UZBEKISTAN, Kalimantanpost.com – Di panggung Sidang Umum UNESCO ke-43 tahun 2025, pantun bukan sekadar pembuka suasana.
Ia menjadi ujian kebahasaan yang mengharuskan rima dan makna berjalan seiring. Di baliknya, kerja sunyi para juru bahasa Indonesia memastikan bait berima itu tetap puitis dalam bahasa sasaran tanpa kehilangan pesan diplomatik.
“Bagi kami para juru bahasa Indonesia, pantun adalah sekaligus tantangan dan pesona: kami harus menjaga makna tersiratnya tanpa mengorbankan rima dan keindahan di bahasa sasaran,” jelas Ayu Widari, koordinator tim penerjemah yang mendampingi Mendikdasmen.
Tim menghimpun referensi pantun yang kerap digunakan, lalu melatih penerjemahannya dengan penyesuaian diksi agar tetap puitis, ritmis, dan mudah dicerna audiens global.
“Bukan sekadar mengalihbahasakan bait berima, melainkan menafsirkan konteks budaya, humor, dan suasana yang menyertai pantun, sehingga pesan diplomatiknya sampai utuh, hangat, dan tepat waktu di ruang sidang multibahasa,” jelas Ayu lagi.
Di balik podium, tim juru bahasa Indonesia yang dibina Badan Bahasa Kemdikdasmen dengan dukungan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO dan Delegasi Tetap RI untuk Unesco – KBRI Paris, berkoordinasi erat dengan Sekretariat UNESCO agar setiap pernyataan nasional tersampaikan akurat, utuh, dan tepat waktu kepada dunia.
Hafidz Muksin, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa kemdikdasmen, menyebut persiapan dilakukan sejak awal tahun: pemetaan kebutuhan bahasa, penyusunan alur teknis, hingga simulasi sidang berulang. Tiga bulan terakhir, latihan ditingkatkan menjadi sesi intensif lengkap dengan uji peralatan, pembagian peran bilik, serta penyelarasan materi antar-komisi.
“Kami memperlakukan persiapan seperti maraton yang diakhiri sprint. Semua detail diulang sampai otomatis,” ujar Hafidz lagi. Untuk momen pernyataan nasional ini, Badan Bahasa menurunkan tiga penerjemah sesuai persyaratan Sekretariat Unesco: Ni Putu Ayu Widari (Penerjemah Ahli Madya), Susani Muhamad Hatta (Penerjemah Ahli Muda), dan Theya Wulan Primasari (Penerjemah Ahli Pertama), dipimpin oleh Hafidz Muksin, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Pembentukan tim berlangsung ketat dengan kriteria yang disepakati bersama Sekretariat UNESCO: pengalaman konferensi multilateral, kecekatan menyerap isu, dan ketahanan bekerja di bawah tekanan. Sejak tahun lalu, Badan Bahasa mengirim penerjemah mengikuti pelatihan penjurubahasaan konferensi lembaga multilateral di Macquarie University, Sydney, serta Pelatihan Juru Bahasa Tingkat Lanjut bersama Sekretariat Kabinet sebagai instansi pembina Jabatan Fungsional Penerjemah. Mereka yang kini bertugas adalah lulusan jalur pembinaan tersebut.
“Standarnya jelas: bukan hanya fasih, tetapi paham konteks diplomasi dan etika ruang sidang,” kata Ayu lagi.
Hasilnya, alur penyampaian pernyataan nasional oleh Mendikdasmen berjalan mulus: komitmen pada pendidikan bermutu, penguatan ekosistem sains dan kebudayaan, hingga keselamatan jurnalis tersampaikan tanpa distorsi berarti. Termasuk pantun pembuka dan penutup yang “tersampaikan tanpa kehilangan makna aslinya”—sebuah bentuk penghormatan pada tradisi yang diinskripsi UNESCO pada tahun 2020 melalui penyampaian bersama Indonesia dan Malaysia.
Satrya Wibawa, Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, menyampaikan kebanggaan sekaligus harapan agar setelah Sidang Umum Unesco, Bahasa Indonesia digunakan di lebih banyak forum internasional, khususnya di dalam negeri. Ia mencontohkan kebijakan mewajibkan konferensi internasional mempergunakan bahasa Indonesia setara dengan bahasa Inggris.
“Menempatkan bahasa Indonesia setara dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lain untuk event internasional di dalam negeri selain menegakkan kedaulatan bahasa, juga berpotensi menjadi penggerak ekonomi bahasa” ujar Satrya.
Profesi penerjemah akan tumbuh, pengayaan kosakata menguat, dan ekosistem bahasa di ranah pendidikan, pengetahuan, bisnis, serta kebudayaan kian kokoh.
“Kadang kita lupa, garda pertama menjaga kedaulatan bahasa Indonesia, adalah kita, warga Indonesia,” tutup Satrya, sambil berharap kerja keras Badan Bahasa berlanjut pada pengalihbahasaan dokumen dan referensi UNESCO ke dalam bahasa Indonesia agar mudah diakses seluruh lapisan masyarakat.(Rof/KPO-1)














