Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Islam dan Kemandirian Pangan

×

Islam dan Kemandirian Pangan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Siti Rahmah,S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

Sejak 31 Desember 2020 harga tahu dan tempe kian mahal. Tahu dan tempe menjadi makanan yang biasa dikonsumsi mayoritas masyarakat Indonesia, selain dulu harganya murah kandungan gizi di dalamnya juga tidak kalah dengan makanan lain.

Baca Koran

Kenaikan harga tempe dan tahu disebabkan tingginya harga kedelai impor. Imbasnya, keuntungan para pengrajin tahu dan tempe menurun. Kelangkaan ketersediaan kedelai di pasaran pun berpengaruh pada penjual makanan berbahan dasar tahu dan tempe.

Jika tempe menjadi barang mahal, apa yang tersisa untuk rakyat yang susah mengakses daging atau makanan mewah lainnya. Jika terjadi dalam jangka panjang, mahalnya tempe akan berakibat pada problem turunannya, seperti meningkatnya angka kelaparan, kemiskinan, gizi buruk dan masalah kesehatan lainnya. Sehingga akan memperngaruhi pemenuhan kualitas gizi keluarga.

Ketidakupayaan Indonesia untuk swasembada pangan menjadikannya sebagai Negara yang bergantung pada impor. Jika harga kedelai impor melambung maka itu juga akan berimbas pada kemampuan Indonesia mengimpornya. Sehingga berdampak pada stok kedelai nasional akibat terlalu bergantung pada komoditas impor.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas pertanian sepanjang triwulan I 2020 mencapai US$ 910 juta. Adapun komoditas ekspor sebesar US$ 200.653,60 ribu. Komoditas pertanian terbesar kedua adalah tanaman obat, aromatic dan rempah remi dengan nilai ekspor mencapai US$ 147.465,60 ribu. Sementara buah-buahan tahunan menjadi komoditas terbesar ketiga dengan nilai ekspor sebesar US$ 140.228,90 ribu. ( katadata,2/11/2020)

Fakta diatas menjadi bukti bahwa cengkeraman kapitalisme dan keterikatan Indonesia dalam perjanjian internasional seperti WTO menjadikannya tidak mandiri. Selalu bergantung pada pangan luar negeri.

Pangan adalah masalah krusial. Karena itu, Negara tidak boleh bergantung pada Negara lain. Harusnya Negara memberi subsidi besar bagi para petani agar mereka dapat memproduksi pangan, biaya produksi ringan, dan keuntungan bisa besar.

Pangan berkaitan erat dengan lahan pertanian, alat produksi dan petani itu sendiri. Petani tanpa tanah pertanian bagaikan sopir tanpa mobil. Tanpa tanah, kehidupan petani akan tenggelam.

Baca Juga :  Konsistensi Pahlawan Lingkungan Kalpataru Lestari untuk Indonesia

Jika kita saksikan di negeri ini betapa banyak lahan-lahan kosong bertuan tapi tidak dikelola. Sementara banyak diantara petani justru tidak memiliki lahan sendiri untuk bertanam. Sehingga mereka menjadi buruh tani di negeri sendiri. Bahkan diantara mereka harus menjual lahan akibat penggusuran proyek besar Negara.

Ketergantungan pangan Negara terhadap Negara lain akan mengakibatkan Negara mudah dijajah dan dikuasai. Bagaimana kebijakan pangan di system Islam untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. di dalam sistem islam politik pertanian mengacu pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi pangan yang adil.

Berdasarkan kondisi biofisik sumber daya alam, luas lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai di 17 provinsi mencapai 17,7 juta ha, terdiri atas lahan berpotensi tinggi 5,3 ha, berpotensi sedang 3,1 juta ha, dan berpotensi rendah 9,3 ha. Dengan lahan seluas ini, sebenarnya tidak perlu ada kebijakan-kebijakan kedelai impor sehingga didalam system islam hentikan impor, berdayakan sector pertanian.

Didalam sistem Islam Kebijakan intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Negara dapat mengupayakan dengan penyebar luasan dan teknologi budi daya baru di kalangan para petani, membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk serta sarana produksi pertanian lainnya.

Pengembangan Iptek pertanian ini penting agar Negara secara mandiri melakukan produktivitas pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Bukan meliberalisasi sektor pertanian untuk kepentingan industri asing. Negara tidak boleh melakukan ekspor pangan sampai kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi dengan baik.

Negara harus memberikan modal bagi siapa saja yang tidak mampu. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab dengan memberikan harta dari Baitul Mal (kas Negara) kepada para petani Irak, yang dapat membantu mereka menggarap tanah pertanian serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka. Negara juga harus memberikan akses air secara gratis kepada petani. Sebab air adalah milik umum, selian itu, air merupakan faktor penting bagi irigasi pertanian.

Baca Juga :  BUMI YANG LUKA, DIRI YANG LELAH

Selain itu, Negara juga melakukan kebijakan ekstensifikasi dengan membuka lahan-lahan baru dan menghidupkan tanah mati artinya mengelola tanah atau menjadikan tanah tersebut siap untuk langsung ditanami. Setiap tanah yang mati, jika telah dihidupkan oleh seseorang adalah menjadi milik yang bersangkutan. Sebagimana di tuturkan oleh Umar bin Khattab bahwa Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya”. (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Abu Dawud)

Setiap orang yang memiliki tanah akan diperintahkan untuk mengelola tanahnya. Siapa daja yang membutuhkan biaya mengelola tanah, Negara akan memberikannya modal dari Baitul Mal. Sehingga yang bersangkutan bisa mengelola tanahnya secara optimal. Namun, apabila orang yang bersangkutan mengabaikannya selama tiga tahun, maka tanah tersebut akan diambil alih dan diberikan kepada yang lain. Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah membiarkannya selama tiga tahun”. Maksud ucapan beliau adalah orang yang memagari tanah mati.

Kebijakan distribusi pangan dalam sistem Islam yang adil dan merata. Islam melarang penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Dengan larangan itu, stabilitas harga pangan akan terjaga. Selain itu, Negara akan memastikan tidak adanya kelangkaan barang akibat larangan islam menimbun barang. Kebijakan distribusi pangan dilakukan dengan melihat setiap kebutuhan pangan per kepala. Dengan begitu akan diketahui berapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi Negara untuk setiap keluarga.

Dengan mengadopsi kebijakan pangan dalam sistem Islam kemandiriaan pangan akan terwujud. Dengan demikian Islam tidak hanya sebagai agama yang dipercaya tapi Islam adalah sebuah agama yang memilki seperangkat aturan dalam menjalani kehidupan ini sudah saatnya kita kembali kepada atura Islam yang datangnya langsung dari Sang Khaliq Allah SWT.

Iklan
Iklan