JAKARTA, Kalimantanpost.com – Mahkamah Agung menyatakan kebijakan pemberian rehabilitasi kepada tiga terdakwa kasus korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan hak istimewa Presiden.
“Rehabilitasi itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden oleh Undang-Undang Dasar, yaitu Pasal 14 ayat (1),” ucap Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto dalam konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Adapun pasal yang dimaksud Yanto berbunyi “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA”.
Menurut ia, rehabilitasi itu diberikan dengan pertimbangan untuk kepentingan yang lebih besar.
“Tentunya dengan pertimbangan yang lebih besar, untuk kepentingan yang lebih besar. Barangkali kepentingan lebih besar, kepentingan nasional. Itu hak istimewa yang diberikan kepada presiden oleh konstitusi kita,” ucapnya.
Sementara itu, ketika dimintai penjelasan mengenai pertimbangan MA dalam pemberian rehabilitasi kepada para terdakwa kasus ASDP itu, Yanto tidak memberikan keterangan lebih rinci.
“Saya belum baca juga pertimbangannya, kan yang membikin biasanya ditunjuk itu, ya, ditunjuk hakim agung A, hakim agung B. Biasanya ditunjuk. Kebetulan saya enggak ditunjuk, jadi kalau ditanya isinya seperti apa, ya, harus ditanya yang membuat,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga terdakwa yang tersangkut dalam perkara hukum PT ASDP Indonesia Ferry.
Keputusan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/11).
“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah ada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” katanya.
Ia mengatakan Presiden telah mengamati rangkaian komunikasi antara DPR dan pemerintah terkait dinamika kasus yang mencuat sejak Juli 2024 itu.
Sejak kasus ASDP bergulir, jelas Dasco, DPR menerima berbagai pengaduan dan aspirasi.
Tiga terdakwa telah dijatuhkan hukuman penjara dalam kasus tersebut, yakni Ira Puspadewi divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan, sementara Yusuf Hadi dan Harry Muhammad dihukum masing-masing 4 tahun penjara.
Para terdakwa juga dijatuhi hukuman denda, yakni Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan untuk Ira, serta masing-masing Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan untuk Yusuf dan Harry.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan ketiganya terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,25 triliun.
Ketiganya dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di antara majelis hakim yang terdiri atas tiga orang itu, terdapat satu hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni hakim ketua Sunoto. Menurut dia, perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi, melainkan persoalan keputusan bisnis. (Ant/KPO-3)














