjend TNI Pur H Hassan Basry dan Pangeran H Mohammad Noor, pahlawan nasional asal Banjar, pada saatnya nanti juga diberi penghargaan serupa.
Idham Chalid pada zamannya sangat dikenal dan merupakan tokoh menonjol, di tanah Banjar maupun nasional. Selain sejumlah penghargaan nasional, dunia internasional juga banyak memberikan penghargaan bergengsi kepada beliau. Di antaranya dari Pemerintah Mesir, Yugoslavia, Belanda, Belgia dan Korea. Tokoh ulama sekaligus politisi asal Amuntai kelahiran Satui – Tanah Bumbu 22 Agustus 1922 dan wafat di Jakarta 11 Juli 2010 ini banyak sekali diberi kepercayaan oleh pemerintah pusat sejak era Presiden Bung Karno hingga Pak Harto untuk memangku berbagai jabatan tinggi dan tertinggi negara. Belum lagi pengabdian beliau sebagai Ketua Umum PB-NU dari luar Jawa dan terlama sepanjang sejarah, hampir 30 tahun (1956-1984). Beliau tokoh besar yang tetap sederhana dan bersih. Di tengah sorotan pejabat sekarang yang sudah tampil mewah, Idham Chalid patut dijadikan cermin.
Mengingat banyaknya rekam jejak perjuangan, jabatan dan pengabdian yang telah beliau lakukan, tak cukup kolom ini menuliskannya. Penulis sendiri menyusun buku tebal 500-an halaman tentang Idham Chalid, belum lagi buku-buku karya penulis lainnya. Termasuk buku karya Nur Hidayatullah yang juga mengupas keulamaan Ideham Chalid lebih tuntas, juga hampir 500 halaman. Itu pun masih banyak cerita dan informasi tentang Idham Chalid yang belum terkover.
Intinya, beliau ulama yang tidak kehilangan jiwa politiknya, dan politisi yang tidak kehilangan jiwa keulamaannya. Beliau menguasai banyak pengetahuan agama dan umum, politik dan sosial-budaya, dan menguasai berbagai bahasa asing. Beliau memiliki kepribadian terpuji, hidup sederhana dan sikap tawadlu’ bernuansa tasawuf dan konsisten dengan amalan-amalan tarekat. Tidak heran banyak karomah muncul dari beliau, baik semasa hidup maupun sesudah meninggalnya. Tidak mudah mencari tokoh seperti Idham Chalid, baik dari tanah Banjar maupun di level nasional. Semua perlu diteladani masyarakat sekarang dan generasi kemudian.
Penetapan Idham Chalid sebagai pahlawan nasional pada Hari Pahlawan 10 November 2011 lalu, tentu cukup membanggakan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, teristimewa masyarakat Satui-Tanah Bumbu dan Amuntai sebagai daerah asal beliau. Namun bagi masyarakat Kalimantan Selatan, masih banyak tokoh yang terus diperjuangkan untuk dijadikan pahlawan nasional. Di antara yang paling penting dan krusial adalah Pangeran Hidayatullah (1840-1904), pemimpin Perang Banjar-Barito yang dibuang Belanda ke Cianjur Jawa Barat hingga wafat di sana.
Pemerintah daerah dan masyarakat Kalsel sudah berkali-kali memperjuangkannya, namun Pusat masih membantarkan status kepahlawanan beliau, dengan alasan ada kontroversi sejarah. Padahal yang namanya pejuang dan pahlawan, mestinya penghargaan terhadapnya tidak perlu ditunda-tunda sekian lama, karena umumnya mereka ditangkap dan dibuang karena tipuan. Banyak pejuang lain yang mengalami nasib sama justru sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Provinsi tetangga Kalimantan Tengah juga memperjuangkan Panglima Batur sebagai pahlawan nasional. Beliau salah seorang panglima perang Banjar-Barito (1859-1906), tangan kanan Sultan Muhammad Seman, yang ditangkap Belanda di Muara Teweh – Puruk Cahu setelah ditipu, kemudian dibawa dan dihukum gantung di Banjarmasin 1905. Semoga semua jasa dan perjuangan pahlawan kita berbalas pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.