Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Hukum & Peristiwa

Mantan Kepala BPN Merasa Aneh Kalau Kades tidak Mengetahui

×

Mantan Kepala BPN Merasa Aneh Kalau Kades tidak Mengetahui

Sebarkan artikel ini
5 prona 3klm
DIAMBIL SUMPAH – Rio Sumardi salah satu saksi dalam perkara M Rusli ketika diambil sumpahnya sebelum menjadi saksi. (KP/HG Hidayat)

Banjarmasin, KP – Mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Hulu Sungai Selatan Rio Sumardi, merasa aneh kalau para kepala desa tidak mengetahui kalau di wilayahnya diselenggarakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau dulunya disebut dengan Prona.

“Sebab sebelum melaksanakan program tersebut selalu dilakukan sosialisasi, dan seingat saya juga dilakukan di tiga desa yang dijadikan objek terdakwa,’’ kata Rio yang kini sudah purna tugas, saat bersaksi pada sidang lanjutan kasus dugaan pungutan liar dengan terdakwa M Rusli, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Selasa (29/9/2020)

Baca Koran

Saksi juga mengatakan untuk melaksanakan PTSL tersebut semuanya ditanggung oleh negara, kecuali pra PTSL untuk Kalsel nilai Rp200 ribu, yang dbayar oleh yang bersangkutan. Dana tersebut antara lain untuk membuat surat surat dokumen juga adanya patok tata batas, belum lagi adanya fatwa waris atau balik nama yang menjadi tanggungan pemilik lahan.

“Kalau sudah sampai dengan pengurusan fatwa maka biaya makin membengkak,’’ katanya dihadapan majelis hakim dipimpin Daru Wastika dengan anggota A Fauzi dan A Gawe.

Ia juga menyebutkan, pengurusan PTSL ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi melalui kelompok masyarakat yang difasilitasi oleh kepala desa setempat.

Sidang pengadilan tersebut berjalan secara virtual, sehingga kadang-kadang audio terdakwa yang ada di Kandangan terputus-putus.

Sekedar mengingatkan, terdakwa adalah salah seorang guru di salah satu sekolah Ibtidayah Negeri 12 Desa Muning Baru Kecamatan Daha Selatan.

Dalam dakwaan, Rusli disebutkan telah menarik biaya pembuatan PTSL yang notabene gratis alias tidak dipungut bayaran sebab ditanggung pemerintah. Perbuatan M Rusli dilakukan sejak 2016 hingga 2020, masing-masing pada pemilik sertifikat, M Rusli meminta bayaran sebesar Rp500 hingga Rp600 ribu. Sedikitnya dari barang bukti, M Rusli telah mengumpulkan uang dari PTSL ini sebesar Rp29.600.000.

Baca Juga :  Hakim Tolak Nota Keberatan Mantan Direktur Utama PT Taspen Antonius Kosasih di Kasus Investasi Fiktif

Perbuatan itu menurut jaksa dalam berkasnya bertentangan dengan pasal 15 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap diubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No 1 Tahun 2017 disebutkan bahwa biaya pengurusan PTSL berasal dari pemerintah dan tidak dipungut bayaran.

Pungutan yang dilakukan M Rusli masih dalam berkas jaksa bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri.

Atas perbuatan tersebut JPU mematok pasal 12 huruf e dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi. (hid/K-4)

Iklan
Iklan