Banjarmasin, KP – Hafidah saksi ahli yang diajukan JPU, menyebutkan hibah merupakan perbuatan hukum bisa dilakukan secara lisan maupun tertulis, tetapi bila pemberi hibah meninggal maka ahli waris tidak bisa menarik hibah tersebut.
“Kecuali pemberi hibah masih hidup, maka ia bisa menarik kembali hibah dimaksud,’’ sebut saksi ahli Hafidah dari Fakultas Hukum ULM bidang perdata, dalam persidangan pungutan liar terhadap hibah lahan untuk pembangunan rumah untuk nelayan dengan terdakwa Kepala Desa dan Sekretaris Desa Simpang Warga Dalam Kecamatan Aluh Aluh Kab. Banjar yakni Abd Rasyid dan Mansyur, Selasa (26/1/2021), di Pengadilan Tindak PIdana Korupsi Banjarmasin.
Hibah itu sendiri bisa saja batal demi hukum, karena tidak melalui proses balik nama di PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kalau ada gugatan, tetapi sampai sekarang tidak ada gugatan maka hibah dimaksud tetapi bisa digunakan.
Lebih jauh Hafidah mengatakan, kalau hibah tidak ada unsur pembayaran sesuai dengan ketentuan, bila ada pembayaran itu bukan hibah tetapi sebagai jual beli.
Seperti diketahui Kepala Desa dan Sekretaris Desa Simpang Warga Dalam Kecamatan Aluh Aluh Kab. Banjar yakni Abd Rasyid dan Mansyur, secara bersamaan oleh JPU didakwa melakukan tindak pidana pungli atau gratifikasi terhadap warga yang ingin menempati rumah khusus nelayan.
Menurut JPU Syaiful Bahri dari Kejaksaan Negeri Kab. Banjar, kedua terdakwa secara bersama-sama melakukan tindakan dengan memunggut kepada warga yang menempati rumah khusus untuk nelayan yuang dibangun oleh dinas PUPR setempat atas biaya Kementerian PUPR.
Pada tahun antara 2018/2020 di desa Simpang Warga Dalam menerima bantuan untuk membangun rumah khusus nelayan dengan catatan lahan yang ada adalah milik desa. Atas kebijaksaan seorang warga maka dihibahkan lahan untuk keperluan 50 unit rumah.
Menurut jaksa tersebut dana yang digujurkan untuk pembangunan 50 unit tersebut dikisaran Rp4M lebih, kedua terdakwa memungut kepada warga yang berhak menerima bangunan tersebut untuk membayar setiap sebuah rumah Rp5 juta dengan ketentuan uang muka Rp1 juta dan sisanya sudah harus dilunasi bulan September 2020. Uang yang terkumpul yang jumlahnya ratusan juta kemudian sebagian diserahkan kepada pemilik lahan sisanya di gunakan kedua terdakwa yang disidang secara terpisah dengan perkara yang sama, untuk kepentingan pribadi.
Atas perbutan terdakwa tersebut, JPU mematok pasal 12 huruf e UURI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 55 ayatn 1 ke 1 KUHP,untuk dakwaan primairnya. Sedangkan untuk dakwaan subsidair di patok pasal 11 UURI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 55 ayatn 1 ke 1 KUHP. (hid/K-4)