Oleh : NURMADINA MILLENIA
Habis waktu untuk belajar, dari waktu ke waktu demi untuk mencapai cita-cita. Demi kebahagiaan, demi kekayaan dan demi hidup yang lebih senang. Begitukah kira-kira tujuan belajar pada setiap harinya? Namun bukti sejarah atau apa yang bisa dipelajari dari pengalaman, diri sendiri, atau teman atau pengalaman orang tua, pendapat media sosial dan diskusi dan kontak pribadi lainnya. Untuk mempertanyakan pertanyaan di atas,yang kasusnya justru berlawanan, artinya ternyata banyak para pejabat atau orang pintar dan berpendidikan terkena kasus yang tidak baik dan tidak enak didengar? Kemudian jika demikian di mana salahnya?
Karena jika sebagai ksatria dalam beladiri, katakanlah seperti negerinya karate, yudo dan samurai bahkan shorinji kempo, dapat dipelajari sebenarnya makna yang terkandung dalam makna beladiri. Karena jelas sekali jika mampu beladiri,maka dapat pula bela orang lain, atau seperti pada negeri matahari itu dengan bela negara, pasukan beladiri. Jika negeri itu menterinya, yang mendengar seperti katakanlah menteri teknologi dan perhubungan, mendengar kereta api dinegeri mereka tabrakan, maka menterinya sendirinya merasa bersalah, karena tidak mempersiapkan agar tidak terjadi tabrakan itu! mereka meundur! Alangkah ksatrianya, karena banyak mereka yang dibelakang siap menggantinya. Ini kesalahan yang mungkin ada hikmatnya, atau adanya pergantian takdir, dalam seleksi alam untuk menempatkan orang baik dan sistim yang baik!
Jadi dunia pendidikan dan budaya, yang penting pengamalannya atau prakteknya. Kalau sebenarnya sekolah dan universitas lebih banyak mengkaji masalah teori semata.Dalam prakteknya yang berguna bagi diri sendiri keluarga atau masyarakat banyak dalam sistim yang baik, sebenarnya itulah prestasi yang diandalkan dan semestinya harus sering berlomba atau bersegera. Dimana kajian Al-Qur’an jika Tuhan menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji siapa yang lebih baik amalnya, atau prestasinya. Banyak belajar dari negara yang mana kita cenderung pada budayanya, seperti karate atau kungfu, atau teknologi dan seni, kemudian cara mereka menangani jika ada kasusnya yang justru bertentangan dalam kehidupan sehari-hari? Sasarannya tetap menuju prestasi yang tertinggi.
Jadi Al-Qur’an dalam surat Al-Mulk itu, jelas sekali jika kematian dan kehidupan itu agar jelas seleksinya, siapa yang lebih baik prestasi atau amalnya. Jika melihat kepada negara Indonesia yang tercinta ini, apakah juga banyak belajar dai kemajuan negara berkembang lainnya?Karena untuk maju itu ada sistim yang terbentuk, yang dengan dengan demikian sistim budaya yang banyak dipelajari pada dunia olahraga dan seni, semestinya mengacu pada prestasi tertinggi itu.
Pada akhirnya kompetisi dalam mencapai prestasi itu juga akan melihat, jika semestinya kemerdekaan untuk kompetisi serta penjajahan di atas dunia haruslah dihapuskan. Artinya makna prestasi yang baik,akan tidak menerima yang namanya penindasan serta penjajahan di muka bumi ini. Seperti yang kita lihat dalam dunia olahraga sepak bola, dimana negara yang mengikutinya ada sistim seleksi. Jika negara itu sering terlibat perseteruan dengan negara lain, bahkan menuai kritik, akan dipertanyakan negara itu, akan kritik itu, bahkan bisa dikeluarkan dari pertandingan dunia sepak bola. Atau tidak diikutsertakan dalam pertandingan sepak bola. Begitu juga dalam cabang olahraga yang lain. Dunia prestasi dan apakah negara itu mendukung kemerdekaan negara lain?










