Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

BANJIR DI KOTA SUCI

×

BANJIR DI KOTA SUCI

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

oleh : AHMAD BARJIE B

Topografis Kota Makkah berada di atas permukaan laut. Kota ini dikelilingi perbukitan, yang di masa lampau hanya dibuka oleh tiga jalur jalan ke luar masuk, yaitu Makkah–Yaman, Makkah–Jeddah/Laut Merah dan Makkah–Palestina. Walaupun kota ini berada di lembah yang dikelilingi perbukitan, tanahnya tergolong tinggi dan jauh dari air. Sebelum ditemukannya mata air Zamzam saat Ismail bin Ibrahim masih kecil, sulit dibangun kehidupan di sini. Banjir terasa mustahil terjadi.

Kalimantan Post

Meski demikian, di saat Muhammad SAW berusia 35 tahun, Kota Makkah sempat dilanda banjir akibat hujan deras yang mengucur di pegunungan dan bertumpu di lembah Makkah. Banjir ini sempat merusak sebagian dari bangunan Ka’bah yang memang sudah lapuk karena termakan usia yang sudah sangat tua, sejak dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, bahkan sejak Nabi Adam AS.

Para tokoh Quraisy sudah lama berkeinginan merombak dan memperbaikinya, namun mereka takut kena kualat dari Dewa penunggu Ka’bah yang mereka percayai akan menimpakan bahaya bagi siapa saja yang berani mengganggu gugat Ka’bah. Ketakutan itu dipendam sekian lama, sampai tibanya banjir yang merusakkan sebagian besar bangunan rumah suci ini. Mau tak mau mereka harus berupaya memperbaikinya.

Mulanya Al-Walid bin al-Mughirah seorang tokoh Quraisy dengan perasaan takut mencoba memulai pekerjaan, sementara kaumnya menonton dari jauh dengan perasaan was-was. Tetapi setelah seharian bekerja tidak terjadi apa-apa sebagaimana ditakutkan semula, maka kaumnya pun ikut bekerja ramai-ramai.

Menjelang selesai timbul persoalan siapa yang berhak memindahkan Hajar al-Aswad ke tempatnya semula di sebelah Timur Ka’bah. Masing-masing kabilah merasa paling berhak melakukan pekerjaan yang sangat bergengsi tersebut. Persaingan ini hampir saja menyulut pertumpahan darah.

Baca Juga :  Lemahnya Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, Akibat Sistem Sekuler

Muhammad SAW meskipun saat itu sudah aktif berkhalwat di Gua Hira, namun dalam kehidupan sosial beliau tetap aktif bergaul dengan kaumnya, termasuk ikut mengerjakan bangunan Ka’bah tersebut. Saat terjadinya ketegangan antarkabilah itu, Muhammad lah yang ditunjuk sebagai mediator, karena beliaulah orang pertama yang memasuki pintu Shafa sesuai dengan persyaratan mereka, atas saran Abu Umayyah bin al-Mughirah.

Dengan bijak Muhammad membentangkan kain, yang ujung-ujungnya dipegang oleh masing-masing pemimpin kabilah, kemudian beliau sendiri yang mengangkatnya ke tempat semula. Semua pihak puas atas solusi Muhammad ini dan beliau pun semakin terkenal sebagai seorang yang jujur dan bijak di tengah masyarakat. Sejak itu beliau dijuluki Al-Amin.

Sejarah tidak mencatat adanya korban jiwa dalam banjir ini. Karena itu walaupun masyarakat pra-Islam saat itu dalam keadaan musyrik, namun diperkirakan banjir tersebut bukan sebagai azab Tuhan, sebagaimana banjir yang menimpa kaum Nabi Nuh dan banjir yang menimpa negeri Saba. Banjir ini hanya peristiwa insidental, yang oleh Allah mungkin dimaksudkan agar orang Arab tidak menganggap tabu merenovasi Ka’bah bila diperlukan, sekaligus memperkenalkan hamba-Nya Muhammad sebagai orang jujur dan bijak calon pemimpin dan Nabi masa depan. Terbukti tidak lama sesudah peristiwa ini, beliau SAW diangkat sebagai Rasul.

Akhir-akhir ini kita menyaksikan, banjir juga menimpa Makkah bila hujan lebat, sehingga banyak orang bersyukur dan anak-anak bermain-main karena hujan lebat dan banjir di sana sangat langka. Berbeda dengan negeri kita, banjir dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan bahkan menakutkan. Sebab banjir di negeri kita sering disertai tanah longsor, banjir bandang, banjir rob dan sebagainya, yang tidak jarang memakan korban harta benda, ternak, bahkan jiwa manusia. Itu semua disebabkan alam dan hutan kita telah dirusak oleh manusia sendiri, dan adanya penurunan permukaan tanah, sehingga banyak daerah sudah berada di bawah permukaan laut. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan