Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

MAFIA BIROKRASI

×

MAFIA BIROKRASI

Sebarkan artikel ini
Foto Salam Ade Hermawan
ADE HERMAWAN

Oleh : ADE HERMAWAN

Mafia adalah sekelompok orang atau jaringan yang beroperasi secara rahasia dan terorganisir (memiliki struktur, hierarki, dan kode tertentu) yang memanfaatkan jabatan, wewenang, atau akses khusus untuk melakukan tindakan ilegal, manipulatif, dan transaksional demi kepentingan pribadi atau kelompok, yang secara sistemik merusak tatanan sosial, ekonomi, dan hukum suatu negara.

Kalimantan Post

Mafia bukan kejahatan individual, tetapi melibatkan sekelompok orang yang bekerja dalam koordinasi dan pembagian peran yang jelas. Mafia Kerjanya memanfaatkan dan bahkan merusak sistem yang ada (hukum, birokrasi, ekonomi). Mereka menciptakan “lubang” atau “hambatan” dalam sistem demi keuntungan. Mafia Aktivitasnya didasarkan pada suap, kolusi, dan nepotisme (KKN). Mereka melakukan jual beli jabatan, vonis, atau perizinan (contohnya ologarkhi dan mafia birokrasi). Mafia Kerap melibatkan oknum di lingkaran kekuasaan (pejabat, politisi, penegak hukum) untuk mendapatkan impunitas (kekebalan hukum) dan perlindungan.

Kita hidup di sebuah negara yang didirikan di atas janji pelayanan publik yang adil dan efisien. Namun, janji itu sering kali terbentur pada dinding tebal yang berkarat, yang kita kenal sebagai birokrasi. Ironisnya, birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, kini terjangkit penyakit kronis yaitu Mafia Birokrasi.

Mafia birokrasi adalah sebuah sindikat terstruktur yang beroperasi di dalam institusi publik, menggunakan regulasi dan kewenangan resmi sebagai alat untuk memeras, memperkaya diri, dan memperdagangkan jabatan. Ia adalah kanker stadium akhir yang melumpuhkan nadi pelayanan publik, mengubah sistem menjadi labirin pungutan liar dan perizinan yang disandera. Selama praktik mafia birokrasi ini dibiarkan tumbuh subur, cita-cita tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) hanyalah ilusi semata.

Mafia Birokrasi adalah jaringan yang bekerja di dalam pemerintahan (birokrasi) untuk mempersulit pelayanan publik dan perizinan, bertujuan memeras pungutan liar (pungli) atau memperdagangkan jabatan. Mafia Birokrasi adalah istilah kontemporer yang merujuk pada jaringan terorganisir yang beroperasi di dalam dan sekitar lembaga pemerintahan (birokrasi) dengan tujuan utama untuk memanipulasi, mempersulit, dan menyalahgunakan kewenangan resmi demi keuntungan pribadi atau kelompok, seringkali melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Mafia birokrasi adalah transformasi birokrasi dari pelayan publik menjadi penghalang publik yang bekerja untuk memperkaya diri, bersembunyi di balik payung hukum dan mekanisme formal pemerintahan.

Baca Juga :  Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol, Alarm Perlindungan Negara Lemah

Mafia birokrasi menggunakan kekuatan legal dan regulasi yang melekat pada jabatan mereka sebagai alat kriminal. Mereka menciptakan hambatan dan kesulitan secara sengaja untuk memaksa pihak lain menyuap atau membayar “uang pelicin.” Mereka bekerja dalam jaringan yang terorganisir, bukan sendirian. Terdapat pembagian peran yang jelas antara “penarik iuran” (pelaksana lapangan), “pelindung” (atasan yang menjamin impunitas), dan “pembuat kebijakan” (yang mengatur regulasi agar menguntungkan). Mereka terlibat dalam jual beli keputusan, kebijakan, atau jabatan.

Kehadiran mereka merusak sistem meritokrasi (jabatan berdasarkan prestasi), menciptakan ekonomi biaya tinggi, dan menghilangkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Mereka membuat birokrasi tidak efisien bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena kesengajaan agar proses bisa diperjualbelikan. Seringkali memiliki afiliasi atau perlindungan dari pejabat politik yang lebih tinggi, yang menjamin bahwa praktik mereka sulit dibongkar atau ditindak secara serius.

Contoh Aksi Mafia Birokrasi antara lain adalah Sekelompok oknum di dinas pelayanan terpadu yang sengaja menunda atau mempersulit pengeluaran izin usaha, lingkungan, atau pembangunan, menuntut sejumlah uang agar proses dipercepat. Jaringan pejabat yang mengatur lelang atau tender proyek agar dimenangkan oleh kontraktor tertentu yang telah bersepakat memberikan fee besar (komisi). Oknum di tingkat pimpinan yang menjadikan mutasi atau promosi sebagai komoditas, di mana setiap posisi strategis harus ditebus dengan “mahar” tertentu.

Di mana ada kekuasaan, di situ ada harga. Praktik jual beli jabatan adalah titik awal kehancuran birokrasi. Jabatan strategis tidak lagi diisi berdasarkan kompetensi (meritokrasi) dan integritas, melainkan berdasarkan besaran ‘mahar’ yang disetorkan kepada oknum atasan atau jejaring kekuasaan. Institusi diisi oleh figur yang loyal pada penyetor modal, bukan pada tugas dan rakyat. Mereka bekerja bukan untuk melayani, melainkan untuk mengembalikan modal melalui praktik korupsi dan pungli. Pemimpin hasil transaksi akan menciptakan sistem yang memungkinkan bawahan mereka ikut bertransaksi, menjamin keberlangsungan rantai mafia dari atas hingga ke tingkat pelaksana.

Baca Juga :  Remaja Terjerat Judol dan Pinjol, Apa yang Salah?

Wajah paling nyata dari mafia birokrasi terlihat dalam urusan perizinan dan proyek infrastruktur. Regulasi yang seharusnya mempermudah, justru dijadikan alat pemeras.

Perizinan usaha yang seharusnya selesai dalam hitungan hari, sengaja diperlambat dan dipersulit. Birokrat secara halus atau terang-terangan meminta “uang pelicin” agar berkas berjalan mulus. Jika tidak dipenuhi, berkas akan “mengendap” entah di mana. Sementara itu, dalam proyek publik, mafia birokrasi berkolaborasi dengan kontraktor nakal (oligarki) untuk mengatur tender, membuat spesifikasi fiktif, hingga mark-up anggaran. Proyek yang seharusnya membawa kesejahteraan rakyat, hanya menjadi ATM kelompok elit.

Iklan
Iklan