Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Bullying Antar Pelajar Terus Terjadi (Ada Apa Dengan Pendidikan Hari Ini?)

×

Bullying Antar Pelajar Terus Terjadi (Ada Apa Dengan Pendidikan Hari Ini?)

Sebarkan artikel ini

Oleh : Aghnia Yanisari
Aktivis Mahasiswi Kampus Swasta Banjarmasin

Bullyingalias penindasan, perundungan, perisakan, atau pengintimidasian (bahasa Inggris: bullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu. Tindakan penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber. (Wikipedia)

Baca Koran

Kasus bullyingsudah tak asing lagi di tengah masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan. Beberapa pekan terakhir ini hampir setiap hari media memberitakan kasus bullying. Mulai dari siswa SMP di Malang yang harus mengalami amputasi jari akibat perundungan tujuh teman sekolahnya (CNN Indonesia/05/02), hingga siswi SMP Muhammadiyah di Purworejo yang dirundung oleh tiga teman laki-lakinya di kelas hingga mengakibatkan luka lebam pada pinggangnya (DetikNews/12/02).Dan masih banyak lagi kasus serupa, baik yangdiliputataupun tidak oleh media.

Sekolah yang digadang-gadang bisa menjadi pelindung kedua untuk anak-anak setelah orang tua,namun faktanya masih belum bisa mencegah perundungan antar siswa. Dari perundungan verbal seperti menghina, mengasingkan hingga kini sudah ke taraf ‘main fisik’. KPAI mencatat selama kurun waktu 2011 sampai 2019,terdapat 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat (kpai.go.id).

Padahal dampak dari bullying bisa menimbulkan efek berkepanjangan, seperti tidak mau melanjutkan sekolah, antisosial, depresi, hingga bunuh diri. Tak jarang pelaku bullying juga bisa mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Berbagai motif alasan pelaku melakukan bully, mulai dari tidak suka melihat ada orang yang tidak ‘kekinian’, atau ada orang yangmemiliki kecacatan fisik maupun mental, ingin merampas harta orang lain, masalah percintaan, hingga masalah status sosial.Tak jarang perundungan juga dilakukan karena alasan ‘iseng’.

Baca Juga :  Gen Z dan Pendidikan Nasional

Berbagai upaya pemerintah untuk menangani kasus bullying ini, namun tak kunjung menjadi solusi, justru bullying semakin merebak. Bahkan beberapa orang tua juga sampai rela mengeluarkan biaya mahal demi menyekolahkan anaknya ke tempat yang lebih elite, dengan penjagaan pihak sekolah yang lebih ketat, namun siapa yang bisa jamin tidak ada aksi bullying. Justru setiap tahunnya selalu ada-ada saja aksi bullying di kalangan pelajar hingga mahasiswa.

Tak heran jika banyak orang tualebih menginginkan anaknya menempuh pendidikan di sekolah-sekolah agama, seperti pesantren, atau sekolah Islam Terpadu, dan yang semisalnya. Berahap anaknya bisa mendapat pendidikan akhlak agama dengan benar, dan tak khawatir dengan lingkungan sekolahnya yang setiap harinya melakukan aktivitas keagamaan.Namun itu hanya bisa dilakukan oleh orang tua yang memiliki ekonomi lebih. Karena sekolah-sekolah agama biayanya lebih mahal dibandingkan sekolah umum atau negeri. Bagi mereka yang taraf ekonominya rendah mungkin hanya bisa pasrah, menyekolahkan anaknya ke sekolah umum yang zonanya telah ditentukan.

Walaupun orang tua yang menyekolahkan anaknya ke sekolah agama telah merasa aman, tapi tak menutup kemungkinan ketika diluar dari lingkungan sekolah, bullying itu bisa terjadi, melalui media sosial atau pergaulan di luar lingkungan sekolah. Lantas, bagaimana dengan nasib dan perasaan orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum, pastinya ada rasa cemas, apalagi jika ternyata pernah mendapati anaknya jadi korban bullying. Trauma yang dirasakan tentu bukan hanya kepada si anak, tetapi juga keluarganya.

Banyak faktor yang membuat seseorang menjadi pelaku bullying, diantaranya, dia pernah menjadi korban bully di masa lalunya, sehingga melampiaskan kekesalannya pada tragedi buruk itu dengan melakukan serangan bully terhadap orang lain, faktor yang lainnya berupa tontonan baik film maupun video pendek dari aplikasi, ataupun game, yang didalamnya banyak menunjukan aksi perkelahian dan pembunuhan. Ada pula karena masalah percintaan laki-laki dan perempuan, karena pergaulan yang dibiarkan bebas. Ditambah dengan tren-tren masa kini seperti prank, awalnya ‘iseng’ tapi berujung pada intimidasi.

Baca Juga :  PUSAT AKTIVITAS

Kemudian kehidupan hedonis yang bisa memicu bullying karena perbedaan status sosial. Juga pendidikan hari ini yang hanya memprioritaskan nilai dibanding akhlak siswa, siswa yang mampu memperoleh nilai tinggi lebih dipuji, siswa yang mampu mengharumkan nama sekolahnya dengan prestasi-prestasi akademik maupun non-akademik itulah yang dicari. Pendidikan hari ini lebih disibukkan dengan nilai akademik, akreditasi, dan revisi kurikulum yang tiada berkesudahan. Hingga melupakan tujuan utama ‘mendidik’ ialah membentuk kepribadian yang baik kepada anak didik.

Ini dikarenakan sistem sekulerisme, yakni aturan hidup yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Pergaulan remaja tak diatur dengan syariat. Dibiarkan berpacaran, berboncengan dengan bukan mahrom, berdua-duaan di taman sekolah, dan masih banyak lagi. Tidak ada undang-undang yang mengatur tentang pergaulan. Juga peran negara yang tidak mengontrol media, seperti tontonan, aplikasi, game, dan semisalnya. Berujung pada pendidikan yang dilandasi sekulerisme.

Setidaknya ada tiga peranpenting yang bisa menghentikan kasus bullying, yaitu peran orang tua, masyarakat, dan negara. Orang tua harus bisa melalukan pendekatan kepada pelaku bullying dengan menanamkan dan mencontohkan perilaku sesuai syariat, memberikan landasan aqidah yang kokoh, dan menerapkan seluruh aturan agama dalam kehidupan. Masyarakat harus ditanamkan sikap peduli, akhlak, serta menerapkan aturan syariat dalam kehidupan. Dan negara berperan untuk melindungi, mengontrol, dan menerapkan tatanan kehidupan bernegara sesuai dengan syariat.

Iklan
Iklan