Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Derap Nusantara

Mencetak Wirausaha dan Brand Lokal dari Kampus-kampus

×

Mencetak Wirausaha dan Brand Lokal dari Kampus-kampus

Sebarkan artikel ini
IMG 20251111 WA0052

Oleh : Dr M Setiawan Kusmulyono *)

WIRAUSAHA bukan sekadar profesi, melainkan bentuk keberanian untuk menciptakan perubahan dan memecahkan persoalan sosial melalui inovasi.

Kalimantan Post

Di tengah laju ekonomi global yang semakin kompetitif, keberadaan wirausaha muda menjadi indikator kemajuan bangsa. Indonesia memang telah menunjukkan kemajuan positif.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (2024), jumlah wirausaha di Indonesia mencapai 3,47 persen dari total populasi, meningkat dari 3,21 persen pada tahun sebelumnya.

Angka ini masih jauh tertinggal dibanding negara maju yang rata-rata mencapai 10–12 persen. Artinya, ruang pertumbuhan masih sangat besar.

Peningkatan jumlah wirausaha, bukan sekadar statistik, melainkan soal bagaimana sistem pendidikan mampu mencetak talenta bisnis yang berdaya tahan dan relevan dengan tantangan zaman.

Dalam konteks inilah, kampus-kampus melalui program bisnisnya diharapkan untuk tampil sebagai salah satu institusi yang konsisten membangun ekosistem kewirausahaan Indonesia.

Bukan hanya karena prestasi alumninya yang menonjol, tetapi juga karena cara mereka mendidik dengan filosofi yang memadukan pengetahuan, empati sosial, dan keberanian menembus batas konvensi.

Pendidikan bisnis di kampus ini bukan sekadar transfer teori, tetapi laboratorium ide yang memupuk karakter wirausaha sejati, termasuk inovatif, kolaboratif, dan adaptif.

Contoh keberhasilan alumni kampus, seperti brand populer Tuku, BLP Beauty, dan Puyo yang lahir dari rahim program S1 Bisnis Prasetiya Mulya, menunjukkan bagaimana gagasan lokal bisa menjelma menjadi brand terkenal dengan daya saing global.

Ketiga merek ini bukan hanya sukses secara finansial, tetapi juga berhasil membangun narasi identitas Indonesia modern yang sederhana, autentik, dan berkarakter.

Di balik setiap produk ada cerita tentang keberanian memulai dari kecil, memanfaatkan celah pasar, dan menjaga nilai keaslian. Tuku dengan kopinya, BLP dengan kosmetiknya, dan Puyo dengan pudingnya, menjadi bukti nyata bahwa kewirausahaan, bukan monopoli konglomerat, melainkan ruang bagi siapa saja yang berani bermimpi dan berinovasi.

Keberhasilan mereka, bukan kebetulan. Empat tahun pendidikan di kampus untuk menempuh S1 Bisnis di Prasetiya Mulya adalah proses membentuk daya tahan mental dan kemampuan praktis.

Melalui pembelajaran berbasis proyek, mahasiswa tidak hanya memahami teori bisnis, tetapi langsung menguji gagasan di pasar nyata. Proses ini memaksa mereka berpikir strategis, memahami perilaku konsumen, dan mengelola risiko.

Baca Juga :  Prabowo Terima Surat Kepercayaan 12 Duta Besar Negara Sahabat

Ketika mahasiswa diminta merancang, memproduksi, dan menjual produk nyata, mereka belajar memahami bahwa bisnis adalah seni menyeimbangkan kreativitas dan perhitungan. Di sinilah pendidikan menjadi transformasi, bukan sekadar pengetahuan.

Sistem Pembelajaran

Dalam perspektif strategis, keunggulan sistem pembelajaran kampus yang menekankan pada peningkatan skil bisnis bagi mahasiswanya terletak pada kemampuan membaca arah masa depan bisnis.

Dapat ditegaskan bahwa kurikulum harus dirancang agar mahasiswa siap menghadapi era disrupsi digital dan ekonomi berkelanjutan.

Program seperti Artificial Intelligence for Entrepreneurship memperkenalkan mahasiswa pada cara memanfaatkan kecerdasan buatan untuk riset pasar, manajemen operasional, hingga inovasi produk.

Sementara Hatching Program menjadi wadah inkubasi bisnis berbasis teknologi yang memungkinkan mahasiswa mengembangkan ide sejak dini dengan dukungan mentor dan jaringan pendanaan.

Pendekatan ini menjawab kritik lama terhadap pendidikan bisnis yang terlalu teoretis dan terputus dari realitas industri.

Dengan menggabungkan dosen praktisi dan akademisi, mahasiswa memperoleh perspektif yang holistik tentang bagaimana sebuah ide bisnis bisa bertahan di tengah perubahan ekonomi, teknologi, dan perilaku konsumen.

Lebih dari itu, kampus menanamkan kesadaran sosial, melalui mata kuliah Kewirausahaan Sosial dan Community Development.

Di sini, mahasiswa belajar bahwa bisnis tidak boleh lepas dari tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pendekatan ESG environmental, social, governance (ESG) menjadi kerangka moral yang menuntun mereka agar setiap inovasi membawa manfaat bagi masyarakat luas.

Pendekatan ini penting karena dunia bisnis masa depan tidak hanya menuntut profit, tetapi juga keberlanjutan.

Generasi wirausaha yang akan datang harus memahami bahwa keberhasilan jangka panjang hanya mungkin tercapai jika bisnis mereka berpihak pada keseimbangan ekologis dan keadilan sosial.

Ketika mahasiswa dilatih berpikir dalam kerangka keberlanjutan, mereka tidak hanya menciptakan produk yang laku, tetapi juga solusi bagi masalah sosial. Ini menjadikan pendidikan bisnis bukan sekadar jalan menuju kesuksesan pribadi, tetapi instrumen pembangunan bangsa.

Peluang Sukses

Ekosistem yang diciptakan kampus bisnis juga memperkuat peluang keberhasilan mahasiswa. Dukungan alumni dalam bentuk mentoring dan pendanaan menumbuhkan kultur kolaborasi antargenerasi.

Baca Juga :  Ledakan di SMA 72 Jakarta

Mahasiswa tidak hanya belajar dari dosen, tetapi juga dari para pelaku bisnis yang telah berhasil melewati fase yang sama.

Model seperti ini menciptakan siklus keberlanjutan, dimana mereka yang pernah dibimbing, kini kembali menjadi pembimbing bagi generasi berikutnya. Inilah bentuk kapital sosial yang jarang dimiliki banyak institusi pendidikan.

Jika ditelaah lebih jauh, keberhasilan pendidikan bisnis menunjukkan bahwa solusi peningkatan rasio wirausaha nasional, bukan semata pada bantuan modal atau kebijakan pemerintah, tetapi pada sistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan keberanian untuk mengambil risiko.

Wirausaha tangguh lahir dari lingkungan yang memberi ruang untuk gagal, belajar, dan mencoba lagi. Pendidikan yang baik, bukan yang menjanjikan jalan aman, tetapi yang mengajarkan bagaimana menghadapi ketidakpastian dengan strategi dan empati.

Di tengah tantangan global, seperti digitalisasi cepat, perubahan pasar tenaga kerja, dan tuntutan ESG, Indonesia membutuhkan lebih banyak institusi yang berani menempatkan nilai di atas angka.

Sejumlah kampus bisnis di Indonesia telah membuktikan bahwa dengan pendekatan yang visioner dan kontekstual, pendidikan bisa menjadi kekuatan transformasional.

Kampus tidak hanya menghasilkan lulusan yang mencari pekerjaan, tetapi pencipta pekerjaan yang tidak hanya mengajarkan cara berdagang, tetapi cara memimpin perubahan.

Arah pembangunan ekonomi bangsa akan sangat bergantung pada kemampuan dalam menumbuhkan ekosistem wirausaha yang kreatif dan berkelanjutan.

Ketika kampus mampu melahirkan generasi yang berpikir kritis, berjiwa sosial, dan melek teknologi, maka cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru, bukan lagi sekadar wacana.

Wirausaha adalah refleksi dari semangat bangsa yang ingin mandiri dan bermartabat. Di ruang-ruang kelas kampus, semangat itu sedang ditempa setiap hari, melalui kegigihan mahasiswa, bimbingan dosen, dan jaringan kolaboratif yang terus berkembang.

Mereka bukan hanya belajar menjalankan bisnis, tetapi sedang belajar menggerakkan Indonesia. Dan di tangan para wirausaha muda inilah, masa depan ekonomi rakyat akan menemukan bentuk terbaiknya untuk senantiasa tangguh, kreatif, dan berakar kuat pada nilai-nilai lokal yang mendunia. (Antara/Tim Kalimantanpost.com)

*) Dr M Setiawan Kusmulyono adalah Wakil Direktur Pendidikan dan Kualitas Pembelajaran Universitas Prasetiya Mulya

Iklan
Iklan