Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Islam Tidak Mengajarkan Perempuan Jadi Terorisme

×

Islam Tidak Mengajarkan Perempuan Jadi Terorisme

Sebarkan artikel ini

Oleh : Fathul Jannah S.ST
Pemerhati Sosial dan Perempuan

Indonesia mencekam. Aksi terorisme berdatangan menjelang Ramadan. Belum selesai umat mengecam terjadinya aksi bom bunuh diri di Katedral Makassar, umat dikagetkan dengan aksi penyerangan Mabes Polri oleh seorang perempuan berkerudung yang menyerang polisi dengan senjata api.

Baca Koran

Peristiwa tembak-menembak antara personel Polri dan terduga teroris di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan, tersebut terjadi pada Rabu 31/3/2021 sekitar pukul 16.30 WIB. Berdasar rekaman CCTB, pelaku memakai baju hitam dan kerudung biru.

Hasil penyelidikan pihak kepolisian menemukan bahwa pelaku yang bernama Zakiah Aini adalah simpatisan ISIS yang melakukan aksi seorang diri (lone wolf).

Zakiah diduga berideologi ISIS dari unggahan di akun instagramnya yang baru ia buat sehari sebelum beraksi di Mabes Polri. Dalam postingannya Zakiah mengunggah foto bendera ISIS dan tulisan mengenai jihad. (kompas.com, 1/4/2021)

Seakan lagu lama, aksi terorisme selalu dikaitkan dengan ajaran Islam yang suci. Padahal, tak ada satu pun nas dalam Al-Qur’an dan Hadis yang membenarkan perbuatan tersebut. Terlebih kemuliaan muslimah kini tercoreng lantaran peristiwa tersebut.

Kejanggalan Aksi Terorisme

Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya menemukan banyak kejanggalan pada peristiwa penembakan di depan Mabes Polri.

Mengapa pelaku bisa lolos dari metal detector? Mengapa langsung di eksekusi mati saat itu juga, seharusnya pihak kepolisian bisa melumpuhkan kakinya agar lebih mudah mengungkapkan identitas dan tujuan si pelaku?

Menurut Harist, bisa saja perempuan tersebut dalam kondisi labil, marah, atau semacamnya di bawah kendali hipnotis dan obat-obatan. Jika dilihat dari video yang beredar di media sosial, perempuan tersebut amatiran. Dia tidak paham medan yang dimasuki, hanya berputar-putar di ruang terbuka sambil membawa senjata api. (Republik.co.id, 31/3/2021)

Selain Harist, pakar informatika, multimedia, dan telematika Roy Suryo pun mencurigai surat wasiat yang ditinggalkan Zakiah gaya bahasanya mirip dengan surat wasiat yang ditinggalkan pelaku bom bunuh diri di Makassar.

Roy menilai, meskipun cara penulisan beda atau mungkin dibedakan. Namun, gaya penulisan dari kemiringan dan proporsional tulisannya mirip. (makasar.terkini.id, 1/2/2021)

Sebenarnya, bukan hanya aksi penembakan di Mabes Polri saja yang janggal, setiap ada peristiwa aksi terorisme, banyak pengamat melontarkan opininya mengenai kejanggalan yang terjadi pada peristiwa tersebut.

Baca Juga :  KEKUATAN DAN KEMANUSIAAN

Teroris Perempuan

Pelaku di Mabes Polri adalah seorang perempuan berusia muda. Begitu pun pelaku bom bunuh diri di Makassar, merupakan suami dan istri yang usianya masih belia. Hal demikian telah memantik perbincangan di berbagai kalangan untuk menelaah lebih jauh peran perempuan terhadap aksi terorisme, yang dianggap semakin mendapat peran sentral.

Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha’i mengatakan, berdasarkan penelitian, perempuan lebih mudah untuk dimanfaatkan dalam jaringan terorisme. Sebab, aspek pengetahuan dan ekonomi perempuan dikontrol laki-laki. Terlebih menurut Imam, perempuan jarang dicurigai terlibat dalam aksi terorisme. (news.detik.com 1/2/2021)

Oleh karenanya, selain mengutuk aksi terorisme ini, para pegiat kesetaraan gender pun menuduh ajaran Islam yang mendiskreditkan perempuanlah menjadi biang keladi keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme.

Seperti yang dikatakan Myra Diarsi, salah satu pendiri Kalyanamitra, suatu lembaga yang berkiprah dalam gerakan feminisme di Indonesia sejak 1985 silam. Myra mengatakan, fundamentalisme dan radikalisme menekan perempuan dari hal sederhana, seperti cara mereka tampil. Awalnya pakaian adalah anjuran atau perkenalan, tapi dalam proses panjangnya menjadi kewajiban. Adapun upaya mewajibkan model pakaian itu kemudian disertai intimidasi atau bahkan persekusi untuk mereka yang tidak bersedia. Hal kecil seperti pakaian akan mengantarkan pada hal yang paling ekstrem yaitu terorisme

Masih menurut Myra, semua itu dimulai dari hal ringan sampai ekstrem, dan ini membuat perempuan lagi-lagi ditempatkan sebagai bukan manusia, tetapi sebagai objek dan sasaran tembak yang empuk. (voaindonesia.com, 1/4/2021)

Menepis Fitnah Keji Soal Terorisme Perempuan

Tuduhan para feminis terhadap ajaran Islam merupakan tuduhan yang sangat keji dan tidak sesuai fakta, dan adanya narasi yang menggambarkan bahwa ajaran Islam bisa meradikalisasi atau mengubah perempuan seperti monster yang hilang rasa keibuan, jelas merupakan fitnah yang sangat keji.

Selain tak sesuai dengan realitas ajaran Islam, tudingan ini pun terkesan dipaksakan. Tengok saja, berapa banyak perempuan yang terlibat dalam aksi terorisme dibanding kaum muslimah yang memiliki pemahaman jernih tentang Islam? Mengapa karena aksi segelintir perempuan lalu diwacanakan terorisme telah memapar kaum perempuan?

Apalagi upaya generalisasi yang mereka lakukan dengan mengungkap narasi semacam “kebangkitan jihadis perempuan”, “radikalisasi kaum perempuan” atau yang semacamnya sungguh tampak tendensius.

Baca Juga :  Kartini Abad 21 : Ketika Literasi Menjadi Senjata di Era Digital

Narasi ini jelas ditujukan untuk menyerang Islam. Juga menstigma agenda perjuangan menegakkan sistem Islam, termasuk yang dilakukan para aktivis muslimah yang benar-benar berjuang demi kebaikan umat tanpa kekerasan.

Rupa-rupanya, di luar sana ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan geliat kebangkitan Islam, hingga mereka sangat berkepentingan menjauhkan umat manusia dari Islam.

Tak dimungkiri, gagasan perang global melawan terorisme (GWoT) yang dilanjut dengan perang melawan radikalisme adalah agenda Barat kapitalis dipimpin oleh AS. Agenda ini merupakan respons mereka atas geliat kebangkitan Islam pasca runtuhnya Uni Soviet yang mengusung ideologi sosialisme.

Bagaimanapun, saat ini Islam adalah satu-satunya ancaman atas hegemoni kapitalisme global. Mengingat Islam adalah ideologi yang anti penjajahan dan menjadi harapan umat di tengah rusaknya peradaban kapitalisme neoliberal. Karenanya, AS dan kawan-kawan getol melakukan banyak hal di dunia Islam demi menghalangi tegaknya Islam. Mulai dari memasifkan perang pemikiran dan kebudayaan, juga membuat berbagai fitnah di balik aksi-aksi teror.

Sejatinya isu terorisme ini kembali mencuat terjadi dinegeri kita tercinta dan dikemukakan berulang, untuk memberi stigma pada muslim yang taat dan membawa keresahan pada umat islam karena menjadi pembenar tindakan penggeledahan dan penangkapan muslim di berbagai tempat. Menjadi alasan mengkampanyekan feminism dan mendesakkan program moderasi beragama.

Harusnya dengan melihat fakta yang sebenarnya, semestinya umat tetap kritis dan bijak terhadap setiap hal yang mengalihkan kita dari pemahaman yang benar tentang Islam dan syariatnya. Pelibatan perempuan dalam aksi terorisme bukanlah bersumber dari ajaran Islam. Sebab, Islam memuliakan perempuan dengan perannya yang telah disyariatkan Allah Swt.

Kaum perempuan (Muslimah) saat ini harus sadar posisi pentingnya dan tetap fokus pada penanaman kepribadian Islam, mendidik keluarganya taat Syariah dan terus berikhtiar memperjuangkan Islam kaffah dengan dakwah tanpa kekerasan agar tidak ada celah menstigma muslim dan ajaran Islam

Sungguh, isu terorisme yang menyudutkan Islam dan para pemeluknya adalah satu alasan bagi kita untuk berjuang semakin keras dalam mewujudkan kehidupan Islam. Agar Islam kembali menerangi umat manusia dan perempuan kembali menemui kemuliaannya. Wallahu’alam

Iklan
Iklan