BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia gencar melakukan sosialisask budaya sensor film.
“Karena LSF akan kewalahan untuk melakukan sensor terhadap film ataupu iklan film yang beredar,” kata Ketua Subkomisi Penyensoran LSF RI, Hadi Artono.
Hal tersebut diungkapkannya usai Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran di Kalsel, dengan melibatkan sineas banua, pembuat film dan sekolah, Rabu (12/11/2025), di Banjarmasin.
Untuk itu, LSF perlu sosialisasi terus menerus kepada masyarakat dan sekolah, tidak hanya kepada produser ataupun pembuat film saja.
“Jadi tripartit, yakni LSF, pembuat film maupun masyarakat harus sama-sama melakukan budaya sensor mandiri,” ujar Hadi Artono.
Hadi Artono mengungkapkan, penonton atau masyarakat perlu sadar, bukan hanya sekedar menonton, tapi ada nilai akhlak dan karya film.
“Inilah perlunya pembatasan usia menonton, atau menonton sesuai usia agar tidak terpapar efek negatif film,” jelasnya.
Karena, film untuk dewasa berbeda untuk remaja ataupun anak, mengingat psikologi mereka masih labil dalam menerima pesan yang disampaikan film tersebut.
“Ini juga menjadi tantangan bagi LSF dengan banyak film yang beredar secara online, yang belum disensor,” ujar Hadi Artomo.
Untuk itulah, LSF terus menyebarluaskan etika, memilih dan memilah tontonan sesuai usia, terutama orangtua mendampingi anak dalam menonton film. (lyn/KPO-4).














