Banjarmasin, KP – Saksi ahli dari BPKP Kalsel Fadlan Jasti, tidak seperti saksi dari instansi yang sama hanya mengandalkan bahan dari penyidik, dalam melaksanakan tugasnya ia turun langsung ke lapangan.
Tidak seperti saksi ahli dari instansi yang sama biasanya memperoleh datang dari penyidik, walaupun diakui saksi data dari penyidik memang ada, tetapi langsung dicek ke lapangan.
Hal ini dikemukakan saksi pada kesaksikannya pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (19/10/2020), dengan terdakwa Muslim mantan Kades Binjai Pemangkih Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten HST.
Disebutkan Fadlan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Sutisna Suwasti didampingi hakim adhock Fauzai dan Dana Hanura, dari hasil penelitian di lapangan memang terdapat unsur kerugian negara yang dilakukan terdakwa.
Salah satu hasil yang ditemukan jelas saksi, adalah ditemukan penarikan dari rekening kas desa oleh terdakwa tanpa diketahui bendahara dan sekretaris desa.
Sementara saksi Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Hulu Sungai Tengah (HST) Teddy Taufani, menyatakan, pihaknya hanya menyalurkan dana desa tersebut ke kas desa secara bertahap.
Sementara untuk pengawasannya ada instnasi lain, yakni bidang Inpektorat dan penanggungjawab keuangan dana desa tersebut adalah kepala desa.
Seperti diketahui terdakwa Muslim duduk di kursi terdakwa, karena
tidak dapat mempertanggungjawabklan dana desa dengan besaran mencapai Rp215.325.000 yang merupakan unsur kerugian negara.
Pada dakwaan yang disampaikan Sahidanoor tersebut, terdakwa tidak bisa
Mempertanggungjawabkan keuangan yang dikelolanya sejak 2017.
Lantaran terdakwa melakukan penarikan uang di rekening kas desa tanpa sepengetahuan sekretaris dan bendahara.
Penarikan sebesar Rp215.325.000 dilakukannya terdakwa dengan cara membuat 20 dokumen penarikan dana yang didukung Surat Permintaan Pembayaran (SPP) atas kegiatan yang tidak dianggarkan dan kegiatan fiktif yang sebenarnya tidak dilaksanakan di 2017.
Dan pembuatan 20 SPP tersebut, terdakwa membuatnya melalui komputer kantor desa yang didalamnya terdapat file pembuatan SPP dari tahun sebelumnya.
Kemudian seluruh tandatangan yang terdapat di SPP tersebut ditandatangani sendiri oleh terdakwa tanpa sepengetahuan saksi Syahruli (sekretaris desa) dan Abdul Kadir (bendahara desa).
Hasil uang pencairan ke 20 SPP tersebut terdakwa pergunakan untuk bayar hutang, menebus rumah yang digadaikan, membayar hutang upah tukang rumah dan untuk keperluan pribadi lainnya.
Atas perbuatan terdakwa tersebut JPU mematok pasal 2 UU RI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk dakwaan primair dan pasal 3 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk dakwaan subsidair. (hid/K-4)