BANJARMASIN, Kalimantanpost.com — Aksi demonstrasi ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kalimantan Selatan berujung dialog terbuka di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (26/11/2025) sore.
Untuk pertama kalinya, ruang utama legislasi yang identik dengan pengambilan keputusan politik itu menjadi arena diskusi antara mahasiswa dan para wakil rakyat, setelah negosiasi panjang yang meredam potensi ketegangan di jalan.
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Se-Kalimantan Selatan sebelumnya menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat, dengan duduk melantai dan berorasi sambil mengibarkan warna almamater masing-masing.
Mereka membawa enam tuntutan yang memuat isu nasional dan lokal, mulai dari persoalan KUHAP, Taman Nasional Meratus, hingga BBM dan tambang ilegal.
Negosiasi Tegang Berujung Dialog Terbuka. Padahal
Awalnya ketegangan semula menyelimuti upaya mahasiswa untuk masuk ke gedung dewan.
Melalui adu argumen yang dipimpin Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kalsel, H. Gusti Iskandar Sukma Alamsyah, para demonstran akhirnya diperbolehkan memasuki gedung dengan syarat menjaga tertib dan menghormati fasilitas rumah rakyat.
Negosiasi itu melibatkan Ketua DPRD Kalsel H. Supian HK, Wakil Ketua DPRD H. Alpiya Rakhman, Wakil Ketua Komisi III H. Rosehan Noor Bahri, serta sejumlah anggota dewan lainnya.
Mereka turun langsung dan duduk bersama mahasiswa di trotoar sebelum bersepakat memindahkan forum ke dalam Ruang Paripurna.
“Alhamdulillah suasana kondusif, karena mahasiswa juga rakyat kita. Di dalam ruangan kita bisa bicara lebih rasional daripada di luar yang penuh emosional,” kata Supian HK usai pertemuan.
Langkah tersebut dinilai meredakan tensi politik yang sempat memanas dan menjadi preseden penting dalam pengelolaan aspirasi publik di Banua.
{{Ruang Paripurna Penuh Sesak}}
Setibanya di Ruang Paripurna, suara mahasiswa memenuhi ruang yang biasanya ditempati legislator.
Kursi-kursi tak cukup menampung jumlah peserta, membuat sebagian harus duduk di lantai dan berdiri di beberapa sudut.
Para pimpinan BEM yang mengambil peran orator dan penyampai sikap di antaranya Ketua BEM UIN Antasari selaku Jenderal Lapangan, M. Irfan Naufal (Universitas Muhammadiyah Banjarmasin), Adi Jayadi (ULM), Muhammad Anzari (UNISKA), Khotibul Umam (UNSM), Rizky (STIH Sultan Adam), serta Muhammad Luthfi (STMIK Banjarmasin).
Organisasi yang terlibat mencakup ULM, UNISKA, UIN Antasari, STISHA, STMIK, UMB, UNSM, hingga Aksi Kamisan Kalsel.
Di tengah ruang yang padat itu, mahasiswa menyampaikan enam tuntutan strategis berikut:
Enam Tuntutan Mahasiswa
1. Mendesak DPR RI dan DPRD Kalsel bersikap kritis terhadap rancangan KUHAP, yang dinilai mengandung pasal berpotensi melanggar HAM dan prinsip keadilan.
2. Menolak penetapan Taman Nasional Meratus, karena dianggap mengancam ruang hidup masyarakat adat dan minim kajian sosial-ekologis.
3. Menghentikan seluruh tambang ilegal, sekaligus membuka penyidikan atas dugaan perampasan tanah warga dan pencemaran lingkungan.
4. Melakukan audit lingkungan menyeluruh, menyediakan air bersih darurat, memperbaiki infrastruktur rusak akibat tambang, serta memulihkan hak masyarakat adat.
5. Menolak implementasi BBM campuran, dan mendesak pemerintah pusat menjamin ketersediaan BBM berkualitas.
6. Mendesak Presiden dan DPR RI segera mengesahkan undang-undang pro rakyat.
Isu-isu tersebut disampaikan tidak hanya sebagai bentuk protes, tetapi pesan agar praktik penyimpangan masa lalu tidak kembali terulang dan diperbaiki secara sistematis.
{{Respons Dewan}}
Ketua DPRD Kalsel H. Supian HK menegaskan bahwa seluruh aspirasi akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme.
“Kami ini berasal dari rakyat dan bekerja untuk rakyat. Setiap tuntutan akan kami teruskan melalui komisi terkait dan kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Secara khusus, H. Gusti Iskandar menyatakan dukungan terhadap kritik mahasiswa terhadap KUHAP. Menurutnya, beberapa pasal memang berpotensi menjadi celah pelanggaran HAM yang dapat menimpa siapa pun, termasuk anggota dewan.
Dialog tersebut berlangsung selama kurang lebih dua jam, sejak pukul 15.25 hingga 17.35 Wita, tanpa insiden berarti. Mahasiswa pun meninggalkan gedung dengan tertib.
Makna Demokrasi yang Tak Boleh Sekadar Seremonial dan pertemuan di ruang paripurna itu menjadi catatan penting bagi demokrasi Kalimantan Selatan.
Aksi mahasiswa bukan hanya soal menuntut perubahan kebijakan, tetapi juga mengingatkan bahwa proses legislasi dan eksekusi kebijakan harus transparan, tidak merugikan rakyat, dan tidak mengulang kesalahan-kesalahan tata kelola yang pernah terjadi.
Aksi Jilid II ini mencerminkan konsolidasi mahasiswa yang semakin solid dalam mengawal isu publik. Bagi para demonstran, tuntutan yang dibawa bukan hanya suara hari ini, tetapi pengingat agar kebijakan yang merugikan publik tidak kembali terjadi di masa mendatang.(nau/KPO-1)














