BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Hujan belum lama turun, genangan air sudah kembali menguasai jalan-jalan Kota Banjarmasin.
Pemandangan ini bukan hal baru. Yang juga selalu menyertainya adalah aktivitas pembenahan drainase yang baru tampak berjalan ketika air terlanjur menggenang.
Pola berulang ini memunculkan pertanyaan publik, apakah pembangunan drainase di Banjarmasin dirancang untuk mencegah, atau sekadar merespons persoalan yang sudah terjadi?
Setiap musim hujan, persoalan serupa kembali muncul di berbagai titik kota. Drainase dan gorong-gorong yang seharusnya menjadi sistem penghantar air justru kerap gagal berfungsi optimal. Kondisi ini memperkuat persepsi publik bahwa pembenahan yang dilakukan selama ini belum menyentuh persoalan mendasar dan masih bersifat reaktif atau tambal sulam.
Direktur Kajian Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik, Prof Dr Muhammad Uhaib As’ad menilai pola tersebut mencerminkan lemahnya konsep dan perencanaan pembangunan infrastruktur oleh dinas teknis di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin.
“Kesan yang dipahami publik, proyek drainase ini bukan proyek sesungguhnya, melainkan sekadar implementasi instan. Pemerintah baru sibuk membenahi ketika musim hujan sudah datang,” ujarnya, Selasa (16/12/2025).
Sebagai akademisi dari Politeknik Indonesia Banjarmasin, Uhaib menegaskan bahwa sistem drainase seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan kota yang berada di kawasan rawa dan pasang surut.
Namun faktanya, hampir setiap musim hujan dan naiknya debit air sungai, genangan tetap terjadi secara merata di berbagai wilayah.
Ia juga mempertanyakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dinilai belum sepenuhnya diarahkan untuk pembenahan infrastruktur dasar yang berorientasi jangka panjang.
“Mana uang APBD yang seharusnya digunakan untuk pembenahan infrastruktur? Jangan hanya diternak untuk mencari bunga. Ini kepentingan publik. Setiap musim hujan dan air sungai naik, kota ini selalu tenggelam,” tegasnya.
Uhaib turut menyoroti masih adanya pengerjaan drainase hingga akhir tahun. Menurutnya, meskipun secara regulasi tidak terdapat larangan eksplisit pengerjaan proyek pada Desember, namun dari sisi tata kelola, pekerjaan fisik berskala besar umumnya dihindari karena keterbatasan waktu dan tingginya risiko cuaca.
“Kondisi ini yang kemudian memunculkan persepsi publik bahwa perencanaan tidak matang dan pembangunan dilakukan secara reaktif, bukan berbasis konsep jangka panjang,” katanya.
Kritik tersebut juga dirasakan langsung oleh warga di sekitar lokasi pengerjaan. Seorang warga yang memiliki toko di sekitar proyek, yang enggan disebutkan namanya, mengaku pembongkaran di depan tokonya baru dilakukan sehari sebelumnya dan berdampak langsung pada aktivitas usaha.
“Pembongkaran di depan toko baru kemarin dilakukan. Jualan jelas terganggu,” ujarnya.
Ia menambahkan, keluhan serupa juga disampaikan warga dan pedagang lain di kawasan tersebut, mengingat lokasi itu merupakan pusat aktivitas kuliner yang menjadi tempat rutinitas makan mahasiswa dari sejumlah kampus di sekitarnya.
“Di sini banyak mahasiswa biasa makan. Sekarang jadi sepi karena akses terganggu,” keluhnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Kepala Bidang Drainase Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Herwita, menegaskan bahwa pekerjaan drainase yang disorot publik saat ini masih dalam proses dan bukan proyek yang baru dimulai pada bulan Desember.
“Masih proses, belum selesai. Tinggal cor penutup saja. Insya Allah akhir tahun sudah selesai,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Ia menjelaskan bahwa pekerjaan tersebut telah berjalan sekitar dua bulan dan kini berada pada tahap penyelesaian akhir.
“Kurang lebih dua bulan,” katanya.
Herwita menegaskan bahwa pengerjaan dilakukan secara bertahap sesuai perencanaan teknis dan kondisi lapangan.
Di sisi lain, seorang praktisi konstruksi di Kalimantan Selatan menilai bahwa pada akhir tahun, proyek fisik berskala besar memang relatif sulit dilaksanakan. Namun pekerjaan pemeliharaan dan pengadaan dengan volume terbatas masih memungkinkan dilakukan.
Menurutnya, pemasangan drainase menggunakan sistem u-ditch dapat dilakukan tanpa penggalian besar dan relatif minim mengganggu aktivitas masyarakat, meskipun tetap memiliki kendala di kawasan yang padat dan sempit.
Kondisi ini kembali menegaskan tuntutan publik agar Pemerintah Kota Banjarmasin tidak sekadar menyelesaikan proyek jangka pendek, tetapi menyusun konsep penataan drainase yang terintegrasi, berkelanjutan, dan benar-benar berorientasi pada pencegahan genangan yang terus berulang setiap musim hujan. (sfr/KPO-4)














