Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Cara Membedakan Resesi Ekonomi dengan Depresi Ekonomi

×

Cara Membedakan Resesi Ekonomi dengan Depresi Ekonomi

Sebarkan artikel ini

Oleh : Erra Rahmina
Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin

Dalam ekonomi makro resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat juga diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi) atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi.

Baca Koran

Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi, yaitu suatu keadaan terjadi penurunan aktivitas ekonomi parah dan berkepanjangan. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: “Sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan”. Ada beberapa penyebab dari resesi ekonomi ini, yaitu :

1. Produksi dan konsumsi yang tidak seimbang. Keseimbangan antara produksi dan konsumsi atau daya beli masyarakat merupakan dasar pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila produksi dan konsumsi tidak seimbang, akan terjadi masalah pada siklus ekonomi. Jika produksi yang tinggi tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang tinggi pula, maka akan mengakibatkan penumpukan persediaan barang. Sebaliknya, jika produksi rendah sedangkan daya beli masyarakat tinggi sehingga menyebabkan kebutuhan masyarakat tak terpenuhi, maka negara harus melakukan impor. Dan hal tersebut menyebabkan penurunan laba perusahaan dan lemahnya pasar modal;

2. Utang yang berlebihan. Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak utang, dan tak mamput membayar tagihan mereka, dapat menyebabkan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian;

3. Penggelebungan aset. Penggelembungan aset terjadi ketika investasi didorong oleh emosi. Misalnya pada 1990-an saat pasar saham mendapat keuntungan besar. Mantan Pemimpin FED, Alan Greenspan sering mengungkapkan istilah dengan nama “kegembiraan irasional”. Investasi yang didorong oleh emosi ini menggembungkan pasar saham, sehingga ketika gelembungnya pecah, maka akan terjadi panic selling yang tentunya dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi;

4. Inflasi. Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk bagi ekonomi. Tetapi inflasi yang berlebihan dapat membahayakan resesi. Bank Sentral Amerika Serikat maupun Bank Indonesia, umumnya menaikkan suku bunga untuk menekan aktivitas ekonomi. Inflasi yang tak terkendali adalah masalah yang pernah dialami Amerika Serikat pada tahun 1970-an;

Baca Juga :  Hari Quds Internasional dan gerakan rakyat bela Palestina

5. Deflasi. Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, yang selanjutnya menekan harga. Ketika deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja, mana hal ini berdampak pada ekonomi suatu negara. Deflasi yang tak terkendali pernah dialami Jepang yang menyebakan resesi. Jepang berjuang sepanjang tahun 1990-an untuk keluar dari resesi tersebut.

Dari penyebab di atas, ada juga beberapa dampak resesi, yaitu :

1. Ketersediaan barang yang dikarenakan pabrik mengurangi produksi;

2. Pemutusan hubungan kerja yang mengakibatkan banyaknya pengangguran dan kemiskinan.

Cara mengatasi terjadinya resesi ini yaitu : memiliki dana cadangan, melindungi penghasilan, belanja kebutuhan pokok.

Ada perbedaan antara krisis ekonomi dan resesi ekonomi yaitu : Vice President Economist PT Bank Permata Josua Parade menuturkan krisis ekonomi adalah keadaan yang mengacu pada penurunan kondisi ekonomi drastis yang terjadi di sebuah negara. Penyebabnya adalah fundamental ekonomi yang rapuh antara lain tercermin dari laju inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang macet. Hal lain yang bisa membuat suatu negara mengalami krisis ekonomi adalah beban utang luar negeri yang melimpah dan melebihi kemampuan bayar, investasi yang tidak efisien, defisit neraca pembayaran yang besar dan tidak terkontrol. “Krisis ekonomi sendiri dipahami sebagai adanya shock pada sistem perekonomian di suatu negara yang menyebabkan adanya kontraksi pada instrumen perekonomian di negara tersebut, seperti nilai aset ataupun harga,” kata dia. Gejala krisis ekonomi biasanya, lanjut Josua, biasanya juga didahului oleh penurunan kemampuan belanja pemerintah, jumlah pengangguran melebihi 50 persen dari jumlah tenaga kerja, penurunan konsumsi
atau daya beli rendah, kenaikan harga bahan pokok yang tidak terbendung, penurunan pertumbuhan ekonomi yang berlangsung drastis dan tajam, dan penurunan nilai tukar yang tajam dan tidak terkontrol.

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN

Adapun tokoh Islam yang berpendapat tentang resesi ekonomi ini, beliau adalah Ibnu Khaldun atau nama lengkap beliau Abu Zayd ‘Adb al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Handrami adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai disebut sebagai bapa ilmu pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Ibnu Khaldun merupakan salah seorang pemikir dan cendekiawan dalam sejarah perkembangan Islam.

Kontribusi pemikiran yang disampaikannya diakui oleh banyak pihak meskipun dunia telah mengalami rangkaian evolusi yang sangat panjang selama berabad-abad. Sangat beragam sebenarnya kontribusi pemikiran yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun, karena berbagai pemikirannya demi kemajuan Islam merupakan konsep pemikiran yang bersifat multidisipliner. Ini tidaklah mengherankan, karena Ibnu Khaldun sendiri merupakan cendekiawan Islam yang banyak belajar dalam berbagai hal semasa mudanya, sehingga ilmu yang dimilikinya juga bersifat multidisiplin. Ini dapat terlihat dari rangkaian pemikirannya yang dikenal dengan nama 8 kebijaksanaan yang terdiri dari :

a. Kekuatan penguasa tidak dapat diwujudkan kecuali dengan adanya implementasi syariah;

b. Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh para penguasa;

c. Penguasa tidak dapat memperoleh kekuatan kecuali yang datang dari masyarakat;

d. Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan;

e. Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan;

f. Pembangunan tidak
dapat dicapai melalui keadilan;

g. Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi oleh Allah pada umat-Nya;

h. Penguasa dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.

Lafter, penasihat ekonomi presiden Ronald Reagan, yang menemukan teori Lafter Curve, berterus terang bahwa ia mengambil konsep Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun mengajukan obat resesi ekonomi, yaitu mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran (ekspor) pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar dan ibu dari semua pasar dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, hal wajar apabila pasar yang lain akan ikut turun, bahkan dalam agregate yang cukup besar.

Iklan
Iklan